21. Kisah Khayalan Steve

1.5K 253 39
                                    


Happy reading😍

_____

Rosy kesal setengah mati, dia duduk dengan tubuh menyandar pada jok sementara matanya memejam pura-pura tidur. Teringat bagaimana bisa mulut manis Steve mempengaruhi mamanya bahwa Steve adalah yang terbaik untuk Gerry dan Rosy. Mama Rosy bahkan tak keberatan menerima uluran tangan Steve untuk di selipkan di lengan pria itu menuju ruang tamu. Mereka berbincang akrab selayaknya teman lama yang baru bertemu kembali. Bahkan mama terkekeh-kekeh ketika Steve menyelipkan guyonan garing. Sepertinya mama memang butuh bersosialisasi, bukan karena itu Steve.

"Jadi kamu sudah lama mengenal putri ku?" Mama

"Itu panjang ceritanya, ma'am. Yang paling ku ingat saat itu adalah malam yang paling indah sepanjang hidupku."

"Steve!" Dengan kekuatan delikan mata maksimal, Rosy masih tidak dapat menghentikan Steve yang bersilat lidah. Rosy hanya takut Steve keceplosan kalau sebenarnya malam itu adalah awal Gerry lahir.

"My Rosy, segeralah bersiap. Aku akan menemani mama mu mengobrol sembari menunggu."

"Dia benar, Ros. Bersiaplah, sudah cukup kamu bersedih berhari-hari ini, kamu butuh move on. Lalu bagaimana Steve? Kalau kalian melewati malam yang indah, mengapa kau baru muncul sekarang?"

Timo yang senantiasa menemani kemanapun Steve pergi, duduk di sebelah supir. Matanya melirik bergantian pada Steve dan Rosy. 'Rasain bos, dicuekin si mami dokter. Sungguh bakal jadi pembalasan terbaik kalau sampai do'aku terkabul, Bos Steve bakal jadi suami takut istri.' Timo terbahak dalam hati.

"Sayang, mampir sarapan dulu ya?"

Sayang sayang, eewh...! Namun yang keluar dari mulut Rosy hanya lah sebuah penolakan sopan. "Aku udah sarapan"

"Aku belum padahal..."

"Terus kenapa masih menawari ku kalau pada akhirnya kita akan makan?" Rosy tidak membentak hanya menggunakan nada datar yang di telinga Timo mirip seperti makian yang ditujukan pada Steve.

Steve terkekeh, "My Rosy jangan merajuk lagi, minta apapun padaku yang kamu mau, supaya moodmu membaik, oke?" Steve tersenyum manis, sayangnya tak sedikitpun Rosy tertarik.

Aku mau minta Tuhan mengulang waktu, agar sebisa mungkin aku akan menghindari bertemu denganmu. Lalu aku tak perlu menikahi Gerald hanya karena aku hamil dan membuat diriku malu dicampakkan Gerald hanya karena pacar gay-nya, sehingga aku tidak perlu merasa ditertawakan dunia seperti ini. Rosy bermonolog dalam hatinya, merumuskan sebab akibat yang menimpa dirinya. Matanya kembali memanas mengingat kisah menyebalkan sekaligus menyedihkan dengan Gerald.

"Belikan aku yang asam dan pedas?"

"Mami dokter ngidam?" Itu suara pecicilan si Timo yang membuat mata Rosy melotot tak terima. Yang tidak lama kemudian pria sedikit tambun di perutnya itu mengaduh, karena kepalanya dihantam botol mineral isi separuh oleh Steve.

"Bagaimana bisa dia ngidam, aku belum lagi menyentuhnya, goblok!" Maki Steve yang tak sedikitpun merasa perlu menahan wibawa."Jangan dengarkan dia My Rosy, Timo memang goblok."

"Maaf mami, saya pikir boss yang bilang mau bikin adik buat Mas Gerry itu sudah terealisasi."

Rosy menghela nafas lelah, wajar kalau Steve sering berteriak marah pada para anak buahnya, mereka memang perlu di sekolahkan. Coba pikir, seumpama Steve memang menanamkan benih padanya, mana mungkin bisa secepat ini ngidamnya sih.

Rosy pikir Steve yang bilang mau sarapan itu bakal makan ala kadarnya karena sarapan pada sepuluh lewat beberapa menit itu sudah dikatakan sangat terlambat. Apalagi dari tempat Rosy menuju Senayan itu butuh waktu setengah jam kalau macetnya tidak mengular seperti baru saja. Maka ketika Rosy dan Steve memasuki restoran yang mengusung menu Chiness di lantai tiga, salah satu hotel mewah yang Steve pilih, itu sudah memasuki saat makan siang.

Boss Gangster dan Bu Dokter IndigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang