4. Pria sejati tidak boleh menangis

2.5K 416 97
                                    


Ada yang kangen aku?🤭
Baiklah, selamat membaca 😘

***

4. Pria sejati tidak boleh menangis, apalagi di depan perempuan.

Garry mondar-mandir di depan kamar maminya. Sesekali tatapannya ke arah pintu yang tertutup, berharap matanya dapat menembus kayu jati yang memisahkannya dengan penghuni baru kamar itu.

"Garry, kemarilah. Kenapa kita tidak sarapan saja dulu." Rosy tersenyum melihat tingkah Garry. Lagaknya mirip suami yang sedang harap-harap cemas karena istri yang melahirkan tak juga keluar dari ruang operasi.

"Mami bagaimana dengan teman baruku?" Tanyanya menatap bimbang.

"Seharusnya dia baik, biarkan dia istirahat. Nanti kita bisa menemuinya." Rosy mendekat, memeluk bahu Garry dan menatap wajah putranya penuh simpati.

"Kenapa tidak kita ajak sarapan bareng saja, mam?" Tanya si bocah dengan raut berharap.

"Garry kan tahu, paman itu belum bisa leluasa bergerak." Jawab Rosy dengan wajah menyesal.

"Jadi, apa dia orang baik?" Ekspresinya masih berharap, tangan kecilnya menunjuk pada pintu tertutup itu.

"Siapa yang tahu?" Rosy mengendik ringan. Sesungguhnya batinnya telah berperang bagaimana caranya mengatakan semua yang dia pendam sendirian. Biasanya ada Gerald yang akan pasang badan untuknya, menyelesaikan semua urusannya, bertanggungjawab pada hidupnya. Tapi kali ini Rosy sendirian bersama Garry. Pada siapa Rosy akan mengadu?

Semalam setelah membantu Steve kembali tengkurap, Rosy berniat tidur di kamar Gerry. Namun, saat hendak keluar kamar, seseorang berambut kumal dengan mata merah sebesar lepek cangkir terlihat mengintip pada pintu yang memang tak tertutup sempurna. Tanpa sadar Rosy mendekat pada Steve yang mulai memejamkan mata, membuat pria itu membuka mata untuk menarik senyum gila.

"Naiklah My Rosy kalau kamu tidak ingin jauh-jauh dariku." Katanya mengisyaratkan dengan mata pada sisi ranjang yang lain. Ingin sekali Rosy menjawabnya dengan umpatan, tapi di urungkan karen ayang ingin ditanyakan Rosy pada Steve itu lebih penting.

"Steve, apa kamu melihat sesuatu di celah pintu?"

Steve melirik arah pintu sekilas, ekspresinya lugas bahwa Steve tak melihat apapun.

"Di mataku hanya ada kamu, my sexy feet. Tidak ada yang lain, kemarilah. Walau aku sedang tidak berdaya tapi aku cukup puas dengan memandangi wajahmu sepanjang malam." Katanya main-main.

"Jangan meracau!" Kesal Rosy dengan nada rendah penuh kekesalan. Tidak salah, Steve memang mengidap gangguan mental, pikir Rosy.

"Steve, kamu yakin dengan penglihatan mu? Atau mungkin kamu merasakan sesuatu?" Sekali lagi Rosy ingin mecari tahu, mungkin saja Steve bisa merasakan dunia sebelah seperti dirinya.

"Memangnya ada apa? Kalau kamu pikir akan ada yang mengejarku sampai sini, aku pasti tahu. Telingaku ini sangat tajam. Tenang sayang, jangan takut." Steve yang membual mencoba memegang jemari Rosy. Namun Rosy yang fokusnya tetap pada celah pintu itu tiba-tiba mengerjap ketika makhluk mengerikan yang dia lihat menjadi samar lalu serta menghilang dari pandangannya. Tentu Rosy memahami sesuatu, sentuhan Steve pada kulitnya membuat semua keanehan terjadi.

"Steve," Rosy terperangah tapi tak bisa menjelaskan apa yang dilihatnya dengan kata-kata. Jantungnya memompa darah lebih cepat, ada emosi terpercik pada tatapan wanita lebih tiga puluh tahun itu.

"Ya, cantik..." Rosy tak sempat berdecak geregetan atas panggilan Steve padanya. Sebab Rosy mulai menyadari sesuatu atas kecurigaan yang dia pendam sejak beberapa saat lalu.

Boss Gangster dan Bu Dokter IndigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang