Dua puluh sembilan

Depuis le début
                                    

"Bunda harap mereka bisa hidup bahagia meskipun usia mereka masih sangat muda untuk membina rumah tangga dan masalah.....  orang tua vernon bunda gak peduli sama mereka. Saat ini yang terpenting kebahagiaan inge". Ucap diva tersenyum menatap el dan ellen yang begitu nyaman terlelap dalam tidur mereka. "Bunda yakin mereka akan bahagia. Iya kan yah?". Menoleh pada brama yang termenung memikirkan sesuatu

"Ayah kok ngelamun?". Diva mengerutkan kening menatap sang suami heran. "Ayah gak apa-apa bun. Ayah hanya bahagia karna inge sudah mendapatkan kebahagiaannya". Tersenyum menatap diva yang juga tersenyum padanya. Namun brama seperti tak bisa menyembunyikan kerisauan hatinya entah apa yang mengganggu pikirannya.

Meskipun hingga saat ini brama dan diva belum bertemu vernon, keduanya yakin jika vernon adalah anak yang baik dan untuk semua yang terjadi bukanlah kesalahannya  namun karna kehendak dari tuhan dan masah lalu memang harus berlalu tanpa meninggalkan jejak dihati mereka termasuk sikap orang tua vernon di masa lalu.

"Yuk, bunda sama ayah pasti udah nungguin kamu". Inge tak malu ataupun kaku lagi memegang tangan vernon (akhirnya berganti) bahkan saat ia menarik tangan vernon senyuman di wajahnya seakan tak hilang, inge begitu bahagia hingga tak menyadari kegugupan vernon.

"Nge bentar". Menahan inge untuk berhenti. "Kenapa ver?". Menatap vernon bingung. Namun akhirnya inge menyadari sesuatu dari gerak gerik vernon dengan tersenyum simpul. "Gak usah gugup ver. Orang tua aku kan orang tua kamu juga". Tersenyum geli melihat ekspresi vernon yang begitu tegang. "Sumpah jadi gini rasanya mau ketemu mertua". Batin vernon gugup mulai keringatan. Inge yang tak bisa menahan tawanya seketika tertawa lepas membuat vernon baru saja mendapatkan pemandangan yang sangat ingin dilihatnya saat ini. Melihat inge tertawa karena dirinya seperti dulu.

"Oke, aku udah siap". Ucap vernon yakin membuat inge berhenti tertawa. "Bener? Gak gugup lagi". Menatap vernon dengan tatapan yang mempertanyakan kesiapan karel.

"Eh ada non inge sama papanya anak-anak ya?". Tanya mbak ida tersenyum penuh arti menatap vernon yang tersenyum kaku. "Halo mbak". Sapa vernon tersenyum kaku.

"Kok kedengarannya aneh gitu ya". Batin vernon kembali mencerna ucapan mbak ida

.... Sama papanya anak-anak.

"Ah... Iya gue kan emang udah jadi orang tua". Batin vernon melirik inge di sampingnya.

"Iya mbak, vernon mau ketemu bunda sama ayah".

"Yaudah nanti saya panggilin ayah sama bunda kamu".

"Wah ini seperti keajaiban dunia non". Ucap mbak ida dengan ekspresi kekaguman terus meneliti wajah vernon.

"Keajaiban dunia?". Tanya inge bingung melirik vernon di sampingnya yang juga menatapnya

"El emang bener-bener mirip sama non vernon. ganteng". Puji mbak ida terus memandangi vernon. Mendengar pujian yang dilayangkan padanya vernon hanya bisa tersenyum tak tahu harus mengeluarkan respon seperti apa.

"Non inge sama.... Ah iya papanya anak-anak duduk aja dulu, biar mbak panggilkan bunda sama ayah non inge".

"Iya mbak makasih". Vernon dan inge pun duduk berdampingan.

"Umm ternyata ada tamu ganteng ya". Ucap oma warsa tiba-tiba saja muncul dari dalam membuat inge dan mbak ida tersenyum. "Selamat malam oma". Vernon refleks berdiri menyapa oma warsa. Wanita paru baya itu menatap vernon dengan senyum kelegaan.

"Tuhan memang selalu memberi isyarat". Batin oma warsa tersenyum memandangi wajah vernon mengingat pertemuan pertama mereka ketika berada di mall. Seorang anak berseragam sekolah bersedia menolongnya untuk menjaga el dan saat itulah untuk pertama kalinya el dan ellen bertemu vernon. Benar-benar pertemuan yang tak terduga namun memiliki makna yang tersembunyi dibalik pertemuan itu dan sebuah jawaban atas makna itu telah terungkap.

"Gak apa-apa sayang duduk aja". Tersenyum mempersilahkan vernon untuk duduk lalu ikut bergabung.

"Ida buatkan teh hangat".

"Baik nyonya".

"Oma merasa sangat lega melihat kalian seperti ini". Tersenyum tulus menatap inge dan vernon.

"Iya oma, semua ini berkat oma juga". Ucap inge merasa sangat bersyukur.

"Sebelumnya saya minta maaf oma, mungkin kehadiran saya di sini sudah sangat terlambat dan masalah penculikan el dan ellen saya sangat menyesal mewakili orang tua saya". Vernon menundukkan kepalanya tak berani mengangkat pandangannya. Oma warsa tersenyum mendengarnya.

"Oma mengerti, ini bukan kesalahan kamu ataupun kesalahan orang tua kamu. Ini semua takdir, oma sangat bersyukur bisa berada di rumah ini bersama inge dan anak-anak karna mereka adalah sumber kebahagiaan oma. Apapun yang oma lalukan untuk inge semua itu sama sekali tak berarti, yang terpenting bagi oma inge, el dan ellen bisa bahagia karna kehadiran kamu".

Vernon tak percaya dengan kebaikan dan ketulusan oma warsa bahkan wanita yang tak lagi muda diusianya itu menerima dan memaafkannya dengan hati yang hangat dan tulus. Jika saja orang tuanya seperti oma warsa hidup vernon tak akan dipenuhi rasa bersalah dan juga kebohongan orang tuanya. 

"Makasih oma". Ucap vernon senang  lalu menggenggam tangan inge dengan erat. "Saya berjanji akan membahagiakan inge dan anak-anak". Inge menatap vernon dengan haru.

Saat dimana aku mengharapkan seseorang menggenggam tanganku hatiku sangat sedih

Namun saat ini lengkungan bibirku mengisyaratkan aku bahagia

Karna kamu yang kuharapkan melakukannya bukan yang lain

Kamu vernon

"Oma bahagia mendengarnya, tapi oma pikir ada orang lain yang akan sangat bahagia jika mendengarnya". 

"Teh hangatnya datang". Ucap Mbak ida di ikuti oleh diva dan brama di belakangnya.

"Bunda, ayah". Inge berdiri dari tempat duduknya tersenyum melihat kedua orang tuanya namun tangan kanan masih digenggam vernon.

"Merekalah yang perlu mendengarnya darimu nak, oma harap kalian selalu bersama dan hidup bahagia". Batin oma warsa tersenyum memperhatikan vernon dan inge yang tersenyum menatap kedua orang tuanya.

Vernon ikut berdiri mengikuti arah pandangan inge dengan jantung berdebar.

Ting

Namun bunyi bel rumah justru mengalihkan pandangan mereka semua.

"Ada tamu ya?". Ucap mbak ida bingung setelah menyajikan teh yang dibawanya. Lalu berjalan menuju pintu.

"Gak biasanya ada tamu jam segini". Batin inge merasa aneh.

"Maaf mas cari siapa ya?". Tanya mbak ida dengan mata meneliti dari bawah hingga wajah sang tamu. "Maaf mbak, apa benar ini alamat rumah ini". Memberikan secarik kertas kecil. "Iya benar ini alamat rumah ini".

"Apa pak bramanya ada?".

"Ada, ayah inge kan?".

"Iya".

"Silakan masuk".

"Siapa ida?". Tanya oma warsa penasaran. "Mas-mas ganteng oma nyari ayah inge".

"Selamat malam semuanya". Sapa lelaki bertubuh tinggi itu. Brama dan diva terkejut melihat kehadiran dokter bima.

"Nak bima?".

Inge menatap dokter bima sedikit bingung mencoba mengingat siapa dokter bima.

"Bima?". Ucap inge dengan suara pelan membuat vernon menoleh ke arahnya.

"Apa itu inge?". Tanya dokter bima tersenyum melihat keberadaan inge namun senyumnya menghilang saat melihat tangan kanan inge di genggam vernon.

Vernon menatap inge yang masih berusaha mengingat dokter bima lalu beralih menatap dokter bima yang terus menatap inge.

To be continue

Akhirnya bisa update juga ☺☺☺☺
Udah lama gak nulis jadi kangen nulis. Jangan kangen, nulis aja biar readers gak di php in. Mianhae kalau gitu 😑😑

Jgn lupa vote or comment ya!!!

See you next chapter 👌👌👌👌

Verin (vernon & inge) Où les histoires vivent. Découvrez maintenant