Bab 1

115K 5.5K 55
                                    

"Pulanglah, Papa kecelakaan"

Akhirnya setelah tujuh tahun meninggalkan Indonesia, aku memutuskan untuk kembali pulang setelah mendengar dari mas Indra kalau Papa kecelakaan.

"Kami semua merindukanmu"

Ada rasa perih di hatiku saat mendengar kata kata yang keluar dari mulut mas Indra minggu lalu ketika mengatakan hal tersebut. Satu hal yang kusadari ternyata kemarahanku belum sirna sama sekali.

"Mas mohon dengan sangat, demi kesehatan Papa pulanglah"

Hingga sambungan telepon dari mas Indra terputus aku masih belum bisa memberikan jawaban. Hanya saja setelah berpikir beberapa hari akhirnya aku memutuskan untuk memenuhi keinginan mas Indra balik ke Indonesia. Kurasa menjenguk Papa sebentar tidak akan menambah lukaku.

Begitu tiba di bandara tanpa memberitahu mas Indra aku memutuskan untuk pulang kerumah lebih dahulu sebelum menjenguk Papa ke rumah sakit. Lagipula aku belum mengetahui di rumah sakit mana Papa dirawat.

"Non Ana!"

Aku tersenyum mendengar jeritan bik Sumi -asisten rumah tangga yang bekerja mulai dari aku kecil sampai sekarang- yang terlihat kaget akan kedatanganku saat membuka pintu rumah.

" Ini beneran non Ana kan? Bibik gak salah liat kan non?" Ujar bik Sumi tak percaya.

Melihat reaksi bik Sumi membuatku tak dapat menahan tawa, " Ini beneran Ana kok bik. Kalau bibik gak percaya nih Ana peluk ya bik" aku kemudian maju untuk memberikan pelukan kepada wanita paruh baya yang ada dihadapanku saat ini.

"Ya ampun non, bibik gak percaya akhirnya non pulang juga kita semua pada kangen sama non Ana."

"Saya juga kangen kok sama bibik, makanya saya pulang." Jawabku sambil melepaskan pelukanku pada bik Sumi. "Jadi sekarang saya sudah boleh masuk kan bik? " tanyaku kepada bik Sumi yang dibalas dengan membukakan pintu rumah selebarnya untukku.

"Sepi ya bik?" Tanyaku kepada bik Sumi setelah kami masuk ke dalam rumah. Saat mataku memandang isi rumah ternyata dekorasinya sudah banyak yang berubah dari yang kutinggalkan tujuh tahun lalu.

"Iya non, kan pada kerumah sakit. Eh, non udah tahu kan kalau bapak kecelakaan dan sekarang masih dirumah sakit?" Tanya bik Sumi memastikan. Aku menganggukkan kepalaku.

"Tapi bentar lagi mas Indra datang, biasanya jam jam segini pulang ngambil makan siang untuk ibu."

Berarti itu artinya sebentar lagi aku akan berjumpa dengan mas Indra. Aku penasaran seperti reaksinya nanti.

Saat ingin bertanya lagi kepada bik Sumi aku mendengar suara mobil yang masuk kedalam pekarangan rumah.

"Itu sepertinya mobil mas Indra non.Bibik bukain pintu dulu ya non," izin bik Sumi sambil berjalan cepat menuju pintu depan.

Dari ruang tengah yang difungsikan sebagai ruang keluarga samar samar aku mendengar suara mas Indra yang terdengar berbicara dengan anak anak. Kurasa itu adalah anak anak mas Indra.

Saat suara langkah kaki semakin dekat menuju ruang tengah dimana tempatku berada saat ini tiba tiba rasa gugup melandaku. Tampak dari tanganku yang berkeringat.

" Mana kejutannya bik?" Aku mendengar mas Indra bertanya kepada bik Sumi. Menurut tebakanku kurasa bik Sumi ingin mengerjai mas Indra tentang kedatanganku.

"Ini dia kejutannya" ucap bik Sumi ceria. Posisiku yang membelakangi mereka tidak dapat melihat bagaimana reaksi mas Indra, tapi begitu aku berbalik aku dapat melihat bagaimana terkejutnya wajah mas Indra melihat kehadiranku.

"Joana..."

Aku tak dapat menahan senyum haruku begitu mendengar suara lirih mas Indra yang terkejut melihatku berdiri tak jauh darinya.

Tanpa dapat kucegah aku segera berlari memeluk mas Indra.

"Kenapa gak bilang mau pulang? Mas kan bisa jemput kamu tadi. Naik apa tadi sampai kesini?" Dan seperti dugaanku mas Indra mencecarku dengan pertanyaannya tanpa melepaskan pelukannya terhadapku.

" Namanya kejutan, kalau bilang bilang gak asik dong. Lagian kalau Ana bilang dari jauh hari takutnya mas nodong oleh oleh yang banyak." Aku mencoba bercanda dalam pelukan mas Indra. Pria ini adalah orang yang mempunyai darah yang sama dengan darah yang mengalir ditubuhku.

"Ya ampun dek mana mungkin mas tega nodong oleh oleh yang banya sama kamu. Palingan mas cuma minta mentahnya doang biar kamu gak kerepotan waktu di bandara. Kurang baik apa coba mas mu ini?"

Aku tertawa mendengar kata kata mas Indra yang menanggapi candaanku. Salah satu alasan kepulanganku adalah aku merindukan mas Indra. Ada kalanya aku sempat berpikir seandainya tujuh tahun lalu mas Indra ada disampingku kurasa dia pasti akan membelaku sehingga aku tidak harus meninggalkan kota ini.

"Papa"

Lamunanku terhenti ketika mendengar suara seorang anak yang yang datang bersama mas Indra tadi memanggil mas Indra.
Aku segera melepaskan diri dari pelukan mas Indra.

"Mereka anakmu mas?" Aku menunjuk tiga orang anak yang berdiri di samping mas Indra.

Mas Indra terkekeh sambil mengangukkan kepalanya.

"Tokcer benar" sindirku sinis. Karena setahuku mas Indra menikah setahun sebelum kepergianku. Itu artinya dalam delapan tahun mas Indra telah memproduksi tiga anak. Ck ck ck...

" Jelas, bibit unggul soalnya" jawabnya tak tahu malu di depan anak anaknya.

"Kenalkan ini tante Joana. Tante joana ini adiknya papa yang sering papa ceritakan sama kalian," aku tersenyum melihat cara mas Indra mengenalkanku kepada anak anaknya.

"Jadi tante Joana ini sama dengan tante yang sering papa ceritakan sama kami yang kata papa tinggal di Jepang?" tanya anak perempuan mas Indra memastikan keberadaanku kepada papanya.

"Iya, pintar banget anak papa. Nah sekarang kenalan dulu sama tantenya. Nanti katanya siapa yang duluan kenalan dapat hadiah dari tante Joana. Ya kan, tante?" Mas Indra menatapku dengan senyum jahil yang kubalas dengan pelototan.

Apa apaan mas Indra ini menjanjikan sesuatu yang tidak ada kepada anak anak. Kepulanganku ke Indonesia tidak dalam jangka liburan, jadi aku tidak ada membawa oleh oleh. Apalagi untuk anak anak mas Indra.

"Ini namanya sheila, tante" mas Indra menyebutkan nama anak perempuan yang bertanya tentangku tadi. Aku segera berlutut agar dapat memeluk putri cantiknya mas Indra ini yang terlihat antusias menyambut pelukanku. Sepertinya keponakanku satu ini mirip sekali dengan ayahnya yang ceria.

"Kalau ini namanya Ardan, tante" mas Indra mengenalkanku kepada seorang bocah laki laki yang kutaksir usianya tak lebih dari tiga tahun. Sama seperti kakaknya Ardan membalas pelukanku seperti cara Sheila.

"Dan ini..." aku heran melihat mas Indra yang tiba tiba menghentikan ucapannya saat mengenalkan satu lagi anaknya yang dari tadi berdiri dibalik kaki mas Indra.

Kurasa anak mas Indra yang satu ini adalah anak laki laki yang pemalu begitu ketemu dengan orang asing.Mungkin mirip sifat ibunya, mbak Rita, istrinya mas Indra. Dengan lembut aku memanggilnya agar ia tidak takut kepadaku.

"Sini kenalan dulu sama tante, biar nanti tante kasih hadiah sama kamu," sepertinya aku harus mengiming imingi hadiah dulu untuk itu anak agar mau kenalan denganku. Masalah hadiahnya apa nanti kupikirkan.

Ternyata bujukanku berhasil. Anak itu segera keluar dari persembunyiannya, yaitu dibalik kaki mas Indra, dengan malu malu.

Begitu melihat wajahnya dengan jelas kini aku menyadari kenapa mas Indra terlihat berat untuk mengenalkan anak ini kepadaku.

Ternyata anak laki laki yang telah berdiri di hadapanku dengan malu malu adalah anak yang sama dengan anak yang menghancurkan hidupku tujuh tahun lalu.

Tbc.


Terukir Indah NamamuWhere stories live. Discover now