Kerinduan yang Mendalam

7.2K 406 2
                                    

"Tidak apa-apa," aku tersenyum bahagia. Memang bahagia. Dan untuk pertama kalinya di dalam hidup, aku merasa sangat bahagia telah gagal menikah.

Mbak Farida mendekat gugup. Kulihat wajahnya tampak takut-takut. Penuh penyesalan dan rasa bersalah.

"Aku tidak bermaksud menghancurkan hari pernikahanmu. Tapi ...." Air matanya mulai memancar. Ia menjelaskan kisah hidupnya. Selama ini, Mas Faisal salah paham. Mbak Farida sengaja pergi ke kota, untuk bekerja. Karena ia ingin membantu meningkatkan perekonomian keluarga. Hanya saja, Mas Faisal tidak pernah mengizinkan ia bekerja. Sampai Mbak Farida nekad pergi dari rumah. Dia ikut numpang mobil lelaki pemasok buah. Pergi ke kota mencari pundi-pundi rupiah. Mbak Firda berpindah-pindah kerja menjadi asisten rumah tangga. Dia setiap malam menangis. Merindukan keluarganya. Ingin pulang, tapi menahan diri. Setelah tabungannya cukup untuk membayar hutang-hutang keluarga, dia akan kembali pulang. Nyatanya itu semua terwujud setelah 5 tahun bekerja. Tapi di sini, Mas Faisal tidak tinggal diam. Dia seorang pekerja keras. Bahkan mungkin Mbak Firda akan terkejut jika suaminya sudah punya usaha sendiri.

"Tidak apa-apa, Mbak. Justru aku senang. Fara sekarang punya ibu kembali. Ibu yang selalu ditunggu-tunggunya. Sampai kapan pun, tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Mbak di hatinya." Kulihat Fara tengah memeluk kaki Mas Antok. Mengintip diam-diam. Dari matanya, seolah mempertanyakan ada apa ini. Entah sejak kapan mereka berkenalan. Rupanya mereka mudah sekali akrab. Mengingatkanku pada Virga.

"Nay, sekali lagi aku minta maaf. Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan ini," Mas Faisal terus-terusan minta maaf.



"Tidak apa-apa, Mas. Sebenarnya aku sakit bukan karena kegagalan ini. Tapi karena ...."

"Virga?" sahutnya. Aku terdiam.

"Sejak awal bertemu dengannya aku merasa kalian memiliki ketertarikan satu sama lain. Tapi, aku menepisnya. Berharap semua baik-baik saja sampai hari pernikahan. Saat dia bilang jodohnya sedang dipinjam orang, sebenarnya aku paham apa maksudnya. Yang dia maksud itu, dirimu. Anak itu cukup pintar mengendalikan diri di depanku. Tapi tidak bisa membohongiku. Kali ini, aku akan benar-benar mengembalikan jodohnya," kata-kata Mas Faisal cukup menghibur hatiku. Tapi ... Aku bahkan tidak yakin. Apa benar aku jodoh yang dimaksud Virga itu. Bagaimana kalau ternyata dia sudah memiliki seseorang? Hatiku kembali diliputi kecemasan. Satu masalah telah selesai. Tapi ... Tetap. Aku tak dapat melupakan rasa penyesalanku pada Virga.

Satu minggu setelah insiden itu, aku kembali pulang ke rumah. Entah sejak kapan aku mudah sakit-sakitan seperti ini. Setiap malam aku menangis. Dicekam rasa bersalahku. Membuat dada semakin sesak. Kepala pusing dan pingsan.

"Jangan sedih, Nay! Kayaknya kamu alergi sama nangis," Tisa menyeletuk sesuka hatinya. Sedang mengupaskan jeruk untukku yang lagi-lagi tengah terbaring di kamar.

"Kan udah aku bilang, Nay. Pikirkan baik-baik. Jangan sampai salah langkah. Atau kamu akan menyesal. Sebab penyesalan itu, datangnya di belakang," tukas Tisa. Memberikan jeruk untukku.

"Kalo di depan namanya pendaftaran, Tis," timpalku. Tisa tergelak.

"Sejak kapan kamu belajar ngelawak?"

"Cuma sering baca meme. Tapi ... Sama sekali tak ada yang lucu." Aku tertunduk. Setetes air keluar lagi dari sudut mataku.

"Nay, ikhlaskan!" Tisa menepuk bahuku. "Jangan sedih. Aku nggak mau hidupmu dihabiskan untuk kesedihan semacam ini."

"Aku berusaha mencoba, Tis. Bahkan aku ikhlas kalo memang Virga telah memiliki seseorang. Tapi ... Yang terus-terusan menggangguku itu, rasa bersalah ini," terangku. Meski tidak seratus persen jujur. Jauh di lubuk sana, sebenarnya aku merindukannya. Sangat-sangat merindukannya.

"Maaf, Nay. Mbak sudah coba membujuknya untuk kembali. Tapi Virga tidak mau pulang," terang Mbak Dita suatu hari. Aku mencoba tersenyum di depannya. Meski sebenarnya sangat kecewa. Mungkin memang sepantasnya aku mendapatkan hukuman seperti ini. Sampai aku masuk ke rumah sakit lagi. Dan kondisiku benar-benar buruk. Beberapa kali, Tisa membawa psikiater. Beberapa kali pula aku menjalani hipnoterapi. Tapi tidak berhasil.

"Mas Antok sedang ke Turki. Ia akan membujuk Virga untuk pulang. Kamu cepat sembuh, ya," Mbak Dita setia menemani. Terkadang aku malu sendiri. Dia begitu ramah dan menyayangiku.

Semua berusaha, semua bekerja keras membantuku untuk menyalakan hidup kembali. Membawa anak-anak kecil. Murid-murid yang privat padaku setiap hari digiring Tisa untuk menemaniku. Aku terhibur. Walau setelah mereka pergi, dan orang-orang kembali terlelap, aku dihantui lagi oleh rasa bersalahku. Kerinduan yang mencekam itu. Aku merasa, benar-benar akan mati.

"Sepertinya aku tidak kuat. Setiap hari, berat badanku terus menurun. Apa mungkin, ya, aku akan mati?" Tisa langsung melotot ke arahku.

"Naya!" sentaknya.

My Little Student (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang