Dia yang Menghilang

5.8K 422 6
                                    

Ya Allah ... Jantungku berdenyut nyeri. Kubuka satupersatu, dengan wajah panas. Hingga tak kusadari setetes air membasahi kertas itu. Kertas yang penuh coretan tangan Virga. Bahkan aku baru tahu, kalau ternyata ia begitu pandai melukis. Sampai-sampai aku merasa sepuluh kali lebih cantik dilukisannya. Aku tidak sanggup membuka lagi. Berbagai ekspresiku Virga tuangkan ke dalam sana. Bahkan ia mencoba menyatukan aku dan dirinya. Dalam gambaran terakhir. Gambar seorang pengantin wanita dan pria. Yang jelas-jelas itu wajah kami.

"Ada lagi," Mbak Dita merangsek menuju laci dekat ranjang Virga. Menariknya dan mengambil sesuatu.

"Nay," katanya dengan nada bergetar. Sebuah kotak merah. Yang kemudian dibuka. Muncul sepasang cincin perak yang cantik.

"Lihat! Ini bukan cincin biasa." Aku terkejut begitu melihat namaku terukir di bagian belakang cincin. Dan namanya.

"Nay, aku juga punya sesuatu. Apa kamu mau mencoba?" Mbak Dita membuka lemari pakaian Virga. Kulihat sebuah jas hitam yang masih diselimuti plastik. Jas pernikahan?

"Mbak Dita menarik sebuah gaun putih." Aku lagi-lagi terperangah.

"Mbak ... Ini?"

"Virga sudah mempersiapkan semuanya. Mau coba?" Mbak Dita mengusap air matanya yang jatuh. Aku mengangguk. Dengan langkah gontai aku menuju kamar mandi. Kamar yang bersih dan wangi. Lagi-lagi mencerminkan pemiliknya.

Mencoba mengenakan gaun itu yang mengembang lebar bagian bawahnya. Aku merasa seperti putri di negeri dongeng. Dengan terisak aku keluar. Model yang simpel namun tampak elegan. Mbak Dita menyambutku dengan tangis pula.

"Masyaa Allah. Pantas Virga tergila-gila padamu. Kamu sangat cantik. Apalagi pakai gaun ini." Mbak Dita menyentuh pipiku. Tubuhku bergoncang hebat. Kami berpelukan.

"Apa gaunnya kebesaran?"

"Sedikit," ujarku.

"Maaf. Aku hanya mengira-ngira ukuran tubuhmu, Nay," terangnya. Aku melepas pelukannya.

"Jadi ini Mbak yang pesen? Mbak udah tau?" Mbak Dita menggeleng. Mengusap air matanya. Mengajakku untuk duduk di ranjang Virga. Setelah agak tenang, ia mulai bercerita.

"Enggak. Itu Virga yang pesen. Modelnya yang pilih juga dia. Mbak cuma ditanya. Ya, Mbak bikin rincian aja. Meski dia tidak mengatakan secara langsung untuk apa, Mbak tau. Karena diam-diam Mbak mengikutinya," terang Mbak Dita.

"Setiap hari Nay. Entah kamu sadari atau tidak, Virga diam-diam mengikutimu. Dan tanpa sepengetahuannya, Mbak juga mengikutinya. Bukan berarti Mbak sibuk, lalu mengabaikan pergaulan putra Mbak. Mbak ingin tau ke mana aja dia setiap harinya. Ternyata, sebagian besar waktunya ... Ia lakukan untuk dirimu." Mbak Dita menangis. Aku tak sanggup berkata-kata lagi. Dadaku sesak.

"Kamu tahu, Nay. Hari itu dia sedang sakit. Tapi memaksakan diri untuk keluar, demi melihatmu. Sayangnya Virga telat. Dia melihat kamu dijemput calon suamimu itu. Sejak saat itu, Virga terus-terusan mengurung diri. Keluar pun hanya sekali-kali. Dia demam, mengingau namamu. Mbak tidak tahan melihatnya. Malam itu, saat Mbak datang ke rumahmu, sebenarnya ingin melamarmu untuknya. Tapi ... Mbak telat," Mbak Dita menunduk sedih.

"Dia marah waktu tau Mbak datang ke rumahmu. Dia bilang, Mbak nggak boleh merusak rencana pernikahanmu. Dia bilang, kamu bahagia mendapatkan laki-laki itu," Mbak Dita terus menangis. Sesekali mengusap air matanya yang jatuh.

"Kamu tahu kenapa dia ngotot ingin cepat lulus? Itu semua karena kamu, Nay. Dia merancang masa depannya. Tepatnya masa depan kalian berdua." Kali ini, aku yang menangis. Kenapa aku bisa sebodoh ini? Kenapa aku tidak pernah melihat ketulusannya?

"Maaf ... Maafkan aku ... Maafkan aku, Mbak!" Nyaris meraung. Mbak Dita sekali lagi memelukku erat.

"Sekarang ... Sekarang Virga mana?"

"Dia sudah pergi." Aku melepas pelukan Mbak Dita. Menatap wajahnya, ingin mendengar kejelasan.

"Pergi?" Semoga bukan seperti firasatku.

"Ke Turki. Dan Mbak nggak tahu, kapan dia akan kembali." Aku menekap mulut. Menahan agar tidak melolong saat ini juga. Virgaaa! Kenapa ... Kenapa kamu menyerah begitu saja? Padahal kamu sudah melakukan semua ini ....

"Kenapa Mbak nggak bilang dari dulu?" Mbak Dita menggeleng.

"Virga melarangku. Dia bilang, belum waktunya. Tapi ... kupikir, waktu yang dia tunggu tak datang juga." Kami menangis lagi. Sampai kurasa kelenjar air mataku tak berfungsi. Tak dapat lagi mengeluarkan air mata.

"Nay, Mbak nggak ada maksud nunjukin semua ini. Mbak juga sebenarnya tidak ingin mengganggu pikiranmu. Apalagi ... Sampai merusak acara pernikahanmu. Tapi, Mbak hanya ingin kamu tau. Seberapa besar perjuangannya. Seberapa besar rasa cintanya. Virga berangkat tadi sore. Dia bilang, dia akan belajar melupakanmu. Karena itu, Mbak baru bisa memberitahumu sekarang."

My Little Student (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang