Lamaran yang Tertunda

5.6K 407 2
                                    

"Emang hati bisa terluka, Kak?" Fara bertanya dengan keluguannya.

"Nanti kalo sudah besar, kamu akan tau," Virga menyentuh hidung Fara. Yang tampak senang. Lalu ia berdiri, menggandeng tangan gadis kecil itu.

"Main ayunan, yuk!" Aku ingin mencegah. Tapi, mereka seperti asyik sendiri tidak begitu mempedulikan aku. Dan aku hanya mengikuti. Mengawasi dari belakang. Dalam kelengahan Fara yang terus asyik di dorong dan kakinya berayun-ayun, aku coba berbicara pada Virga.

"Sebenarnya, apa tujuanmu, Vir?"

"Maksud, Mbak?"

"Aku tau. Kamu pasti mendengar semua berita tentangku, kan?" Sebenarnya aku memiliki satu kekhawatiran lagi. Aku takut, Virga nekad melakukan sesuatu yang merusak hari pernikahanku nanti. Aku tahu betul siapa dia. Meski hampir tidak mungkin, tapi Virga yang kukenal adalah seorang yang anti dengan kata menyerah. Aku masih ingat. Dulu, setelah ia lulus SMP dan ngotot tidak mau sekolah SMA dengan alasan tidak jelas hingga membuat Mbak Dita dan Mas Antok kerepotan. Virga juga menolak home schooling yang disarankan Mamanya. Tapi anak itu begitu teguh. Dan hanya mau diajar olehku. Padahal, Mbak Dita sudah menyiapkan beberapa guru profesional untuk Virga. Jadilah selama setahun aku mengajarnya. Satu bulan menjelang Ujian Nasional untuk tingkat SMA sederajat, Virga datang nekad ke Dinas Pendidikan mendaftarkan diri sebagai salah satu siswa yang mau ikut ujian nasional. Sementara namanya tidak terdaftar di sekolah mana pun. Kedatangannya ditolak. Beberapa membujuk agar ia masuk ke sekolah umum saja. Usianya sangat bisa untuk masuk SMA. Tapi anak itu teguh. Setiap hari, Virga selalu datang. Sampai sepuluh kali, akhirnya penolakan itu berbuah jawab. Ia diperbolehkan mengikuti unas. Tapi ijazah yang diterima nanti, ijazah paket C. Berita itu cukup gempar. Sampai dimuat ke beberapa media masa. Virga lulus, dan nilainya menjadi terbaik di antara seluruh peserta paket C. Dan ia mendaftar ke salah satu universitas unggulan. Diterima dengan satu-satunya pendaftar yang menggunakan ijazah paket C. (Real story : Rizky. Sarjana muda jebolan UI. Mungkin masih ada di google  :v kahkah.)

"Seburuk itu Mbak menilaiku? Apa Mbak pikir aku akan menggagalkan hari pernikahan Mbak seperti di sinetron-sinetron?" Virga terkekeh.

"Mbak tenang aja. Aku tadi juga nggak sengaja liat Fara nangis sendirian. Terus aku samperin. Nggak taunya ...." Virga mengangkat bahu.

"Ternyata dia ya, calon anak, Mbak."

"Pasti Mbak Dita yang cerita," Virga menatapku serius.

"Mama?"

"Iya. Mamamu datang ke rumah. Bertepatan saat keluarga calonku datang."

"Mau apa Mama ke sana?" Tatapan Virga menyelidik. Jadi dia tidak tahu? Aku pikir mamanya datang karena permintaannya.

"Kamu nggak tau?" Virga menggeleng. Serius. Tapi kemudian bersikap santai lagi.

"Aku akan tanyakan ini, nanti," putusnya. Keheningan menyergap kami. Sampai Fara memecah dengan suaranya.

"Kakak, ayo kita foto kayak mereka!" teriaknya kemudian. Menunjuk ke sebuah tempat. Di mana seorang anak kecil sibuk berpose bersama keluarganya.

"Boleh!" Virga mengeluarkan ponselnya. Ia dan Fara berpose dengan segala bentuk muka wajah. Aku hanya memandangi mereka sesekali menggeleng, melihat tingkah lucu mereka.

"Tante, ikutan juga, ayo!" Fara menarik-narikku.

"Tante nggak bisa foto," Fara tak menghiraukan aku. Virga memotret aku dan Fara. Tapi kemudian gadis kecil itu, "Kita foto bertiga, ayo!" ajak Fara yang membuatku tercengang. Tapi tarikannya menyadarkanku.

Virga mendekat, mengarahkan ponselnya ke arah kami. Dengan posisi Fara di tengah. Berbagai pose mereka lakukan. Tapi aku terlalu kaku. Dari semua jepretannya wajahku paling standar.

"Keren," Virga melihat hasil fotonya. "Seperti gambaran masa depan, ya!" gumamnya lagi, terkekeh. Melayangkan pisnya padaku. Fara menyerobot dan duduk di pangkuannya. Aku tidak menyangka bagaimana bisa mereka bisa akrab secepat ini.

"Coba lihat!" pinta Fara antusias. Lalu mengomentari setiap pose kami. Sesekali mereka terkikik.

"Kayak keluarga, ya," ucap Fara kemudian.

"Ini Fara, ini Abi, ini Umi," Fara menunjuk dirinya, lalu ke Virga dan terakhir padaku. Virga tergelak mengacak kepala gadis itu.

"Anak pintar. Semoga kita jadi keluarga, ya." Ucapannya semakin ngawur. Ia memandangku tengil. Tapi aku segera membuang muka ke arah lain. Tak ingin menanggapi.

Sampai mataku memandang seseorang yang sedang mengawasi kami. Mas Faisal!

My Little Student (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang