Radius 3 Meter

5.8K 431 5
                                    

Virga turun dari motornya, berjongkok, memungut sesuatu. Lalu berjalan ke arah siswi itu. Yang wajahnya tampak bersemu merah. Dan beberapa siswi lain segera merapat ke gadis itu.

"Jepitnya jatuh," Virga tersenyum manis ke mereka. Kulihat salah satu siswiku itu tersipu-sipu. Wajahnya udah mirip kayak kepiting rebus. Sementara Virga, dari ekor matanya sesekali ia melirik ke arahku. Cih! Apa dia pikir dengan cara kacangan seperti itu mampu membuatku cemburu? Nggak lah yaw! Aku berbalik sebal. Sedikit menghentakkan kaki. Hingga sepatu fantofelku berbunyi tuk! Akibat bertumbukan dengan paving. Sampai kurasa murid-muridku terdiam memandang langkahku yang masuk ke halaman sekolah. Aku mengambil motor ke parkiran, bergegas pergi. Tak peduli pada Virga yang entah sejak kapan ia suka berbasa-basi seperti itu.

Tujuanku kali ini menuju perpustakaan daerah. Aku butuh beberapa buku penunjang sebagai referensi untuk soal-soal. Aku berkeliling. Hingga akhirnya buku yang kucari kutemukan di salah satu rak buku. Sayangnya, cukup tinggi.

Aku menggayuh-gayuh tapi tak bisa. Ingin rasanya aku menggeser kursi dan naik ke atasnya demi mengambil buku itu. Tapi, itu terlalu konyol dan tidak sopan. Seandainya ... Belum sempat aku memikirkan cara yang lebih baik, kurasakan kehadiran seseorang yang begitu dekat. Dan sebuah tangan menjulur ke atas melampaui tanganku.

"Kamu!" Aku kaget. Saking kagetnya sampai mundur selangkah dan berteriak cukup keras. Hingga membuat beberapa orang merasa terusik, menaruh satu jarinya di depan mulut sebagai tanda agar aku tidak berisik. Aku tersenyum mengangguk sebagai permintaan maaf pada mereka.

Virga mengulum senyum. Seperti menahan untuk tidak mentertawakanku.

"Ngapain kamu di sini?" Aku berkata lebih pelan sekarang. Setengah berbisik. Virga tersenyum sedikit sombong. Bersedekap menghadapku.

Tanpa mengindahkan pertanyaanku, anak itu mencibir, "Sekarang, siapa yang anak kecil?" Dia mengukur dengan matanya. Membandingkan tinggiku dengan tingginya. Bahwa memang kenyataannya aku tidak lebih tinggi dari bahunya. Aku menahan emosi. Jangan sampai aku kelepasan dan menimbulkan berisik.

"Buku mana lagi yang mau diambil Adik kecil? Biar Kakak yang ambil. Atau mungkin semuanya? Kakak sanggup kalaupun harus menurunkan semua buku di sini." Virga tersenyum jail. Ugh! Aku ingin sekali marah padanya. Tapi ... Dia benar-benar sedang usil. Rasanya percuma. Virga mengangkat sebelah alisnya. Yang kupikir sekarang menjadi andalan untuk beramah tamah dengan gadis-gadis. Ia menyodorkan buku itu.

"Aku bisa mengambil sendiri!" ketusku merampas kasar dari tangannya.

"Yakin?" tanyanya tersenyum meledek. Memandangku remeh. Aku hendak membuka mulut, namun mendadak mata kami teralihkan ke sebelah. Tampak dua orang wanita tengah kesusahan ingin mengambil buku di rak teratas. Virga mendekat, membantu mereka. Tampak pipi mereka merona semerah tomat, saat Virga mengangkat sebelah alisnya. Memberikan buku itu. Kedua gadis itu sesekali curi-curi pandang. Kemudian menunduk tersipu begitu melihat senyum Virga mengembang ke arahnya. Dasar tukang tebar pesona! Sekali lagi. Aku berjalan sedikit menekan sepatuku ke tegel putih, hingga berdecit. Membuat dua orang tadi, aku yakin akan melihat ke arahku.

"Cepat sekali jalannya adik kecil," celoteh di belakang. Virga terus mengikutiku. Sampai aku berhenti mendadak, balik menoleh ke belakang. Virga sedikit mengerem langkahnya agar tidak menabrakku.

"Berhenti mengikutiku!" Tapi lagi-lagi ia melempar pandangan ke arah lain. Sama sekali tidak mengindahkan perkataanku. Beberapa gadis yang mungkin sejak tadi memperhatikannya, melambai begitu ia menatap dan tersenyum ke arah mereka.

"Cih! Sejak kapan kamu suka basa-basi begitu?" Entah mengapa aku melontarkan kalimat itu. Membuat Virga menoleh ke arahku dan tersenyum lebar.

"Memangnya kenapa?" tanyanya dengan tampang polos. Seolah tanpa dosa.

Aku hanya menahan napas, menyipitkan mata kesal. Virga menjentikkan jarinya.

"Aku tau. Mbak cemburu, ya?" tanyanya. Yang seketika membuatku kikuk. Iya, ya? Kenapa aku harus marah? Bukankah itu urusannya?

"Enggak!" jawabku ketus. Sedikit menegakkan kepalaku. Memasang wajah angkuh.

"Hmm ... Tapi kok sewot," dia tersenyum jail. Membuatku tidak tahan lama-lama menghadapinya. Aku tak banyak bicara lagi. Langsung ngeloyor pergi. Setelah meminjam buku yang kubutuhkan, aku berjalan menuju parkiran. Tapi Virga masih terus mengikutiku.

"Jangan mengikutiku! Jangan mendekat!" Virga langsung menghentikan langkahnya.

"Aku tidak mengikuti, Mbak. Aku juga mau mengambil motorku. Keperluanku sudah selesai di sini," Virga memasang muka polosnya lagi. Begitu ia hendak melangkah, aku menahan.

"Jangan mendekat!" Virga menghela napas. Lalu mundur.

"Baik mau berapa meter? Satu meter? Dua meter? Atau ...."

"Tiga meter!" kataku.

"Baiklah. Radius 3 meter. Kira-kira segini," ujarnya. Masih tetap tersenyum, tidak marah.

My Little Student (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang