|18. Sebuah Konsekuensi|

1.1K 101 19
                                    

Ragu-ragu ia menyerahkan lembaran-lembaran kertas cerpen miliknya kepada Bu Alma. Ini hari terakhir pengumpulan cerpen dan Magenta sudah mumutuskan untuk melanjutkan apa yang telah ia mulai sebelumnya.

"Ini cerpen saya untuk bulan bahasa, Bu."

Bu Alma tersenyum lebar. Ia meraih lembaran-lembaran kertas itu, melihatnya sekilas.

"Terima kasih, Magenta."

"Bu, Valent juga sudah ngumpulin cerpennya?"

"Sudah, Magen. Beberapa hari yang lalu. Ada apa?"

Magenta mengangguk-anggukan kepalanya. "Nanya aja, Bu. Saya permisi ya, Bu. Terima kasih."

Pintu ruang guru berderit peran saat Magenta memutar kenop pintunya. Langkahnya yang cepat lekas membelah kerumunan siswa yang sibuk mengobrol di koridor. Ia memasang headphone-nya, lagi-lagi untuk menghalau suara-suara yang sibuk membicarakan dirinya dan Valent.

Berita tentang kedekatannya dengan Valent sudah tersebar ke seluruh penjuru sekolah. Topik cowok independen yang sedang dekat dengan cewek sombong seantero sekolah sudah menjadi pembicaraan hangat selama seminggu.

"Mulai dari sekarang nggak ada yang namanya temen diem-diem lagi." Begitu kata Valent saat tiba-tiba ia mengajak Magenta untuk duduk di pinggir lapangan.

"Saya mau beli makanan di kantin, kamu diem di sini ya?" lanjutnya.

Alis gadis itu bertaut, tidak mengerti.

Yang Magenta tahu saat itu Valent lekas pergi dari hadapannya dan kembali membawa dua bungkus roti dan air mineral.

Valent melemparkan sebungkus roti pada Magenta--Magenta refleks menangkapnya.

"Makan cepet," ujar Valent sebelum mendaratkan bokongnya ke kursi panjang yang terdapat di pinggir lapangan.

"Lo gila, Val. Makan di tempet umum gini?" Magenta mengembalikan sebungkus roti itu, bangkit dari duduknya. Namun, Valent menahan lengannya. Memaksa ia untuk duduk.

"Saya nggak peduli lagi dengan 'teman secara diam-diam' yang pengen saya lakuin sekarang adalah bilang ke semua orang kalo saya adalah temen kamu dan kamu adalah temen saya."

Dan semuanya terjadi begitu saja. Mereka berdua makan di pinggir lapangan sedangkan beribu mata tertuju kearah mereka. Esok harinya berbagai macam suara memenuhi indra pendengaran Magenta dan berbagai coretan dengan tipe-x mulai memenuhi mejanya. Dan setiap harinya, Radar marah-marah di dalam kelas meminta teman-teman yang lain membantunya membersihkan meja Magenta. Walau pada akhirnya hanya Niko yang mau menuruti Radar.

Dan Magenta? Ia masih terlihat tidak memiliki beragam emosi yang manusia miliki walau hatinya terobek untuk ke sekian kalinya.

Sesesorang dengan sepatu putih berhenti di hadapannya. Dia, Karen, cewek populer dari kelas sebelah, selebihnya, Magenta tidak tahu apa-apa mengenai gadis itu. Ia juga tidak tahu, apa yang membuat gadis itu tiba-tiba merampas headphone beserta walkman miliknya.

"Oh ini cewek sombong yang lagi deket sama Valent?"

Magenta masih tak menunjukkan ekspresi apa pun walau dalam hati ia sudah memekik bahwa orang yang berdiri di hapannya tidaklah waras lagi. Ia menjulurkan tangannya. "Kembaliin."

Karen tidak mengembalikannya. Ia justru melempar walkman dan headphone milik Magenta ke dalam selokan.

"Sinting?" Magenta masih tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Matanya hanya menatap walkam miliknya yang sudah pecah berserakan. Ia beringsut mengambil walkman-nya--yang sudah tidak terlihat seperti walkman--kemudian melemparnya ke kaki Karen.

To już koniec opublikowanych części.

⏰ Ostatnio Aktualizowane: Dec 03, 2017 ⏰

Dodaj to dzieło do Biblioteki, aby dostawać powiadomienia o nowych częściach!

AkustikOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz