|8. Ingatan Kecil Milik Valent|

1.2K 135 37
                                    

BAGIAN KEDELAPAN
~
|Ingatan Kecil Milik Valent|
~

"Ada tiga kunci ketenangan dalam hidup versiku. Pertama, berbuat banyak kebaikan. Kedua, sedikit berharap. Ketiga, memaafkan."

~

Wangi teh menyeruak ke indra penciuman Valent. Kepulan asap tidak menjadi masalah bagi wanita yang tengah duduk di hadapannya. Wanita dengan jilbab merah muda yang ia panggil 'tante' meraih cangkirnya, menyesap tehnya perlahan. Refleks Valent meraih segelas minuman sodanya, meminum minumannya setelah wanita itu menyesap tehnya, tanda ia menghormati wanita yang berada di hadapannya.

"Masih tidak suka makanan panas?" ujar wanita itu. Dia tersenyum menatap cangkir tehnya, kemudian kembali menatap Valent.

Valent meletakkan gelas berisi soda kembali, lalu menggeleng.

"Tante sudah bilang 'kan. Laki-laki itu harus tahan sama yang namanya panas," ujar wanita itu disertai tinjuan yang lumayan keras mendarat pada bahu Valent hingga dia meringis.

"Uh, tinju tante udah lumayan keras ya?" Valent mengusap-ngusap bahunya sambil memberengut. Dia sudah biasa dengan sikap Athana—sepupu ayahnya sekaligus tantenya—yang selalu meninjunya jika ada kesempatan. Namun, kali ini di luar dugaannya. Tinju itu terasa lebih sakit daripada satu tahun yang lalu.

"Oh ya pasti dong." Wanita itu menunjukkan beberapa otot yang tidak terlihat di balik pakaiannya sambil tersenyum bangga pada Valent.

Tersenyum lebar Valent dibuatnya. "Dulu gendong Valent aja udah ambruk. Padahal umur Valent baru tujuh tahun dan Tante ... enam belas 'kan?" Valent sedang mencoba menggoda Athana. Valent ingat, kali pertama mereka bertemu, saat Lebaran Idul Adha. Athana dulu adalah gadis remaja yang mengasyikkan bagi Valent. Dan saat Athana sudah menikah, Athana tidak banyak berubah. Hanya wajahnya yang sedikit terlihat dewasa.

Athana mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah Valent, menatap Valent mendelik. "Jangan coba-coba buka rahasia, Valent." Ia kembali duduk ke tempat semula tanpa lupa menjitak dahi Valent sebelumnya.

Valent meringis lagi, mengusap dahinya. "Sebenernya, sejak kapan hobi tante nyiksa orang gini?" Dia bangkit dari duduknya. "Valent aduin ke nenek, ya?"

Sambil menyunggingkan senyum, wanita itu mengeluarkan sebuah miniatur kereta dari dalam tasnya. "Valent yakin?"

Valent terdiam sebentar, seraya sedang menyelidik. "Tante ... beli?" Dia tersenyum lebar. Valent baru saja ingin meraih miniatur itu, Athana segera mencegahnya.

"Duduk dulu, Valent." Athana tersenyum, merasa dia telah menang. Dia tahu, Valent adalah maniak kereta. Ia menyukai segala hal tentang kereta, majalah, miniatur, novel fiksi atau pun non fiksi.

Valent menurut. Belum Athana berujar lagi, sang nenek datang sambil membawa beberapa kue untuk dimakan bersama malam ini. "Athana, kamu nyogok Valent lagi?" ujar Hestina saat melihat miniatur kereta berada di tangan Athana.

Athana menggeleng. "Nggak, Tante. Thana cuma mau kasih Valent kok. Reksa yang beli pas ada kerjaan di London," ucap Athana. Sebenarnya wanita itu tidak berbohong. Yang membelikan miniatur kereta ini memang Reksa—suaminya—namun miniatur kereta ini merupakan bahan penyogok ... sedikit benar.

Hestina tersenyum, duduk di hadapan Athana. "Kamu ini dari dulu sampai sekarang saya masih nggak percaya kamu udah punya suami, Athana."

Melongo Athana dibuatnya, dia melirik Valent. Keponakannya kini tengah menahan tawa.

"Valent juga nggak percaya, Nek. Dari dulu sampai sekarang sama aja kayak ngadepin Ayfa," tutur Valent membuat Athana melayangkan satu jitakan lagi di dahi Valent.

AkustikWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu