"Zelin!!!"
Bola mataku berputar jengah ketika melihat Revi di belakangku. Padahal jarak kami tidak terlampau jauh. Hanya beberapa langkah saja dia bisa menyusuliku. Namanya juga Revi. Selalu saja membuat heboh di mana-mana.
Tetapi untung saja Revi tidak memanggilku adik ipar. Bisa ribet urusannya nanti, kan?
Revi merangkul bahuku dan duduk di tempat paling ujung. Sepertinya ini adalah tempat duduk favorit mereka. Tetapi aku senang, mereka memilih tempat yang ujung, walau tidak ujung-ujung sekali.
"Ada yang mau dipesan?" Seorang pelayan cafe wanita tiba-tiba saja menampakkan diri di hadapan mereka bertiga. Revi langsung mengambil menu yang diberikan pelayan tersebut. Mereka menyebut nama-nama makanan yang asing di telingaku. Maklum, aku bukan anak gaul yang sering nongkrong di kafe. Aku lebih suka makan di rumah. Walaupun di luar, paling aku hanya makan di warteg. Itupun jarang sekali.
"Lo mau mesan apa, Zel?" Tiba-tiba Revi bertanya padaku.
"Eeee... Terserah aja deh," jawabku kaku.
Revi mengangguk seakan mengerti lalu berbicara lagi kepada pelayan itu.
"Chicken salad satu lagi. Minumannya--
"Jus melon." Aku memotong perkataan Revi.
Revi berkata sambil melihatku bingung. "Oke, honeydew juice satu."
Pelayan tersebut tampak mencatat pesanan, kemudian setelah mencatat ia berkata, "Silahkan menunggu," katanya tak lupa pula dengan senyuman yang terpampang manis di wajahnya.
"Lo beruntung banget ya bisa dapetin Arlan." Racha berkata setelah pelayan tersebut pergi dari hadapan mereka.
"Dia kan banyak yang suka. Cuman karena Abel terus nemplok ke dia, cewek-cewek pada nggak berani dan malah pindah ke fans club Rifen."
"Hah? Fans club?" Sungguh aku terkejut mendengar fakta yang diberikan Elis. Sebegitu fanatikkah cewek-cewek yang berada di sekolahku?
"Iya. Lo nggak tahu? Jadi Arlan itu punya fans club. Namanya My Arlan."
Elis memangku wajah dengan satu tangannya sambil menggoyangkan jemari, terlihat seperti berpikir. "Kebanyakan cewek suka bad boy sih."
"Gue udah pernah bilang nggak sih kalau Arlan bad boy? Sebelum ketemu elo." Racha bertanya sambil sibuk merapikan rambut, mengikatnya menjadi ekor kuda.
"Pernah," sahutku singkat.
"Sebenarnya itu karena kekangan dari orang tuanya aja. Lagian dalam dirinya, dia good boy kok. Rajin salat, ngaji, sayang aja nggak ikut rohis. Dia itu mirip banget sama mamanya."
"Lagian good boy lebih ngademin kali." Revi menimpali.
"Lo lihat aja deh, dia sering salat, kan?" Tiba-tiba wajah Racha berubah menjadi sewot. "Rifen? Pencitraan aja kayaknya tu."
Beruntung makanan sudah sampai sehingga aku tidak perlu mendengar pembicaraan mereka lagi. Entah kenapa mengetahui fakta Arlan banyak disukai, malah membuat dadaku jadi sesak.
"Eh itu Bang Sem, kan?" Racha kembali mengeluarkan suaranya. Aku melihat ke arah pandang Racha. Agak buram, jadi aku tak terlalu melihat wajah cowok-cowok yang lewat dengan jelas.
"Oh My God! Akhirnya dia dateng juga! Indahnya ciptaan Tuhan." Revi langsung mengikuti arah pandang Racha dengan berbinar-binar.
"Nikmat Allah mana lagi yang bisa didustakan?" Kini Elis ikut-ikutan menatap kagum ke arah cowok-cowok yang sedang menaiki panggung itu.
YOU ARE READING
Diary Of an Introvert (REPOST)✔
Teen FictionFollow @ranikastory on Instagram. Diary Series [1]: Ini aku dan kisahku yang selalu dianggap berbeda hanya karena diriku seorang introvert yang hidup dalam dunia ekstrovert. Aku membenci diri dan hidupku hingga satu per satu kejadian menyadarkanku a...
📓18 - Pinky Promise
Start from the beginning
