"Gue pergi."
"Ya pergi aja," jawab Rifen ketus sambil tetap fokus pada layar komputer.
"Fen, aku pergi juga ya ke kelas." Aku berkata kaku. Hatiku sedang tidak enak sekarang.
"Oke deh. Nanti kita ketemu lagi ya. Ada yang mau gue bicarain sama lo."
"Aku duluan."
Aku berjalan cepat menyusuli Racha. Namun ternyata Racha berjalan lebih cepat dariku. Buktinya dia sudah duduk di dalam kelas, membaca buku seperti tak kenal lelah. Kuurungkan niatku dan duduk di tempatku. Pas sekali Bu Varia langsung masuk ke dalam kelas.
Jam keluar main berdering. Aku yang sibuk menyalin catatan di papan tulis langsung berhenti sejenak ketika Racha keluar dari kelas setelah Bu Varia keluar.
"Cha!" Aku memanggilnya setelah berada di luar kelas.
Racha berhenti, lalu membalikkan badannya. "Ada apa?"
Aku menarik napas sejenak sebelum bertanya. "Kamu marah sama aku?"
"Hah? Nggak kok. Kenapa nanya gitu?"
Aku menghela napas lega. "Soalnya tadi pas di ruang OSIS kamu kayak sewot gitu."
"Nggak kok. Hmm... Sebenernya gue nggak suka lo deket sama Rifen. Dia itu playboy. Lo jaga jarak ya sama dia. Gue mau ke perpus dulu."
Setelah berkata seperti itu, tanpa aling-aling Racha pergi meninggalkanku. Aneh. Aku tidak mengejarnya lagi dan kembali ke kelas. Di kelas, Windi tampak manja dengan Dino. Telingaku sudah panas mendengar nada manjanya, apalagi Elis yang seperti sudah mau terbakar.
"Norak!" Setelah berteriak seperti itu di depan Dino dan Windi, Elis langsung melenggang keluar kelas.
"Sirik aja lo. Bilangin tuh sama temen lo jangan jomblo berkepanjangan. Begitu tuh bentuknya," cemooh Windi kepadaku.
Aku tidak berkutik dan berjalan keluar kelas menyusuli Elis. Kulihat Elis duduk sendirian di taman depan dekat dengan kelas. Aku mendekatinya.
"Kamu nggak papa, kan?"
Bukannya menjawab, Elis malah memeluk erat tubuhku. "Kalau gue bilang baik-baik aja, berarti gue bohong."
"Udahlah, Lis. Jangan berpikiran yang aneh-aneh dulu. Mungkin aja kan Dino cuma main-main aja sama Windi." Entah kenapa kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku. Darimana juga aku tahu kalau Dino hanya bermain-main? Mungkin saja saat itu Arlan berbohong kepadaku.
"Gue mau cerita sama lo, tapi janji nggak bakal bocorin ini ke siapapun."
Aku menatapnya yang menatapku begitu lekat. "Iya, janji." Sekali berjanji pasti akan kutepati. Lagipula aku bukanlah tipe orang yang suka membicarakan orang lain.
"Dulu itu gue sama Revi pernah berantem gara-gara Dino. Dino pernah suka sama Revi. Dia nembak Revi di depan gue. Revi terima. Waktu itu, Revi nggak tahu gue suka sama Dino."
Elis kembali menghirup napas dalam-dalam sebelum melanjutkan. "Sampai suatu hari Revi tahu. Dia marah sama gue. Sejak tahu, Revi langsung mutusin Dino. Gue nggak tahu kenapa, yang jelas Dino berpikiran Revi mutusin dia karena gue ngomong macam-macam tentang dia. Hubungan persahabatan kami merenggang."
Dia terdiam lagi. Aku hanya mendengarkan semua ceritanya dengan seksama.
"Sampai kami masuk ke SMA dan ketemu lagi, baru deh gue, Revi sama Dino temenan bahkan sahabatan. Dino bilang dia maafin gue. Sampai sekarang Zel, Dino mungkin masih berpikiran gue yang mutusin hubungan dia sama Revi."
Elis menangis sesenggukan. Aku tak bisa berkata-kata, hanya pelukan yang bisa kuberikan padanya. Berharap, dia bisa kuat menjalani semuanya.
. . .
YOU ARE READING
Diary Of an Introvert (REPOST)✔
Teen FictionFollow @ranikastory on Instagram. Diary Series [1]: Ini aku dan kisahku yang selalu dianggap berbeda hanya karena diriku seorang introvert yang hidup dalam dunia ekstrovert. Aku membenci diri dan hidupku hingga satu per satu kejadian menyadarkanku a...
📓8 - Antara Sedih dan Lucu
Start from the beginning
