Bagaimana Bisa?

96 1 0
                                    

Happy reading
Maaf kalau typo bersebaran
Dan juga maaf kalau nge postnya
Lama
Mohon batuannya
🙏😃✌😃🙏

"Ah... Akhirnya selesai juga." Yaca merentangkan kedua tangannya.

Menghirup udara sekuat-kuatnya untuk menghilangkan sesak yang lama mengisi rongga paru-parunya. Adit mendongakkan kepala menatap ke dalam birunya langit, ia berpikir. Betapa melelahkan semua tugas yang diberikan pada Yaca. Anehnya, Yaca mengerti mengenai tugas itu. Awalnya Adit bingung, tugas yang diberikan kepada Yaca berhubungan dengan pelajaran IPS sedangkan mereka anak IPA. Untungnya Yaca jenius, dengan sekali analisa ia mampu mengerjakannya dan mengajari Adit secara bersamaan.

Satu jam berlalu, waktu istirahat telah habis. Mereka memutuskan untuk mengumpulkan hasil kerja mereka. Adit membantu membawakan lembaran kertas itu, sedangkan Yaca berjalan dibelakang Adit. Cewek itu memperhatikan Adit dengan pandangan yang sulit diartikan. Seperti mengandung makna yang dalam. Tapi Yaca tak mengetahui tentang hal itu. Ia terlalu bodoh jika mengenai perasaan. Ia tak pantas lagi dipanggil jenius. Karena menyangkut hal ini ia begitu menutup diri dan kaku. Layaknya seorang bayi yang baru terlahir ke dunia yang belum mengetahui bagaimana dunia ini.

Mereka sampai di kantor guru. Yaca mengintip dari balik kaca, pak Danu tengah bercanda ria disana. Tak ada beban seperti kebanyakan guru yang biasanya dibuat bingung dan jengkel oleh anak didiknya. Pak Danu tertawa terpingkal-pingkal mendengar cerita dari bu Leza. Kesan horor dan killer menguap seketika entah kemana saat pak Danu tertawa. Apakah guru yang satu ini memang selalu begitu. Memakai topeng ketika bertemu dengan anak didik dan melepaskan topeng saat anak didiknya tak ada. Wah... Ini suatu hal yang langka. Yaca berpikir jahil mengenai pak Danu. Adit yang melihat senyum miring Yaca mulai menebak. Sekarang apa lagi yang dipikirkan oleh cewek itu?

Yaca mengeluarkan ponsel dari saku rok abu-abunya. Ia hendak mengabadikan moment langka ini. Jadi setiap siswa tak harus takut lagi dengan pak Danu. Yaca akan menekan kamera di ponselnya, namun dengan cepat Adit merampas ponsel itu dan menggeleng. Yaca bertanya dengan menggunakan raut wajahnya. Adit menggeleng dan menunjuk pintu kantor yang telah terbuka. Ketahuan lagi. Huft... Yaca menghela nafas berat saat melihat pak Danu sudah berdiri di depan pintu. Guru yang cepat bergerak. Jangan lagi ia terkena jurus maut dan ocehan pak Danu tentu saja ia tak berniat mendapat tambahan hukuman.

"Apa yang kalian lakukan disini? Bukannya masuk ke dalam kelas!"

"Saya ingin mengumpulkan tugas saya pak. Saya sudah menyelesaikan tugas itu semua."

Pak Danu mengangguk dan menyuruh Yaca untuk meletakkan tugas itu di mejanya.

Setelah itu Yaca keluar dengan langkah malas. Ah, hidupnya memang tidak semudah remaja-remaja lain. Bersenang-senang dan menghabiskan waktu untuk pergi berbelanja atau kencan bersama pacar mereka. Yaca menghela nafas berat, ditatapnya Adit yang tengah menunggu dirinya sambil bersandar di dinding. Cowok itu tampak meneliti tatapan Yaca yang menggambarkan sebuah keputus-asaan. Yaca menunduk lesu, ia telah menghabiskan waktu istirahat yang cukup panjang untuk mengerjakan tugas tanpa mengisi perut terlebih dahulu. Alhasil sekarang perutnya dengan nyaring bertalu-talu minta diisi. Mata cewek ini berkaca-kaca saat mendengar bel masuk berbunyi. Kenapa ia harus menjalani hidup dengan menyedihkan seperti ini? Ah, ingin rasanya Yaca menangis gulang-guling di lapangan basket. Ia telah banyak melewatkan jam istirahat untuk mengerjakan tugas, bahkan tidak seperti itu lagi melainkan memang menghabiskan semuanya untuk do assignment. Payah, alasan yang payah jika maagnya kambuh. 'Bu, maag saya kambuh karena tadi nggak sempet ngantin. Sibuk ngerjain tugas gitu.'

Love StoryWhere stories live. Discover now