Chapter 13 : Fitting Wedding Dress

1.3K 58 0
                                    

~~~

*3 days later*

Setelah kejadian badai waktu itu, aku belum bertemu atau menghubungi Harry. Kami sama-sama menjauh untuk sementara, padahal pernikahan tinggal 4 hari lagi, dan hari ini aku mulai cuti untuk fitting dress atau mengurus persiapan lainnya. Setelah fitting dress, esok harinya aku dan Harry harus pergi untuk foto pre-wedding di pantai. Tapi aku yakin, lusa nanti pasti akan terjadi ke-awkward-an yang sangat menyebalkan. Itu sudah dapat diprediksi. Sikap Harry yang tak mau memulainya duluan karena gengsi yang berlebihan dan sikapku yang sangat membosankan, -menurutnya. Tapi takdir sudah menggariskan semuanya. Harry adalah masa depanku yang entah sampai kapan aku dan ia akan sama-sama bertahan. Ditambah Weronica sialan yang selalu menggoda Harry. Jalang gila!

"Shella?" suara yang selama berminggu-minggu kurindukan telah menggetarkan gendang telinga hingga sampai ke hatiku. Apa benar suara ini adalah suaranya? Aku.. Ingin menangis sekarang juga. "Shell? Kau.. Kau kenapa?"

Air mataku meleleh seketika saat pandanganku bertemu dengan sepasang mata hazelnya yang menggetarkan jiwa itu. Aku menangis lagi karenanya. Untuk yang kesekian kalinya, setelah perpisahan itu. "Zayn.." balasku dengan suara parau. Langsung kuberhambur ke dalam dekapannya yang kurindukan selama ini.

"Hay, love," sapanya dengan lembut setelah membalas pelukanku. Sebelah pipinya menyentuh kepalaku dan kedua tangan besarnya melingkar di punggungku, mengusapnya pelan. "I've missed you so much," bisik si mata hazel itu dengan indahnya.

"Zayn, I miss you, always," balasku semakin mempererat dekapannya. Aku pun tenggelam dalam dada bidangnya, merasakan setiap hentakan jantung yang begitu teratur, nafas yang berhembus mengenai kepalaku, kecupan kecil di puncak kepala, aroma manis dari parfume yang selalu Zayn kenakan. Semuanya. Sangat indah. Kenapa bukan ia yang menemani hari tuaku kelak? Kenapa bukan ia yang menjadi ayah dari anak-anakku nanti? Menemani tidurku, selalu ada saat kubuka kedua mataku di pagi hari. Kenapa harus Harry? Kenapa bukan Zayn?

Dan rasa nyeri itu kembali menyerangku, lagi. Satu pertanyaan yang diteriakkan oleh batinku, "Kenapa kau tidak coba jalani semua yang telah Tuhan gariskan?" "Shell, kau mau kemana?" tanya Zayn setelah ia melepas pelukanku. Lagi-lagi, jari lembutnya menghapus butiran air mata yang jatuh di pipiku. "Jangan menangis. Kau jelek jika menangis."

Aku terkekeh, pura-pura. Seandainya lelaki ini tahu apa yang telah calon suamiku lakukan selama ini, apa ia akan marah seperti dulu, saat orang lain menggodaku? Sadar. Aku dan dia sudah bukan siapa-siapa lagi. Aku dan dia tidak akan lagi bisa menjadi kita. "Uhh, aku harus fitting dress, kau sendiri?" tanyaku balik. Terlintas di wajahnya, ekspresi terkejut sekaligus hancur. Menyakitkan. Sangat.

"Sendirian? Berjalan kaki? Dimana Harry?" Zayn bertanya dengan nada yang sedikit terdengar kesal. Atau mungkin hanya perasaanku saja yang berlebihan? We never know.

"Dia masih di kantor. Hari terakhir bekerja. Butiquenya dekat. Harry bilang, dressnya adalah sebuah surprise. Jadi, ia hanya ingin melihat dress itu di pernikahan nanti," jelasku dengan suara kecil. Zayn mengangguk sembari memajukan bibir bawahnya. Itu sangat cute, omong-omong. "Kau mau kemana, Zayn?" Ingin sekali aku memanggilnya babe, hun, atau Zaynie lagi seperti dulu.

"Umm, rencanya ingin pergi ke starbucks. Tapi, melihatmu kesepian, kurasa aku harus menemanimu untuk fitting dress. Kau mau kutemani?" tanyanya meminta izin. Ya, kami sama-sama sadar bahwa, aku adalah calon istri lelaki lain, dan ia adalah mantan kekasihku.

"Aku tidak bisa menolak, Zayn. Senang jika kau mau menemaniku untuk melakukan hal bodoh itu," candaku membuatnya terkikik. Suara malaikat itu akhirnya terdengar juga. Tawa malaikat yang sangat indah. Melebihi lagu-lagu yang dinyanyikan oleh para bidadari.

My Emotional Husband // [{Harry Styles}]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum