25. The Worst Dinner Ever

142 19 8
                                    

25. The Worst Dinner Ever


Megan lelah.

Ia tiba di rumah sore hari dan ketika ia membuka pintu suara Robert menyambutnya.

"Megan, akhirnya kau pulang, sayang. Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."

Robert memang sengaja menunggu Megan. Ia bahkan menunggu di ruang tunggu sambil melihat jam sedari tadi.

"Tunggu, kau darimana?" tanya Robert melihat wajah Megan yang berantakan.

Sebenarnya Megan tidak langsung pulang ke rumah tadi. Ia pergi ke taman hiburan sendiri setelah pagi tadi ia datang ke sekolah untuk audisi cheers dan gagal ikut.

"Ayah ingin bicara apa?" tanya Megan tak ingin basa-basi. Ia ingin istirahat.

Meskipun kecewa karena pertanyaannya tak dijawab, Robert tetap melanjutkan, "Hmm... besok aku mengundang seseorang untuk makan malam di rumah, sayang. Sudah lama sejak kita tak kedatangan tamu. Kuharap kau ikut besok. Aku sudah membelikan gaun untukmu di kamar."

"Tamu?" tanya Megan. Memang sudah lama sekali sejak mereka mengundang seseorang ke rumah. Ini akan jadi pertama kali di rumah barunya.

"Iya, tamu spesial," ucap Robert tersenyum. Ia mendekat ke arah Megan lalu menepuk lembut kepala putrinya. "Ayah ke kamar dulu. Istirahatlah, sayang."

Robert berlalu ke kamar dengan wajah ceria, sedang Megan masih memasang wajah bingung, masih menenteng tas yang dibawanya.

***

Hari Minggu, ketika matahari terlanjur tergelincir di sebelah barat, Megan masih duduk di atas ranjang sambil mengelus gaun beludru biru yang ada di sampingnya.

Sebenarnya ia sangat malas, tapi rasa penasaran akan siapa tamu spesial yang dibilang ayahnya tak bisa ia bendung.

Megan menggeram kesal, terpaksa bersiap dengan setengah hati.

Saat turun ke lantai bawah, ia melihat ayahnya sedang menyiapkan makanan. Robert memanggang ayam spesial untuk tamu itu.

"Tamunya belum datang, Dad?" tanya Megan mendekat, hidungnya disambut aroma kayu manis dan black pepper.

"Belum, mungkin sebentar lagi," ucap Robert senang. Tak lama setelah mengatakan itu, bel pintu berbunyi.

"She's coming."

Robert bergegas ke pintu depan. Dan Megan mengernyit karena perkataan ayahnya. She?

Megan mulai merasa mual.

Lima menit Megan menunggu di ruang makan, seorang wanita anggun masuk dengan tangan digandeng Robert.

Megan membulatkan matanya, begitu kaget melihat wanita itu datang lagi.

"Hai, sayang. Kau sudah pernah berkenalan dengan Laura, bukan?" tanya Robert dengan mata berbinar.

"Hai, Megan," sapa Laura melambaikan tangan. "Senang bertemu denganmu lagi. Aku senang bisa makan malam denganmu hari ini." Ia tersenyum pada Megan tapi gadis itu tak tahu harus membalas apa.

Robert menuntun Laura duduk di samping kanan, menyiapkan tempat duduk perempuan itu dan Robert sendiri mengambil bagian di ujung sebagai kepala keluarga.

"Duduklah, sayang," ajak Robert melihat Megan terdiam.

Megan terpaku. Balik menatap wanita itu dan ayahnya. Ia tak bisa berbuat apa-apa selain menurut.

Makan malam bersama wanita asing sungguh membuat Megan ingin muntah. Demi Tuhan, wanita di depannya itu sudah tidur dengan ayahnya.

Laura dan Robert bercerita tentang saham dan hal yang Megan tak mengerti. Ia juga tak peduli.

"Bagaimana sekolahmu, Megan? Apa menyenangkan?" tanya Laura tiba-tiba.

Butuh waktu untuk Megan menjawab. "Baik."

Robert menatap Megan sekilas, memberi tanda untuk bersopan santun.

"Tampaknya kau punya banyak sahabat, Megan. Sungguh beruntung. Terakhir kali aku datang, kalian menginap di sini, 'kan?"

Megan mengernyit. Sialan wanita ini! Waktu itu ia sibuk di kamar bersama ayahnya. "Bukan urusanmu!" jawab Megan pedas.

Laura menatap Robert, meminta pertolongan.

"Megaaaaan, jaga ucapanmu!" ucap Robert kesal.

Megan menatap tajam Laura, dan akhirnya mengalah. Ia melanjutkan makan dalam diam.

Setelah beberapa lama dalam diam yang tak jelas, Robert berdehem. Megan sempat mengangkat kepalanya hanya untuk melihat ayahnya menggenggam tangan Laura.

"Ehm, Megan..." ucap Robert memulai.

"Sebenarnya, ayah ingin menyampaikan hal penting malam ini," tambahnya melihat ke arah Laura.

Baru di detik itu Megan menyadari kalau di jari manis sebelah kiri Laura terselip sebuah cincin berlian yang menyilaukan mata saat terkena cahaya.

"Ayah dan Laura berencana untuk segera menikah, sayang. Apa kau senang?" lanjut Robert.

Lalu seperti serangan tsunami, berita itu mengguncang hidup Megan. Ini yang ia takutkan. Ini yang menjadi ketakutannya sejak mendengar mereka di kamar malam itu.

"TIDAK!" teriak Megan. Ia berdiri dari duduknya dan melempar serbet di atas meja. "Aku tidak setuju. Dia wanita yang tidak baik untuk ayah."

"MEGAN... KUBILANG JAGA UCAPANMU!" teriak Robert memukul meja, membuat Laura pun kaget.

Gadis itu tidak peduli. "Aku tetap tidak setuju, Ayah."

Setelah mengatakannya, Megan meninggalkan mereka berdua dan bergegas ke kamarnya sendiri. Sebelum ia naik di tangga terakhir, Robert berteriak.

"Uang sekolah untukmu Ayah potong, Megan!"

Tapi Megan terlalu lelah untuk peduli.

Ia mengunci pintu kamar.

Malam itu, ia menangis sejadi-jadinya di kamar mandi sambil mengulang-ulang menyebut nama ibunya di sela isakan.

"Mom, I hate this."

08082017

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

08082017

Ah, syedih syedih lagi..

Cari soundtracknya The Hidden Feelings judulnya 'A Beautiful Mess' punya Jason Mraz ya

With Love

The Hidden Feelings (Semua Orang Punya Luka)Where stories live. Discover now