18. The Beautiful Stranger

188 26 7
                                    

18. The Beautiful Stranger

Lagu Muse mengalun di kamar Megan. Gadis itu sedang berada di balkon kamarnya, menulis apapun yang ia rasakan.

Wajahnya yang ceria diterpa angin sepoi dari belakang rumah.

Hatinya bahagia. Untuk waktu yang lama, ia tak lagi merasa bersedih dengan keadaannya sendiri.

Megan menatap jam di tangannya, ia tersenyum. Teman-temannya akan datang berkunjung sebentar lagi. Pajamas party. Wohoo.

Ia berkemas merapikan buku-buku yang berserakan di lantai.

Satu hal yang ia senangi dari rumahnya adalah karena posisinya menghadap ke alam bebas. Membuatnya merasakan ketenangan.

Saat selesai berkemas dan mandi, ia mendengar suara bel pintu rumahnya berbunyi.

Gadis itu tersenyum dan menerka siapa yang berada di balik pintu rumahnya. Itu pasti mereka.

Megan berlari keluar tak sabaran, ia sempat melirik ke arah kamar ayahnya yang sedikit terbuka. Sepintas ia melihat ayahnya sedang merapikan tampilan.

Untuk sesaat Megan bingung, tapi ia tetap melanjutkan langkahnya ke pintu depan.

Suara belnya berdenting dua kali. Megan tersenyum dan membuka pintu dengan tak sabar.

Tapi senyumnya berubah menjadi tatapan bingung.

Di depan pintunya berdiri wanita berparas cantik. Megan meneliti dengan cepat tampilannya dan menemukan bahwa wanita ini sangat berkelas dan elegan.

"Hai, kau pasti Megan, bukan?" Sapaannya makin membuat Megan bingung.

Mengapa bisa dia mengenalku? pikirnya dalam hati.

"Hai, sweety." Suara itu datang dari belakang Megan.

Megan menoleh dan mendapati Robert, ayahnya, datang merangkul wanita itu dan mempersilahkannya masuk ke dalam rumah.

"Hai, babe."

Megan meneguk ludahnya kasar saat wanita itu mencium singkat pipi Robert.

Megan tersungkur tak bergerak di pintu. Dari gestur yang diperlihatkan mereka berdua, sudah jelas wanita ini ada hubungan spesial dengan Robert.

"Hei, sweetheart. Come here," ajak Robert yang melihat Megan membatu di pintu.

Megan menurut, melihat tatapan aneh yang disuguhkan wanita elegan itu, membuatnya mendekat.

"Kenalkan dia Laura, rekan kerja ayah. Dan, Laura dia Megan, putriku."

Tangan Laura terulur, menunggu respon Megan. Dengan ragu, Megan membalas uluran tangan itu. Demi kesopanan.

Jarang sekali, bahkan ini yang pertama Robert membawa seorang wanita ke rumah.

Dia hanya rekan kerja ayahku. Mengapa aku tak menyukainya.

Sejujurnya Megan merasa tak senang, mengetahui Robert membawa wanita lain di rumah. Ia tahu Luwina, ibunya, sudah hampir setahun meninggalkan mereka.

Tapi tetap saja, perasaannya melihat wanita itu membuatnya waspada. Ia berharap Laura hanya rekan kerja ayahnya, tanpa ada hubungan spesial.

Robert mendekati putrinya. Ia sempat menangkap raut wajah tak senang dari Megan.

Robert mencium puncak kepala Megan dan berbisik padanya. "Aku akan keluar, sayang. Bersenang-senanglah dengan temanmu malam ini."

Robert menggandeng tangan Laura, menuntunnya keluar. Suara ketukan heels-nya mengisi seluruh ruangan.

Tapi Megan tetap ingin berpikir positif, kalau memang ia wanita spesial tidak mungkin wanita itu yang datang menjemput ayahnya duluan.

Megan menghela napas. Laura melambaikan tangan pada Megan saat mereka meninggalkan rumah.

Tapi tampak sekali Megan tidak berselera membalas dan langsung menutup pintu.

Di kepalanya berputar pertanyaan-pertanyaan aneh.

'Mau kemana mereka?'

'Wanita itu tidak mungkin membunuh ayahku, kan?'

'Mengapa ayah memanggilnya sweety?'

'Babe untuk memanggil kekasih, bukan?'

Ia beralih ke dapur dan memilih mengambil bekal makanan sebanyak-banyaknya untuk nanti malam. Kepalanya pusing.

Ia sudah menghentikan pengaruh buruk cemilan. Tapi untuk malam ini, pikirnya tidak apa-apa melanggar.

Dua puluh menit berlalu, suara mobil dari luar terdengar. Akhirnya kerut di dahi akibat memikirkan siapa wanita tadi perlahan menghilang.

"Heihoo, baby Meg. Kau sudah lama menunggu?" Itu sapaan dari Claire saat ia membuka pintu.

"Hai, Meg. Maaf membuatmu repot," sapa Steph, berdiri di tengah.

"Aku membawakanmu apel, Megan." Diana berkomentar. Menunjuk kantung belanjaannya.

"And I promise, no alcohol," tambah Diana jahil.

Senyum Megan mengembang, ia meneliti satu persatu gadis manis yang berdiri di pintu.

"Hey, apa kau hanya akan membiarkan kami berdiri dan menilai senyum merekah itu?" Claire dengan tampang bossy menyuruh Diana dan Steph masuk, tanpa menunggu Megan merespon.

Megan menyampingkan pikiran negatif dari kepalanya. Ia tidak ingin terlalu banyak berpikir.

"So, pajamas party?" Diana bersorak, berlari ke arah sofa dan duduk dengan nyaman. Ia membuka isi tas dan mengeluarkan buku tugasnya.

Megan menyahut pelan. "Hmm.. I think it's the best thing since sliced bread."

Karena ternyata dalam hatinya, tetap saja wanita asing itu meresahkannya.

Karena ternyata dalam hatinya, tetap saja wanita asing itu meresahkannya

Ups! Ten obraz nie jest zgodny z naszymi wytycznymi. Aby kontynuować, spróbuj go usunąć lub użyć innego.

11072017

Lagi dengerin lagunya Delta Goodrem yang judulnya I Can't Break It to My Heart waktu bikin ini.

Happy reading.

With Love

The Hidden Feelings (Semua Orang Punya Luka)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz