1. The Fact

490 66 11
                                    

1. The Fact


Megan sedang memasang headset ke sebelah indra pendengarannya yang tersambung Iphone. Sore itu ia hanya ingin memutar lagu slow kesukaannya.

Walaupun lembut, Megan tetap menggoyang-goyangkan kakinya menuruti alunan musik.

Di dalam rumahnya sendiri, ia tak perlu berdandan seperti saat di sekolah. Megan hanya memakai tank top dan celana biru berukuran besar dengan rambut diikat sembarang.

Sambil terus mengerjakan tugas Math hari ini dengan serius, tiba-tiba suara pintu depan yang dibanting keras, menghentikan gerakannya.

Dari celah pintu yang sedikit terbuka di ruang santai, ia tak melihat apa-apa.

Tapi ia yakin setelah beberapa menit, suara tangis ibunya datang dari arah dapur.

Posisi dapur yang berdekatan dengan ruang santai yang dipakainya sekarang membuatnya bisa mendengar sedikit percakapan. Ayahnya juga ada di sana.

"Sayang, kumohon berhentilah menangis."

"Ap-apa yang harus kulakukan sekarang?" tanya ibunya terbata-bata.

"Kita bisa melewatinya, sweetheart. Kau pasti sembuh."

"No, jangan membodohiku," ibunya membalas.

Suara itu jelas dari Luwina, ibunya, yang berusaha menjawab sambil menahan tangis.

Terdengar bunyi hentakan kaki di lantai dengan gerakan cepat.

Megan memutar kepalanya dan melihat melalui celah pintu yang tersisa.

Ia menangkap siluet dua orang yang hendak menaiki tangga diikuti suara tangis yang semakin menjadi-jadi.

Megan melepas headset, lalu menyingkirkan tumpukan buku di pangkuannya karena heran dengan situasi yang baru saja terjadi. Ia segera bergegas menyusul orang tuanya di lantai atas.

Megan tak percaya kalau mereka berdua bertengkar. Ia mengendap pelan hingga langkahnya terhenti di depan pintu yang sedikit terbuka. Kamar milik orang tuanya.

"Aku tak akan sembuh, aku tak akan sembuh. Waktuku tinggal sedikit. Apa yang harus kulakukan, sayang?" Luwina bersuara di antara tangisan yang tak terelakkan.

"Sstt, tenanglah. Kumohon, tenanglah sayang. Kita bisa melaluinya. Kita akan menang melaluinya."

"Tapi... Tapi dokter itu bilang waktuku hanya tinggal 6 bulan, sayang. Kanker ini makin menggerogoti tubuhku. Aku akan mati. Waktunya tinggal sedikit."

Tangis Luwina malah makin menjadi saat mengatakan itu. Berita yang tak sengaja ia beberkan hari ini, mungkin akan mereka sembunyikan dari Megan.

"HENTIKAAN, sayang! Dokter Sialan itu tak tahu apa-apa. Kita pasti bisa melewatinya!"

Hanya sampai di situ Megan mampu mendengar.

Ia bersandar dan terduduk lesu di dinding luar kamar orang tuanya.

Mendengar ibunya mengidap kanker dan waktunya yang hanya tinggal enam bulan lagi bukan pengalaman yang menyenangkan rupanya.

And sometimes, sometimes the fact can hits you so much harder than you ever thought it would.

And sometimes, sometimes the fact can hits you so much harder than you ever thought it would

Rất tiếc! Hình ảnh này không tuân theo hướng dẫn nội dung. Để tiếp tục đăng tải, vui lòng xóa hoặc tải lên một hình ảnh khác.

23022017


With Love

The Hidden Feelings (Semua Orang Punya Luka)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ