10. The Long Way to Go

268 43 3
                                    

10. The Long Way to Go


Saat mendapati Megan pulang ke rumah dalam keadaan kacau bersama seorang pemuda yang ia tidak kenal, Robert merasa menyesal, sangat dalam.

Ia tak pernah berpikir putrinya akan melakukan percobaan bunuh diri.

Robert tak pernah mengira, Megan ingin mengakhiri hidupnya. Apa yang harus ia katakan pada Luwina nanti?

Ia terduduk lesu di lantai kamar Megan, dengan tangan gemetar memegang tangan kecil di genggamannya. Robert menangis.

"Aku akan memperbaikinya, Princess. I'm so sorry. Bahkan kata-kata maafpun tak akan menggantikan sakit yang kau rasakan saat ini. Maafkan Ayah," bisik Robert pada putrinya yang tertidur lemah.

Megan tentu tak mendengar. Robert hanya memandang Megan, matanya tak henti menatap wajah putrinya. Ia ingat bagaimana cerianya wajah Megan dulu, tapi sekarang semua warna itu hilang.

Robert semakin mendekatkan duduknya. Memposisikan kepalanya di kasur Megan. Sebentar lagi Megan akan lulus dan masuk high school. Robert harus berbuat sesuatu.

Robert berdiri lemah dan mulai meninggalkan kamar Megan. Ia menatap lorong menuju tangga sambil menekan ujung jarinya di tembok dan mulai berjalan.

Foto-foto yang terpasang di dinding selasar tangga, vas bunga bermotif burung merak di ruang keluarga, dapur kecilnya yang berfurniture kayu, tirai putih yang bertengger di jendela. Bahkan sendal unik bentuk katak hijau favorit Luwina.

Rumah ini, penuh akan kenangan tentang istrinya. Ia menatap lekat satu persatu sentuhan tangan Luwina di setiap sudut. Semuanya mengingatkannya pada istrinya.

Dan Megan...

Robert terduduk lesu di lantai ruang keluarga. Ia menjambak rambutnya yang tidak karuan. Menangis sekeras-kerasnya yang bisa ia lakukan. Seakan jiwanya ditarik paksa oleh malaikat pencabut nyawa.

"Ayah?" bisik seseorang. Robert yang mendengar itu dari jauh mulai menolehkan kepalanya ke arah tangga.

Robert menelan tangisnya, ia tak ingin Megan melihat tapi sekarang rasanya percuma.

"Ada apa, Ayah?"

Ayah. Kata yang tanpa sadar telah dilalaikannya.

"Come here, Princess," ajak Robert penuh sayang. Megan ragu pada awalnya, dengan wajah berkerut ia melangkah di tempat ayahnya.

Sosok Megan berdiri di hadapannya, tangan gemetarnya menangkup kedua tangan Megan.

"Kita pindah ya, sayang? Kita mulai hidup yang baru. Ayah akan menjual rumah ini dan kita pindah ke tempat yang lebih... Rumah ini..."

"Tapi Ibu..."

"Ayah tahu. Ayah tahu, sayang. Rumah ini penuh dengan kenangan ibumu. Aromanya, sentuhan tangannya, semuanya. Ayah... Ayah pikir bisa menjadi ayah yang baik selepas ibumu pergi, tapi... Semua kenangannya di sini membuat ayah sesak."

Ya, sesungguhnya ini yang Megan butuhkan. Ia perlu menjauh dari semua kenangan buruk. Bukan karena kenangan ibunya yang membuatnya takut, tapi berada dekat dengan Owen membuatnya jadi lemah.

Megan mengangguk dan menundukkan tubuhnya. Tanpa ragu ia memeluk Robert yang sudah bersimpuh sedari tadi.

"Maafkan Ayah. Ayah tak bermaksud akan melupakan Ibumu dengan keputusan ini. Hanya saja mungkin ini untuk yang terbaik. Meskipun jalan yang kita tempuh akan panjang, kita akan selalu menempuhnya berdua."

Kalimat itu seperti janji di telinga Megan, tiap kata ayahnya mengandung sesuatu yang ia tak suka. Ia sering melihat bagaimana janji dianggap seperti kata-kata yang tak bermakna. Tapi Megan hanya mengangguk sambil memperhatikan foto ibunya yang tersenyum di dinding. Itu foto terakhir ibunya jauh sebelum ia dinyatakan sakit.

 Itu foto terakhir ibunya jauh sebelum ia dinyatakan sakit

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

17032017

With Love

The Hidden Feelings (Semua Orang Punya Luka)Where stories live. Discover now