Chapter 29

1.3K 166 281
                                    

Illa meneleportasi setangkai mawar putih ke tangannya dan meletakkan bunga itu di bawah sebuah tulisan, "Seorang suami, ayah dan sahabat yang tidak dilupakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Illa meneleportasi setangkai mawar putih ke tangannya dan meletakkan bunga itu di bawah sebuah tulisan, "Seorang suami, ayah dan sahabat yang tidak dilupakan."

Pemuda itu menghela napas dan beranjak pergi dari sana.

Illa memainkan cincin di jari manis kirinya, menatap ke arah batu permata hijau kecil yang berpendar pelan di bawah bayangan meja kayu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Illa memainkan cincin di jari manis kirinya, menatap ke arah batu permata hijau kecil yang berpendar pelan di bawah bayangan meja kayu. Senyum tak hilang dari wajah ketika mengamati detil dari cincin yang masih menampilkan kilau terbaiknya, tanda masih baru terpasang. Warna putih dari platina mendominasi, dengan sedikit sentuhan ornamen dari emas, ukiran huruf A meliuk di sebelah kiri permata dan huruf B di sisi kanan.

Airlann Bedelzve.

Eibie.

Illa melafalkan inisial itu dalam hati, seketika membuat senyumnya melebar. Hanya dia yang menyebut gadis itu dengan panggilan sayang.

"Kenapa tidak memanggilku dengan Airlann?" Dia tertawa kecil ketika Illa sibuk mencari-cari nama untuknya, saat dia sedang bersandar pada dada bidang milik Illa, menikmati malam dengan duduk di depan perapian, bergelung dalam pelukan.

"Aku ingin memanggilmu dengan cara yang berbeda, untuk memberi tahu pada semua orang bahwa kamu adalah gadisku. Hanya aku yang berhak memanggilmu demikian," ucap Illa membuat rona merah menjalari pipi putih itu. "Sekaligus balas dendam karena kamu telah memberiku nama panggilan hingga hampir semua orang melupakan nama asliku."

Suara tawa renyah memenuhi udara hangat, memantul-mantul di balik dinding batu. Illa merengkuhnya lebih erat dalam pelukan, membiarkan wangi yang akrab itu memenuhi penciuman, merasakan kulit halus itu menggoda indera perabanya.

"Tuan Walker."

Illa tersentak. Jarinya langsung berhenti memutar-mutar cincin dan pandangan matanya kembali fokus ke depan. Dia sedang berada di ruangan dari kayu mahal, dengan meja lonjong dan selusin pria berkerah tinggi menatapnya yang duduk di ujung meja. Tepat di seberangnya ada sebuah peta besar tergantung di papan yang menunjukkan daratan-daratan di seluruh dunia. Orang ketiga belas sedang berdiri di samping peta tersebut, memegang tongkat kayu.

[Sudah Terbit] I'mmortal Series: Reminiscentiam [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang