Chapter 26

2.3K 326 256
                                    

"Guru," ucapnya lemah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Guru," ucapnya lemah. Dia terdiam sejenak sebelum memandang gadis itu. "Temani aku berlatih."

Lawan bicaranya hanya tersenyum paham dan mengangguk pelan. Illa sekali lagi merasakan dirinya melayang, kali ini mereka berada di padang rumput sekitar menara, di bawah sinar bulan purnama. Cerah tanpa awan. Dua bilah pedang polos telah tergenggam di tangan gadis itu dan dia melemparkan salah satunya kepada Illa.

"Mungkin saja kali ini kamu bisa mengalahkan aku," tantang gurunya membuat Illa tersenyum. Gadis itu tahu bahwa yang dia butuhkan adalah pengalih perhatian dan memikirkan bagaimana membuat gurunya mengakuinya adalah yang terbaik.

Pemuda itu menyiagakan pedang dan memasang kuda-kuda.

Sudah lebih dari lima puluh tahun dia berusaha, tanpa hasil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah lebih dari lima puluh tahun dia berusaha, tanpa hasil. Secara fisik, gadis itu lebih lemah dan jangkauan serangannya pendek, tapi kemampuan dan pengalaman yang ditempa selama jangka waktu nyaris tak terbatas menjadi tembok tinggi yang harus dikalahkan Illa. Ini baru berpedang, dia tidak bisa membayangkan apa yang harus dilakukan bila dia menghadapi gurunya lengkap dengan keahlian sihir yang dimiliki gadis itu.

"Kamu harus memahami pola pikir lawanmu," ucap sang guru memasang kuda-kuda.

Illa mendengus. Dia tahu. Perkataan itu sudah menggema di kepalanya selama setengah dekade.

"Pahami dan berpikir di atas mereka. Setiap orang punya kecenderungan memakai teknik tertentu." Gurunya melompat maju mengayunkan pedangnya horizontal. Illa segera menahannya, membuat bunyi logam berdenting di udara.

"Saat kamu sudah tahu--"

Gadis itu menarik pedang, melompat mundur sebelum menghujamkan tusukan tanpa ragu ke arah dada Illa. Illa menunduk membuat tusukan itu menembus udara, lalu menyapukan kaki untuk menjegal lawannya. Gurunya melompat mundur, menjaga jarak.

"Ingat juga, ada kemungkinan lawanmu sudah membaca gerakanmu," lanjut gadis itu, memasang kembali kuda-kudanya.

Illa mendengus, lagi. Tentu saja guru tahu kebiasaannya. Seluruh pikirannya terfokus pada sosok ramping di hadapannya, berhasil mendorong kematian James keluar dari ingatan. Tinggi gadis itu tidak melebihi dagu Illa dan tangannya yang kurus tidak bisa dibandingkan dengan lengannya yang terbentuk akibat latihan dasar selama bertahun-tahun. Kecepatan dan kelincahan gurunya yang menjadi masalah utama, ciri khas para penyihir angin.

[Sudah Terbit] I'mmortal Series: Reminiscentiam [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang