Chapter 12

3.6K 470 211
                                    

"Nyanyikan lagu nina bobo itu lagi," pintanya dengan memelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nyanyikan lagu nina bobo itu lagi," pintanya dengan memelas. Dia membutuhkan semua ketenangan dan rasa amannya.

Gurunya tersenyum sebelum membuka mulut dan alunan nada yang lembut mengantar Illa kembali terlelap. Kali ini tidurnya tanpa mimpi hingga fajar menjelang, semata-mata karena dia tahu bahwa gurunya ada di sampingnya, mengusir segala bayang-bayang hitam dan monster.

 Kali ini tidurnya tanpa mimpi hingga fajar menjelang, semata-mata karena dia tahu bahwa gurunya ada di sampingnya, mengusir segala bayang-bayang hitam dan monster

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Illa beberapa kali mencubit dirinya, memastikan bahwa dia tidak bermimpi. Anak itu masih tidak percaya apa yang sedang terjadi pada dirinya. Baru dua hari lalu dia nyaris mati, sekarang, sebuah kemeja sutra melekat di tubuhnya, lengkap dengan vest hitam berhias benang perak, mendapati bahwa dia sedang duduk berhadapan dengan sebuah meja panjang berlapis taplak berwarna putih. Hawa sejuk musim semi berembus masuk dari jendela besar yang terbuka menghadap ke taman, membawa harum mawar dan berbagai macam bunga lain yang mekar, ke dalam ruang makan dari batu yang dihiasi oleh lukisan dan bendera berwarna merah dengan sulaman emas bergambar huruf W meliuk elegan, berselang-seling. Di hadapannya berjejer alat makan dari perak, jelas-jelas mahal, berkilau terkena cahaya pagi. Illa melirik ke arah sang guru yang duduk di sampingnya, lalu meniru gerakan gadis itu, ikut meletakkan selembar kain berwarna krem di paha dengan kikuk.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya sebuah suara bariton rendah membuat Illa menoleh ke ujung meja, di mana seorang pria berumur empat puluhan sedang duduk. Rambut pirangnya bergelombang dibiarkan panjang melebihi telinga sementara mata birunya memandang Illa, membuat anak itu gugup. Dia tahu bahwa lawan bicaranya adalah orang penting.

"Baik," jawab Illa berusaha tersenyum tapi lebih terlihat seperti menyeringai.

Orang itu tertawa kecil diikuti kikikan dari kedua putranya yang duduk di kanan dan kirinya. Tangan berkulit pucat itu mengambil gelas kristal dan meminum isinya sampai habis sebelum melanjutkan percakapan.

"Maaf, aku belum memperkenalkan diri. Aku Marquess James Walker, kepala keluarga Walker yang melayani raja Inggris," senyumnya melebar, "dan keturunan langsung dari Yehi 'ur Kohasa yang bertugas menjaga agar pakta tetap dihormati dan dilakukan."

Mata Illa membulat lalu menoleh ke arah gadis yang duduk di sampingnya, meminta konfirmasi. Gurunya memperlebar senyum tanda setuju sebelum mengelap mulutnya dengan sapu tangan. Gerakannya anggun, tidak seperti yang Illa tahu ketika dia makan di luar, membuat Illa bertanya-tanya apakah sang guru juga seorang bangsawan?

[Sudah Terbit] I'mmortal Series: Reminiscentiam [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang