26 || THE FOREST REFUGEE

517 80 10
                                    

Aduh, maaf banget Duchi lama updatenya guys.. Kemaren abis dua hari puasa Duchi ngedrop, mag kambuh sampe nggak puasa empat hari—berasa mau mati. Kirain tuh internal bleeding di perut muncul lagi, ternyata mag plus diare kayak Rora pas di Bandung, lol.

Anywho, makasih buat udah yang setia nunggu! You are the best!

Semoga kalian suka bab ini dan.... Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan~ ^^

-

You think you own whatever land you landed on, the earth is just a dead thing you can claim. But I know every rock, and tree, and creature.. has a life, has a spirit, has a name.

You think the only people who are people. Are the people, who look and think like you? But if you walk the footsteps of a stranger, you'll learn things you'll never knew, you'll never know.

- Disney, Pocahontas (Colors of the Wind) -


Ridho mendesah untuk yang kesekian kali, lelah dengan tingkah gadis manis berkuncir dua yang sedang marah-marah dan tidak segan untuk menginvasi ruang pribadinya. Jadi, terbayang betapa leganya ia saat pasangan yang membuat rombongannya heboh mendadak menghampiri dengan terburu-buru.

"Hei Is, Roro!" sapa si pengemudi tong setan sambil melambai ceria.

Maissy ikut menoleh dan langsung berteriak kesal pada Rora. "Denger deh, si dableg ini lagi-lagi nolak perasaanku!" ditunjuknya Ridho dengan wajah merah padam.

"Ugh, bukannya gitu," si hitam manis langsung tersenyum canggung, tidak ingin yang lain salah paham. Walaupun tidak bisa dipungkiri, dia memang baru saja menolak pernyataan suka Maissy, lagi.

"Hei Mais—bukannya nggak mau ngedengerin, tapi.." Kandar menyapa rekan-rekannya. Sebelum ia bicara lebih lanjut, Rora meneruskan perkataannya dengan tegas.

"Kita butuh bantuan."

Dan jadilah, sepasang domba yang lugu mengikuti sepasang serigala ke daerah yang berbahaya. Maissy tidak terlihat begitu senang, dan Rora merasa bersalah karena sudah memotong pembicaraannya yang penting dengan Ridho. Tapi si pengemudi tong setan merasa jauh lebih ringan, karena bisa melarikan diri. Dilemparkannya pandangan berterima kasih pada Kandar berkali-kali.

Yah, setidaknya sampai pemuda tersebut melihat bantuan macam apa yang dibutuhkan oleh sepasang remaja yang lebih muda darinya.

"Kalian udah gila.." Mulut Ridho tergantung lemas di rahangnya. Lututnya lemah seperti agar, Maissy yang malang bahkan harus berpegangan, terlalu kaget bahkan untuk mengingat kenapa mereka bertengkar tadi.

Di depan mereka, Kandar hanya angkat bahu, sementara Rora berada di bagian belakang mobil pick up, bersandar dengan hati-hati pada kotak yang memenjarakan seekor orang utan yang tidak berdaya di dalamnya. Jadi itu sumber bau tidak sedap yang membuat Ridho sesak nafas tadi.

"Nggak, berdasarkan PP nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa, orang utan merupakan salah satu spesies yang wajib dilindungi, dan menangkap dan menyimpannya wajib dijerat tindak pidana paling lama lima tahun—gue tau, menurut gue juga emang kurang lama—atau membayar denda paling banyak seratus juta rupiah," si ratu dingin menggeleng dan menjelaskan pelan-pelan, peka pada kebingungan dan syok yang sedang dialami temannya, tapi berharap kalau mereka bisa mengerti dan langsung get down to business. Waktu terus berjalan dan menipis dengan cepat.

Si pengendara tong setan mengalihkan pandangannya, dari sepasang mata hitam besar yang bercahaya dan bersinar lembut, mengundang rasa iba dan prihatin. "Mungkin sebaiknya kita panggil polisi.. Pak Maman kenal kok sama petugas yang ada di sini. Mereka bisa ngebantu kita." Tidak, mereka tidak boleh terlibat. Iyakan? Bagaimana kalau ini ulah pemburu liar? Bahkan berdiri di sinipun sudah berbahaya, orang-orang jahat itu bisa kembali kapan saja, dan lebih parah, mereka bukan hanya mengusir Ridho dan teman-temannya, tapi bisa berpotensi menyakiti mereka.

ROAD TRIP! (COMPLETE)Where stories live. Discover now