Dua Puluh Tujuh

1.9K 121 4
                                    


Ternyata Dave.

Fallen sebisa mungkin menutupi rasa keterkejutannya. Ia memang pernah berpikiran bahwa hal seperti ini akan terjadi, cepat atau lambat. Tapi Fallen benar-benar tidak menduga sebelumnya bahwa Dave akan mendatanginya saat ia sedang bersama Alexa.

"Hello, Fallen. We meet again," sapa Dave, dengan nada khasnya seperti biasa. "Gue harap lo ga lupa sama gue, dan beberapa temen gue yang lo abisin waktu itu."

Fallen berdecak. Mana mungkin ia lupa.

Ia harusnya tidak merasa takut sama sekali, tapi kenyataannya dia khawatir. Ia mengkhawatirkan Alexa yang bisa saja dilibatkan oleh Dave. Ah, Fallen sangat berharap itu tidak terjadi.

Fallen memandang cowok di depannya dengan pandangan tak suka. Sejenak mengabaikan ke-empat cowok lain yang berdiri di belakang Dave, menanti sebuah perintah.

"Gue gak mungkin lupa," tukas Fallen dengan ekspresinya yang dibuat datar. "Dan, buat temen-temen lo yang waktu itu, bilangin gue gak sengaja. Kalo aja mereka gak nyerang gue duluan, gue juga gak bakal ngehabisin mereka."

Dave berdecih, tertawa sumbang. Kemudian kepalanya bergerak memandang mobil yang barusan Fallen tumpangi. "Yang di dalam mobil itu," katanya, lalu bertanya, "Cewek lo?"

Kecemasan Fallen kini bertambah. Tapi sebisa mungkin cowok itu menutupinya, takut Alexa dalam bahaya. Mendesis, Fallen memandang Dave tajam. "Not your bussines," katanya dengan nada sinisme yang sangat kentara.

"Wow, oke," Dave mengangkat tangannya, seolah ia berkata tak akan ikut campur untuk hal itu. "Gue ga sehina itu. Gue ga akan melibatkan cewek lo ke dalam urusan kita. Ya, kecuali kalo lo berani macam-macam."

Deru napas Fallen mulai terdengar. Cowok itu seperti sedang menahan amarahnya yang bisa meledak kapan saja. "Mau lo apa, bangsat!" Bentaknya dengan suara pelan, namun terdengar mengerikan.

Dave tertawa. Ia merasa sangat senang karena dapat memainkan emosi Fallen. "Gue baru ngomong gitu doang, boy. Tapi lo udah sebegininya. Kayaknya cewek itu berpengaruh banget ya?"

Fallen berusaha mengontrol emosinya. Ia tidak bisa bersikap seperti ini di depan laki-laki gila seperti Dave. Fallen tidak akan mudah kalah. Ayolah, dirinya tidak sepecundang itu. "Gue tanya sekali lagi, mau lo apa?"

Senyuman licik terukir di bibir Dave yang berwarna kehitaman. "Lo gak bisa diajak basa-basi ya," katanya, kemudian tertawa singkat. "Gue cuma mau lo sedikit membantu gue. Tenang, kerjaan lo ga berat-berat amat kok. Cuma bawa Danton ke gue doang, abis itu selesai. Lo bisa balik ke kehidupan lo yang sebelumnya, anggap urusan kita udah selesai, dan cewek lo bakal aman-aman aja."

Perlahan, Fallen mulai mengerti. Dave dengan Danton ternyata memang tidak memiliki hubungan yang baik. Hal yang membingungkan adalah, kenapa harus dia? Fallen yakin Dave memiliki banyak anak buah. Bisa saja Dave mengutus beberapa untuk menyeret Danton ke hadapannya. Seperti itu 'kan lebih mudah. Fallen yakin Dave memiliki maksud lain.

"Kalo gue berhasil bawa Danton, lo mau ngapain dia?"

Dave pura-pura berpikir. "Mungkin gue ajak main-main dulu kali ya. 'Kan ga seru kalo langsung gue abisin."

Gila nih orang, Danton pasti bisa mati dipotong-potong kalo gue kasih ke psikopat satu ini. Fallen bergidik membayangkan itu. Dave sepertinya tidak main-main. "Kenapa mesti gue? Lo 'kan banyak budak yang bisa lo suruh-suruh."

"Sepertinya bakalan lebih asik kalo dia diseret sama temennya sendiri. Jadi dia bakalan ngerasain dikhianatin dulu sebelum abis sama gue."

Ck, sadis bener.

180°Onde as histórias ganham vida. Descobre agora