Dua Puluh Empat

2.3K 161 2
                                    


Alexa menyesal. Harusnya ia menunggu beberapa menit dulu setelah bel pulang berbunyi. Setelah itu baru ke kelas untuk mengambil tas. Jadi ia tak perlu repot-repot mendengar cemooh dari para siswi yang sudah memenuhi koridor.

Tapi Alexa memang tidak punya pilihan lain. Ia lebih memilih untuk dicemooh siswi-siswi daripada harus berlama-lama dengan Fallen di tempat hening seperti perpustakaan. Alexa tidak pernah menyukai suasana canggung seperti itu. Rasanya sangat mengusik.

"Eh, minggir-minggir, ada cewek famous mau lewat," suara itu berasal dari salah satu kerumunan. Dari suaranya, Alexa bisa menebak kalau itu adalah suara Rae, salah satu anggota genk Steffi. Tanpa mau menoleh, Alexa tetap berjalan tenang menuju kelas.

"Famous, ya, Rae?" Steffi menimpali, dengan suara nada yang terdengar meremehkan.

Alexa tetap tidak menoleh, berusaha untuk menulikan pendengarannya.

Sebenarnya Alexa agak lega karena genk Steffi telah keluar kelas, jadi tidak akan ada yang menjegatnya di pintu atau menariknya untuk berkelahi di belakang sekolah.

"Dia tuh ga lebih dari cewek murahan, tau?" suara lain dari kerumunan yang berbeda terdengar.

"Iya, betul banget lo, Ta."

"Pertama Kak Reyhan, abis itu Kak Danton, sekarang Kak Fallen juga dia ambil, terus tadi di kantin dia juga caper. Kenapa sih ada orang begitu?"

Lagi, Alexa pura-pura tak mendengar. Walaupun ingin sekali ia membalas setiap perkataan tak sopan mereka dengan kata-kata pedas, tapi sebisa mungkin Alexa tahan. Cukup telinganya saja yang lelah mendengarkan, mulutnya jangan.

Semangat, Lex. Pintu kelas lo udah di depan mata. Dikit lagi, ayo...

Setelah berjuang mati-matian menahan diri, akhirnya Alexa sampai di kelas. Kelasnya belum sepi. Ada beberapa orang yang tampaknya masih sibuk mengurus kerjaannya yang belum selesai. Ada juga yang sedang piket. Tanpa ada sedikitpun rasa ingin tahu, Alexa bergegas menuju ke mejanya dan mengambil tas. Bergerak cepat sebelum mendengar suara yang langsung menghentikan pergerakannya.

"Lex...."

Alexa diam. Menatap orang yang berdiri menjulang tepat di depannya, menghadang akses jalan untuknya lewat.

"Apa?" tanya Alexa takut-takut.

Reyhan berdeham sebelum bicara. "Gue sama sekali ga ngeliat lo di kelas dari pelajaran abis istirahat tadi."

Alexa diam, menunggu ucapan Reyhan selanjutnya.

"Lo dari mana?" lanjut Reyhan.

"Ga dari mana-mana."

Reyhan tak bisa menahan dirinya untuk tidak tersenyum. "Ternyata lo ga sepenuhnya berubah," katanya, dengan senyum mengembang. "Gue kira lo bener-bener berubah jadi sosok  baru yang ga gue kenal sama sekali, tapi ternyata engga. Alexa tetaplah Alexa. Cewek yang kalo gue tanya 'dari mana', pasti jawabnya 'ga dari mana-mana'. Padahal jelas-jelas dia tadi kemana-mana."

Alexa tanpa sadar ikut tersenyum. Mengingat hubungannya dengan Reyhan satu tahun lalu. "Masih inget aja."

Reyhan mengangguk bangga. "Bahkan unit terkecil tentang lo aja ga ada yang gue lupain, Lex."

Kalimat Reyhan barusan membuat Alexa tersenyum geli. Sejenak ia lupa dengan seruan-seruan menyebalkan di sepanjang koridor tadi.

"Awas, Han! Gue mau nyapu," suara melengking terdengar dari belakang Reyhan, membuat cowok itu berbalik dan memandang tajam cewek yang mengusirnya barusan.

"Santai aja dong, Vin," ucap Reyhan, sambil menggeser tubuhnya agar tak mengganggu Vina menyapu.

Vina kini memandang Alexa, dengan tatapannya yang tak terbaca. Mungkin Vina bingung melihat Alexa yang sedang bercengkrama dengan Reyhan.

180°Where stories live. Discover now