Lima Belas

4.7K 307 14
                                    

"WOI, ADA BU ASNI LAGI OTEWE!!" Herman berseru kencang di ambang pintu.

Seketika kelas yang tadinya gaduh sekarang menjadi makin gaduh. Para murid kelas XII IPA 4 berlomba-lomba untuk sampai ke kursinya masing-masing. Bahkan Fallen, Andre, dan Jordan pun ikut panik. Padahal mereka baru berniat ingin menggoda anak cewek tadi.

Bukan apa-apa, Bu Asni memang terkenal dengan kekejamannya. Guru bidang Fisika itu, memang tidak pernah main-main dengan ucapannya. Kalau beliau mengancam akan mengeluarkan si murid dari kelasnya, maka si murid akan diusirnya. Kalau beliau sudah berkata akan memberi nilai di rapot nol, maka itu benar-benar terjadi. Kalimat yang selalu diucapkannya adalah, "Pokoknya ibu sudah memperingatkan, jadi, yah, terserah."

Makanya Fallen, Andre, dan Jordan tidak berani macam-macam. Mereka bertiga sudah pernah merasakan amukan Bu Asni. Dan, mereka tidak ingin di tabok punggungnya menggunakan penggaris besi lagi. Sekali saja sudah cukup.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Sekelas menjawab tertib. Tanpa ada unsur bercanda seperti biasa.

"Ada yang tidak masuk?"

"Nihil, bu." Indah, sang sekretaris menjawab.

Bu Asni mengangguk. "Minggu lalu, ibu sudah bilang 'kan kalau sekarang ulangan?"

JEDARR!

Seluruh murid tampak shock. Apalagi anak laki-lakinya. Wajah mereka pias semua. Seolah-olah ulangan harian Fisika adalah ujian yang menentukan masa depan mereka kelak. Berlebihan sekali bukan?

"Emang ibu ngomong ya?" itu suara Jordan. Ia menyahut dari arah barisan pinggir kiri. "Salah kali bu," lanjutnya yang langsung diangguki oleh 'kawanannya'.

Bu Asni mengerutkan dahinya. Masa iya ia lupa? Seingatnya pernyataannya tadi memang benar kok. "Friska?" Bu Asni mengalihkan pandangannya pada Friska--murid kesayangan beliau.

"Iya bu?" jawab Friska kalem. Selain pintar, Friska ini memang cantik. Makanya Jordan sempat naksir. Tapi itu tak berlangsung lama karena Friska sudah mengirim sinyal-sinyal anti padanya. Kasian ya, Jordan.

"Minggu lalu ibu sudah bilang 'kan?" Bu Asni bertanya ulang. Daripada berpikir lama, lebih baik ia bertanya pada Friska saja. Maklum lah, beliau tidak hanya mengajar satu dua kelas. Tetapi lima sekaligus.

Friska tersenyum cemerlang sebelum menjawab. "Udah kok bu, saya nyatet kisi-kisinya, malah."

Terdengar seruan kekecewaan dari beberapa murid. Tapi yang paling terdengar ialah Jordan. Cowok itu tampak kesal. Kenapa cewek itu susah sekali diajak kompromi, sih?

Bu Asni tersenyum memaklumi. Anak-anak SMA memang selalu membuat tensinya naik, tapi kadang juga menjadi hiburan tersendiri baginya. "Ibu kasih waktu belajar di jam pertama, jam kedua langsung ulangan. Kalo kalian berisik, berarti sudah cukup jam belajarnya. Mengerti?"

"Ngerti buuu,"

Tanpa membuang waktu, murid-murid langsung menggeledah buku mereka. Mencoba untuk memasukan sedikit materi agar nilai mereka tidak jeblok-jeblok amat.

"Jor, lo buat contekan?" Fallen berbisik pelan ke arah belakang.

"Iya lah,"

"Bagi gue ya, nanti."

"Lo juga nyatet lah, siapa tau bisa barter."

"Oke deh." Fallen kembali menghadap depan. Mulai membuat contekannya sendiri. Sebenarnya Fallen itu cerdas. Ia tak perlu mencontek karena nilai akademiknya memang bagus--berkat sekolah di London. Tapi sayangnya, ia malas. Terlalu santai sampai bisa digolongkan malas.

180°Where stories live. Discover now