Bab XVIII - Something

Start from the beginning
                                    

"Kamu cobalah bergaul. Menyapa duluan. Meminta bergabung saat mereka sedang bercengkrama. Seperti itulah."

"Rasanya sulit. Tiap kali aku mencoba, aku selalu pesimis dan gak percaya diri. Mungkin, trauma sewaktu sekolah masih berbekas," Aulia tersenyum tegar mengatakannya.

"Lalu memangnya kamu betah sendiri terus?"

"Entahlah. Tapi rasanya aku sudah terbiasa sendiri. Biasa karena terbiasa, kamu tahulah."

"Tapi ini negara orang loh. Mungkin di Indonesia, kamu bisa seperti ini. Karena dekat dengan keluarga. Tapi disini kamu jauh dari keluarga, kalau ada apa-apa denganmu bagaimana?"

"Kan ada kamu," Aulia tersenyum begitu manis mengatakannya. Desiran hebat yang kurasa saat aku pertama kali melihatnya dipasar tradisional kembali muncul. Oh tidak, apa ini?

"Bukannya kamu teman aku sekarang. Ya, 'kan?" Sambungnya saat aku diam saja.

Aku mengangguk dan tersenyum,"tentu saja. Aku teman kamu. Aku tak tahu bisa selalu ada atau tidak, tapi kamu bisa mengandalkan aku, kalau butuh sesuatu," dan kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku. Astaga.

Senyum Aulia makin lebar didepanku, "senang rasanya akhirnya punya teman juga."

Aku tertegun. Rasa kasihan merayapiku. Selama ini dia benar-benar sendiri. Tak ada yang bisa dicurhatinya bahkan dia harus curhat dikucing, tak ada tempat berkeluh-kesah, tak ada tempat berbagi senang dan sedih.

Tenang saja Aulia, aku akan menjadi teman yang baik untukmu.

***

- Kiran -

Untuk kesekian kalinya, aku menatap layar handphone. Tapi kemudian napasku kembali terhembus. Tak ada apa-apa. Disana hanya ada wajah tak bergerak yang sedang tersenyum begitu tampan padaku.

Kuhempaskan tubuh kekasur dan menatap langit-langit kamar. Rifan kenapa ya? Kenapa dia tidak menelponku hari ini? Terakhir kali dia chat, begitu selesai kuliah tadi. Katanya, dia akan menelponku begitu selesai mengejarkan tugas.

Jam digital diatas nakas menunjukan pukul 14.30, biasanya jam segini Rifan akan menghubungiku. Aku tak bisa menghubunginya, karena roaming. Akan sangat mahal. Mungkin baru, "halo" saja sudah puluhan ribu. Jadi, biasanya aku menunggunya.

Tapi ini sudah lama sekali. Chatku pun tak dibacanya. Ada apa dengannya? Apa dia sudah tidur? Apa terjadi sesuatu padanya? Tidak. Tidak. Aku tak boleh berpikir yang aneh-aneh. Positif thinking saja.

Aku pun akhirnya meraih handphone, mencolok headshet dan mendengarkan lagu sambil berbaring. Menunggu sang pujaan hati menelpon.

***

- Rifan -

"Oi, Rifan!!"

Aku tersentak, sontak mendongak dan melihat Izzul didepanku mengeleng-geleng padaku. Aku tertawa kecil padanya.

"Serius banget ngotak-atik handphone, dipanggil pun gak dengar, astaga!" Seru Izzul.

"Sorry, Bro. Lagi asyik chat tadi."

"Sama siapa? Pacar ya?"

Aku tertawa dan mengangguk. Kemudian menyodorkan handphone dimana ada wallpaper Kiran disana. Izzul melihatnya dengan senyum sumbringah.

"Cantik, 'kan? Ini pacarku. Namanya Kiran," ucapku memperkenalkan Kiran.

"Cantik banget. Pinter kamu pilih cewek. Dimana sekarang dia? Indonesia?"

"Ya gitu deh. Dia masih sekolah. Sekarang kelas XI."

Izzul mengangguk dan hening diantara kami. Kami berdua sama-sama larut dalam pikiran masing-masing sambil menatap depan. Sesekali kami mendengus geli bersamaan saat melihat beberapa pasagan didepan kami sedang berciuman.

When Sunrise Come - Slow UpdateWhere stories live. Discover now