Bab XVIII - Something

585 19 7
                                    


- Rifan -

Dengan tersenyum bahagia, kuletakan kembali handphone disaku celanaku dan berjalan keluar dari lingkungan fakultas menuju parkiran. Aku selalu bahagia jika itu berhubungan dengan pacarku, Kiran.

Jam kuliah sudah berakhir, biasanya aku akan duduk didepan bangku taman fakultas sambil chatting bersama Kiran. Karena saat itu biasanya dia baru tiba disekolah. Saat guru sudah masuk, baru kami menyudahi sesi chat kami.

Perbedaan waktu, dan jarak takkan menghentikan kami untuk tetap merasa bahagia. Ini sudah sebulan seminggu aku di London, dan sejauh ini aku sudah bisa beradaptasi.

Dan luar biasanya, tiba-tiba aku menyukai ilmu kedokteran. Begitu mempelajari anatomi fisiologi manusia, aku jadi tercengang. Begitu luar biasa ciptaan Tuhan akan manusia. Tapi kata dosen, ini belum seberapa saat nanti kami bisa mempelajari segala variabel manusia dan penyakitnya. Sampai kesini, aku tertarik. Ayah dan Bunda sangat bahagia begitu mengetahuinya. Perlahan, aku menemui passion-ku.

Begitu naik kemobil, aku melaju perlahan meninggalkan gerbang kampus. Izzul hari ini ada kuliah tambahan, jadi pulang dulan. Tujuanku sebelum ke flat adalah toko buku. Untuk menambah referensi tugas. Saat aku hampir menuju gerbang, aku berpapasan dengan satu sosok yang sedang berjalan sendirian.

Aku sontak membunyikan klakson. Dia tersentak dan berhenti dari langkahnya menatap mobilku. Kaca mobil kubuka, begitu aku tiba disisinya.

"Sendirian?" Tanyaku. Dia mengangguk.

"Naiklah," ucapku. Dia terlihat bimbang sebentar, kemudian tersenyum dan memutar naik kebangku depan. Begitu dia memasang selt belt, mobil kembali kulajukan.

"Kamu kekampus gak dengan kendaraan?" Tanyaku padanya. Dia adalah Aulia. Aku cukup sempat bertemu beberapa kali dengan Aulia setelah pertemuan di kedai. Tapi kami hanya sebatas saling senyum satu sama lain dan selesai sudah.

"Mobilku bannya kempes saat menuju kampus tadi. Makanya masih titip dibengkel, soalnya buru-buru tadi ada quis dikelas," jawabnya.

"Oh, mau kuantar ambil mobilmu dibengkel?"

"Gak usah. Aku tadi udah minta mobilnya diantar keflatku kok. Tadi udah ditelpon. Aku rencananya tadi mau naik Bus saja ke flat."

"Terus setelah ini ada rencana apa?"

"Gak ada sih. Hanya pulang ke flat dan belajar."

"Mau ikut aku? Aku mau ke toko buku. Kemudian kita bisa lunch. Aku traktir deh."

"Emang boleh?"

"Loh? 'Kan aku yang ngajak. Seharusnya kamu tinggal jawab aja. Gak perlu bertanya lagi."

Dia tersenyum geli kemudian mengangguk, "baiklah. Aku ikut kamu."

Aku ikut tersenyum geli. Sepertinya, dia masih belum punya teman seperti yang diceritakannya saat sekolah. Padahal, dia tidak pendiam dan pemalu. Kenapa bisa ya? Aneh juga.

Pukul 16.15, aku dan Aulia duduk disalah satu kafe. Kami memilih duduk diteras luar kafe. Menikmati hembusan angin sore yang sejuk. Sebelum dari kafe, kami ke toko buku seperti yang kukatakan. Baik aku maupun Aulia, membeli beberapa buku. Baru kemudian kami kesini.

"Aku penasaran akan sesuatu saat mengangkut kamu tadi," ucapku. Aulia menatapku dengan tanda tanya sambil mulutnya masih mengunyah es krimnya.

"Kenapa kamu berjalan sendiri? Apa kamu masih tidak punya teman?" Sambungku kemudian.

"Ya. Aku masih gak tau bergaul. Orang-orang disini tidak seramah di negara sendiri. Jika melihat kamu duduk sendiri, akan menganjak ngobrol. Mereka sih, kamu-kamu. Aku-aku," jawabnya. Aku mengangguk. Kurasa benar. Aku sendiri sebulan ini baru mendapat beberapa yang akrab.

When Sunrise Come - Slow UpdateWo Geschichten leben. Entdecke jetzt