Bab III - Closer -

905 66 15
                                    


- Rifan -

Aku menatap satu per satu para peserta MOS yang masuk sekolah sambil di periksa kelengkapan mereka. Aku tak turun untuk memeriksa, hanya mengawasinya. Aku sudah dua kali ikut kegiatan MOS. Rata-rata semuanya seperti ini. Tak ada yang menarik.

"Eh apa-apaan ini kepang? Ini kurang ini" suara salah satu cewek anggota osis tertangkap di telingaku. Aku menatap ke arah cewek itu. Dan senyumku tersungging melihat dengan siapa cewek yang sedang di marah-marahi itu.

Aku berjalan mendekati mereka. Mungkin ada pengecualian tentang ketidak-menarik-an yang aku cap di setiap kegiatan MOS jika ada satu cewek. Tidak. Satu anak kecil yang selalu membuatku sukses tersenyum geli walau hanya melihat ekspresinya.

"Kepang kamu kurang, ini 10. Seharusnya 11. Jadi kamu harus berdiri di barisan yang kurang lengkap" seru anggota osis yang sedang memarahinya. Aku sudah berada di hadapan mereka. Mereka belum menyadariku.

"Pas ini kok 11. Ini ada yang kecil." Jawabnya sambil mengangkat satu kepang kecil di samping kepalanya. Aku menahan tawa melihat bentuk kepangnya. Dia pasti buru-buru saat membuatnya.

"Ini gak di hitung terlalu kecil" anggota osis tersebut masih tak terima dengan pembelaanya.

"Di hitung kok kak. Anggap aja ini kepang masih tunas di antara pohon. Tunas pun ingin eksis kak. Hehehe" serunya lagi sambil nyengir lebar.

"Hahahahah" tawaku akhirnya meluncur tak bisa kutahan melihat tingkahnya. Sontak, mereka berdua; baik itu si kecil Kiran, -yang kutahu namanya dari daftar peserta MOS- maupun anggota osis yang memarahinya, melihatku. Aku pun menguasai diri kembali dan memasang tampang kalemku.

"Sudahlah. Itu tunas juga masuk hitungan. Selain itu, dia ada kurang gak?" Sahutku kini. "Gak ada si kak. Bener nih masuk hitungan?" Tanya anggota osis itu. Aku pun mengangguk mantap dan mengisyaratkan dengan kepala untuk membiarkannya lewat. Karena, para MOS yang kurang lengkap akan di pisahkan untuk di hukum. Sedangkan yang lengkap akan lanjut ke Aula.

Kiran pun terbebas dan berjalan masuk menuju Aula. Saat melewatiku, dia senyum manis dan membentuk kata "thanks" tanpa suara kepadaku kemudian melenggang masuk. Dan..

Blaaaaazzzzttthhhhhhh..!!!

Apa itu tadi?! Tubuhku seakan tersengat listrik saat melihat senyum manis Kiran tadi. Bahkan kini aku begitu kikuk. Sialan.

Eh tunggu, aku jadi teringat sesuatu. Aku pun berjalan mengikutinya dengan langkah cepat dan berdiri di depannya menghalanginya berjalan. Dia berhenti dan menatapku dengan kebingungan.

"Surat cinta yang sudah aku tugaskan sudah kamu buat kan?" Tanyaku padanya.

"Sudah kok kak. Tenang aja" sahutnya dengan santai. "Oke, pada akhir kegiatan. Kamu memberikannya langsung padaku. Jika tidak, kamu akan aku hukum besoknya. Jangan lupa" kataku sambil lagi-lagi menahan senyum melihat ekspresinya yang tiba-tiba berubah masam mendengar kata-kata awalku.

Kiran, beberapa hari ini kamu akan jadi mainanku. Tenang saja, hanya aku. Jika ada yang lain, maka mereka akan berurusan denganku.

***

- Kiran -

Aku merenggangkan tubuhku ke kiri dan ke kanan. Rasanya pegal sekali dua jam duduk mendengarkan materi orientasi tadi. Udah gitu di pantau lagi sama kakak-kakak osis. Dan di catat namanya siapa yang bercerita, siapa yang bermain dan siapa yang gak fokus saat materi. Setelah itu, akan di hukum saat istirahat.

Jadilah, aku diam membisu seribu bahasa yang sangat jarang terjadi. Well, tekniksnya tadi itu belajar. Mungkin aku bisa mentoleransinya karena aku suka belajar. Alhasil, aku terbebas dari hukuman.

When Sunrise Come - Slow UpdateWhere stories live. Discover now