Bab VIII - Love Love Love -

810 47 7
                                    

- Kiran -

Ting.. Tingggg..

Suara klakson motor di depan rumah membuatku langsung terburu-buru keluar kamar dan bahkan terantuk pintu, meja dan menjatuhkan barang-barang. Aku berlari ke dapur dan menyalim tangan Papa, Mama, dan Kakakku. Menyodorkan tangan untuk disalim adik dan keponakanku yang semuanya sedang sarapan di dapur.

"Aku pergi ya. Assalamualaikum.." Seruku kemudian berlari ke luar rumah.

Ku sunggingkan senyum terbaikku saat menatap cowok ganteng diatas motornya yang juga sedang tersenyum begitu tampan menatapku. Aku berjalan mendekat ke arahnya. Ke arah cowok tampan tercintaku. Rifan.

"Pasti telat bangun lagi kan? Sampe terburu-buru di pagi hari" tebaknya dengan begitu sempurna sambil meletakkan sejumput rambut yang terurai ke depan dari kunciran rambutku ke belakang telingaku. Wajahku memanas akan perlakuannya.

"Habisnya aku ketiduran lagi saat udah selesai subuh. Pas bangun tau-tau udah telat. Banyak godaan sih. Hehehe" sahutku sambil terkekeh bodoh.

"Yaudah, sebaiknya kita pergi sekarang sebelum kita benar-benar terlambat. Oke tembem pendek?" Serunya dengan senyum jailnya dan memanggilku lagi dengan sebutannya itu.

"Jangan panggil aku tembem pendek!!" Protesku sambil memoyongkan bibirku.

"Gak mau. Itu panggilan sayangku padamu" bantahnya kini tersenyum begitu ganteng. Oke, wajahku kembali memanas lagi.

"Panggilan sayang kok gitu. Gak ada manis-manisnya" ujarku kembali pura-pura cemberut.

"Kan kamu udah manis. Jadi gak perlu panggilan sayang yang manis lagi. Ntar aku diabetes lagi" sahutnya sambil mengelus pipiku.

Demi apa? Kenapa Rifan makin hari makin pintar ngegombal kayak gini. Apa jangan-jangan dia lagi salah makan pagi ini?

"Udah ah. Ntar kita telat beneran nih. Ayo!" Sudahinya sambil memasangkan helm dikepalaku.

Aku pun naik ke motornya. Dan motorpun melaju menuju sekolah. Tanganku masih kuletakkan di atas pahaku, hingga tangannya meraih tanganku meletakkannya melingkari pinggang dan mendarat di tengah perut kerasnya. Aku tersenyum dan melakukan hal yang sama pada tanganku yang lainnya. Dan kupeluklah dirinya. Tubuhnya yang hangat dan wangi itu.

Sudah seminggu lebih aku dan Rifan akhirnya resmi pacaran. Selama seminggu itu, kita selalu pergi dan pulang sekolah bersama. Rifan selalu menjemputku di rumah. Menjemputku di kelas saat pulang jika dia tak ada kegiatan. Jika dia ada latihan basket, aku yang giliran menunggunya dan kita bisa pulang bersama.

Malam minggu kemarin adalah satnite pertama kita. Rifan membawaku makan malam di sebuah cafe yang sangat romantis, setelah itu kita jalan-jalan di bukit dan duduk di atas bukit sambil melihat bintang-bintang. Karena berhubung cuaca cerah.

Benar-benar menyenangkan. Rifan sangat baik. Dia tak pelit, dia suka memanjakanku, ketika berjalan dengannya dia selalu mengandeng tanganku, mematri perkataan ku dengan baik saat aku berbicara, dia sopan, lembut dan sangat so sweet. Meski dia selalu menyangkal kalau dia bukan tipe lelaki romantis.

Kita pun akhirnya tiba di sekolah. Seperti hari pertama sejak aku dan Rifan ke sekolah bareng, kami selalu menjadi santapan tatapan. Aku begitu resah dan terganggu akan hal itu. Tapi, Rifan santai saja. Dia tetap mengenggam tanganku seperti biasa, hingga kita berpisah ke kelas masing-masing.

"Pagi Kevlar" sapaku dengan senyum lebar dan intonasi ceriaku pada teman sebangku yang kocaknya tak tertolong lagi itu.

"Pagi"

Senyum lebarku menghilang saat mendengarnya menyapaku dengan singkat tanpa memandangku dan tanpa cengiran khasnya. Ada apa dia?

"Kev, kamu kenapa? Kamu marah sama aku?" Tanyaku.

When Sunrise Come - Slow UpdateDonde viven las historias. Descúbrelo ahora