Chapter 23 (2)

667 73 14
                                    

Hola!

Siapa yang libur tapi tetep aja punya banyak tugas? 

Oiya, buat kalian yang udah baca tap story gue mungkin bakalan bingung karena endingnya gantung banget.

Jadi gue bikin ending gantung gitu karena gue udah berencana untuk bikin cerita itu setelah cerita ini tamat! (Apa cuma gue yang seneng?)

Udah, gue cuma mau ngabarin itu doang.

Happy reading!

**

Ia melangkahkan kakinya ke tempat peristirahatan terakhir bagi orang-orang yang nyawanya telah dicabut oleh sang malaikat maut. Matanya bengkak, pandangannya menatap ke depan seiring langkah kakinya yang terus maju, namun tatapannya kosong. Pikirannya tak lagi ada pada jiwanya, beban di pundaknya terasa semakin berat. Air matanya tak lagi mengalir sederas sebelumnya, namun masih belum ingin berhenti.

Ficil berhenti melangkahkan kakinya saat sebuah batu nisan dengan tulisan nama Rena binti Syahad berada di depannya. Ia tetap berdiri di samping gundukan tanah itu. Kepalanya tertunduk, bahunya kembali bergetar karena tangisnya. Bunga di tangannya hancur karena genggamannya yang terlalu erat. Dadanya terasa begitu sakit, seperti luka terbuka yang diberi tetesan jeruk nipis. Pedih.

Tak berapa lama, ia terduduk lantaran tubuhnya tak lagi kuat untuk menopang badannya. "Ma..." ujarnya lirih. Tangannya mengusap-usap gundukan tanah itu.

"Bilang ke aku kalau itu bohong, Ma," Ficil memukul-mukul tanah di hadapannya, meluapkan rasa kecewanya.

Tak ada jawaban. Hanya ada keheningan di tempat itu, sesekali ditimpali dengan suara daun yang berguguran atau isaknya yang tak kunjung berhenti.

"Mama! Jawab aku Ma!" Ficil berteriak sambil terus menerus memukul makam Rena. Ia mengerahkan seluruh tenaganya yang telah membawa rasa marah dan kecewa di dalamnya.

"Jadi ini?" tanyanya. "Jadi ini alasan Mama nyuruh aku buat berhenti cari orang yang bunuh Mama. Iya?!" bentaknya. Rasa kecewanya tak dapat ia sembunyikan. Bahunya bergetar semakin kencang karena isak tangisnya.

"Aku benci Mama!"

Tangannya tetap bergerak memukul makam Rena, amarahnya terus mengisi kesepian yang ada di tempat pemakaman tersebut.

Sampai akhirnya seluruh tenaganya telah habis, Ficil akhirnya kehilangan kesadaran. Tubuhnya sudah terlalu lelah untuk menyatakan kekecewaannya yang tidak ditanggapi.

**

Vigo membawa mobilnya dengan perasaan kacau. Sekarang hampir magrib, tapi Ficil bahkan belum pulang dari jam sembilan tadi pagi. Tak ada yang mengetahui kemana gadis itu pergi, karena ia tak bilang akan pergi ke mana.

Vigo memberhentikan mobilnya ketika sampai di sekolah Ficil. Ia turun, lalu menanyai beberapa siswi yang sedang berdiri di dekat pagar.

"Maaf ganggu, tapi kalian tau Ficil nggak? Anak klub fotografi," tanya Vigo yang disambut dengan gelengan kepala mereka sambil tersenyum genit ke arah Vigo. Namun karena cowok itu sedang dalam keadaan khawatir, ia sama sekali tak peduli dan meninggalkan mereka setelah mengucapkan terima kasih.

Vigo mengedarkan pandangannya ke arah sekitar sekolah. Ia mengambil ponsel berwarna jet black di sakunya, lalu berusah menelepon Ficil. Tetapi panggilannya itu sama sekali tak diangkat, sama seperti tadi sebelum ia berusaha mencari Ficil.

MistakesWhere stories live. Discover now