Chapter 1

2.6K 399 16
                                    

Ficil duduk di bangkunya dengan perasaan gelisah. Saat ini, ia saja yang sudah sampai di sekolah. Namun bukan itu penyebab kenapa ia menjadi gelisah. Mimpi itu.

Ia melihat ke arah seseorang yang sedang tersenyum kepadanya. Orang tersebut melambaikan tangannya kepada Ficil, mengajak untuk mendekat kepadanya. Ficil menyipitkan matanya, agar dapat melihat orang tersebut dengan jelas.

"Mama!" Teriak Ficil gembira ketika menyadari bahwa orang tersebut adalah Mamanya. Ia melangkahkan kakinya sekencang mungkin lalu memeluk Mamanya. 

"Mama, Ficil kangen banget sama Mama. Mama keenakan di surga, sih. Jadi lupa sama Ficil, kan." Ficil pura-pura cemberut.

Wanita yang memakai baju putih panjang itu, memancarkan sinar di wajahnya. Seolah-olah ia sangat bahagia berada di tempat tinggal barunya.

"Mama selalu ingat Ficil, kok." Ujar wanita itu.

Ficil tersenyum. Namun sesaat kemudian sedih. "Kamu kenapa?" Tanya wanita itu kepada anaknya.

"Ficil pengen kita kayak dulu lagi, Ma. Selalu ada Mama di meja makan saat kita makan malam, selalu bangunin Ficil kalo lagi mager. Mama gak bisa gabung sama kita lagi, ya? Andaikan aku bisa temuin siapa yang membuat Mama gak ada, pasti aku bakalan melakukan hal yang sama," Mata Ficil berkaca-kaca, semua kenangan tentang kebersamaan keluarganya dahulu menari-nari di kepalanya.

"Ficil, gak boleh balas dendam. Ini udah takdir. Mama bahagia kok, disini. Pokoknya kalau kamu ketemu sama orang yang kamu maksud, jangan balas dendam, ok? Berbuat baiklah padanya. Atau, jika kamu menemukan salah satu anggota keluarganya, kamu jangan berbuat jahat atau melampiaskan kemaarahan kamu. Lupakan semuanya. Fokuslah pada dirimu, Nak," Nasihat Mamanya dengan sangat lembut. Kini kedua mata mereka yang sudah berkaca-kaca, saling menatap satu sama lain. Berkomunikasi melalui mata, yang maksudnya hanya diketahui oleh anak dan ibu tersebut.

"Mama pamit," Wanita itu berjalan perlahan, menghilang dari pandangan.

"Mama, maksud Mama apaan, sih? Apa orang itu ada dekat Ficil?" Tanyanya frustasi lalu mengacak rambut. Karena mendengar suara langkah mendekat menuju kelasnya, Ficil kembali bersikap normal.

Ternyata pemilik suara langkah kakk itu adalah kaki Adrian, orang yang tak suka padanya. Ia sendiri juga tak tau mengapa.

"Hai," Sapa Ficil mencoba untuk bersahabat dengan lelaki itu.

"Hhmm.." Jawabnya sedikit terpaksa. Ficil hanya mengedikkan bahu tak peduli. Nanti juga berubah sendiri, pikirnya.

Adrian duduk di bangkunya sambil membuka buku kecil yang selalu tersedia di sakunya, kemana pun ia pergi. Dan menulis sesuatu

Pantau lagi keberadaannya.

Ia lalu menutup bukunya tersebut, dan memasukkannya ke dalam saku.

Ficil meninggalkan pemakaman tersebut. Sementara itu, Adrian yang sedari tadi memantau, merasa aneh dengan gadis itu. Adrian berjalan menuju ke tempat penjaga makam, dan bertanya.

"Pak, cewek yang tadi pake seragam sekolah itu kunjungin siapa, Pak?" Tanyanya.

Bapak itu mengangguk, lalu mulai memberikan penjelasan. "Itu Mamanya yang meninggal 3 tahun yang lalu, karena sebuah masalah. Mamanya terbunuh oleh seseorang yang hanya diketahui oleh Ayahnya. Namun, Ayahnya tak pernah berniat untuk memberinya sedikit petunjuk pun tentang si pembunuh tersebut. Oleh karena itu, ia berjanji akan mencari tau pembunuh tersebut dengan caranya. Ia juga berjanji akan melakukan hal yang serupa terhadap pelakunya." Jelas si Bapak. Adrian mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu pamit. Ia kembali masuk ke dalam mobilnya.

"Kenapa dia waktu ditanya masalah keluarganya kemaren kok bahagia banget, ya? Padahal hatinya pasti sakit banget waktu ditanyain masalah orang tua, apalagi Mamanya," Gumam Adrian kepada dirinya sendiri. Ya, kemaren, Ficil sempat menceritakan tentang keluarganya kepada teman-temannya, namun ia terlihat begitu bersemangat. Bahkan, tak ada yang dapat mendeteksi dendam atau kesedihan yang ternyata dipendamnya.

"Woy, bro! Pagi-pagi udah bengong aja," Tiba-tiba saja Bima menepuk pundak Adrian dan memecahkan lamunannya.

"Hayoo? Lo kenapa coba? Hhmm... Pasti lo —"

"Jangan aneh-aneh ya, lo! Ini masih pagi! Lo mau gue gorok ntar?" Tanya Adrian tajam memotong perkataan Bima.

Bima bergidik, bereaksi seolah-olah dia sangat takut akan ancaman pagi hari Adrian. "Gak kok, bro! Gue 'kan becanda doang, santai,"

"Terserah lu deh"

***

"Yah.. Malah ke rumah. Anytime aja, deh." Adrian kecewa melihat mobil Ficil yang tidak bergerak ke pemakaman.

"Topeng yang sangat hebat, Fi"

***

20 Maret 2015

A/N

Maaf ya gue telat update T.T

MistakesWhere stories live. Discover now