Prolog

6.5K 643 88
                                    

Hari ini, ada yang berbeda dengan suasana sekolah SMA Dream High, sekolah di mana Adrian Biyanto menuntut ilmunya

"Bro, lo denger, gak? Ada cewek cantik yang bakalan masuk ke sekolah kita, loh!" Ujar Bima sambil menepuk pundak Adrian yang sedang sibuk memainkan gadget di bangkunya.

"Hhmm... Terus hubungannya sama gue apa?" Tanya Adrian cuek dan tetap sibuk dengan gadgetnya.

"Ye.. Elo mah gitu. Gak asik. Padahal kata orang ceweknya cantik lho. Masuk kelas kita lagi! Pasti pintar juga deh, ceweknya. Secara kita kan kelas unggul. Wih.. Bakalan susah kayaknya buat ngedapetin tuh cewek deh," Oceh Bima sambil menopang dagunya ke salah satu tangannya, membayangkan paras siswi baru tersebut.

Saatnya jam pertama dimulai

Bel berbunyi, Adrian menyimpan gadgetnya ke dalam tas. Bima yang sibuk menghayal, langsung berhenti dan mengeluarkan buku Math-nya.

Tak lama kemudian, Bapak Baik, begitu panggilan siswa kelas X unggulan di SMA Dream High ini kepada Bapak yang memiliki nama asli Jinto ini.

Namun ada yang berbeda kali ini, Guru itu tidak masuk sendirian. Ia bersama siswi yang wajahnya sangat tidak familiar.

"Ehem.." Bapak Jinto memberi kode agar semuanya diam.

"Baiklah ananda sekalian, seperti yang kalian bisa lihat, Bapak membawa seorang gadis ke sini, ia akan menjadi keluarga di kelas X unggulan di SMA Dream High ini. Silahkan perkenalkan diri kamu,"

Siswi baru tersebut mengangguk, lalu dia melangkahkan kakinya satu langkah ke depan. Detik selanjutnya, ia tersenyum dan melambaikan tangannya.

"Hai, semuanya. Perkenalkan namaku Ficilia Andromeda, kalian bisa memanggilku Ficil. Aku harap kalian senang dan dapat menerimaku di kelas ini. Terima kasih." Ujarnya dengan nada yang sangat bersahabat.

"Ficil, kamu silahkan duduk di barisan sana," Guru tersebut menunjuk ke arah kursi nomor 3 dari depan, tepat di samping Bima dan di depan Adrian. Ia mengangguk lalu berjalan ke bangkunya.

"Hi, nama gue Bima," Bima memperkenalkan diri dan mengulurkan tangannya begitu gadis itu baru duduk di tempat barunya.

Ficil tersenyum ramah, lalu membalas jabatan tangannya. "Hai Bima, gue Ficil,"

"Gila ini cewek cantik banget bro. Lo gak minat?" Bisik Bima ke pada Adrian.

Adrian menatap malas Bima, lalu menggeleng. "Gue gak kenal sama dia,"

"Please deh, Ad. Cinta 'kan datang karena terbiasa, jadi sekarang lo kenalan, terus deketin dia, like hang-out together, or anything else. Gampang 'kan?" Rayu Bima.

"Gak. Ambil aja sama lo," Jawab Adrian malas lalu menatap bukunya.

***

"Iya, hai Gina, hai Fiya. Kalian semua pada ramah-ramah,ya. Seneng banget gue bisa masuk kelas unggul ginian," Puji Ficil kepada kelas barunya.

"Weeesss.. Kelas kita kena puji deh, kayaknya. Lo gak perlu stress gabung di kelas unggul kaya kita, karena selain mengandalkan otak, kami juga friendly. Jadi, nyantai aja" Jawab Gina. Ficil pun tertawa sambil menangguk-anggukkan kepalanya.

Sedangkan di sudut kelas, sedang berkumpul Bima, Adrian, Vanno, dan Rian. Mereka sedang sibuk membicarakan siswi baru tersebut, kecuali Adrian. Ia hanya sibuk dengan makanan dan sesekali gadgetnya.

"Gila! Udah cakep, pintar lagi. Kurang apa coba," Ujar Bima sambil memandangi Ficil yang sedang sibuk dengan teman-teman barunya.

Vanno dan Rian mengangguk. "Gue setuju sama lu bro, ini yang namanya bidadari dari surga." Vanno melentikkan jarinya.

Rian menepuk pundak Adrian, lalu berbisik "Lu gak tertarik cewek kayak gitu? Ramah lagi," Adrian menggeleng. Ia melihat cewek itu sebentar, lalu menatap Rian malas. "Gak punya daya tarik sama sekali"

"Lu mah gak asik," Keluh Vanno. Bima menaikkan alisnya, menggoda Adrian. "Sekarang mungkin enggak, tapi nanti? Siapa yang tau?" Bima meletakkan tangannya ke pundak Adrian. "Gak untuk selamanya,"

"Let's see,"

***

"Guys, gue pulang dulu,ya! Bye, see you later!" Ficil melambaikan tangannya lalu masuk ke dalan mobil fortunernya. Ia tak mengambil jalan untuk ke rumahnya, melainkan jalan menuju suatu tempat untuk bertemu ibunya.

***

Kondisi tempat itu selalu sama setiap harinya, sepi. Hanya ada hembusan angin yang menerpa rambut dan kulitnya, dan pohon-pohon rindang yang membuat tempat itu begitu sejuk di siang hari dan menyeramkan di malam hari.

Ficil melangkahkan kakinya mencari nama ibunya di batu-batu berbaris yang selalu berdiri tegak, setelah menemukannya ia duduk di samping makam tersebut dan menaburkan bunga yang sudah ia siapkan sebelum ke tempat ini.

Ia tersenyum, lalu memulai percakapan tunggal dengan ibunya. "Hai, ma. Apa kabar? Akhirnya, aku bisa tinggal di sini dan sering-sering jenguk Mama. Ma, di sana asik, gak? Mama udah nyaman di sana,ya? Padahal Ficil kangen banget sama Mama, loh. Ma, maaf ya, Ma, Ficil belum bisa menemukan orang yang memisahkan kita di dunia ini. Ma, seindah apa pun surga, jangan lupain aku,ya!" Ficil menghapus air matanya yang selalu jatuh jika ia berkunjung untuk bertemu Mamanya.

"Ma, yang pasti, Ficil nggak akan lupain janji Ficil sama Mama. Gak akan, Ma. Ficil pamit dulu, ya. Nanti Papa nyariin Ficil, soalnya Ficil belum izin sama Papa. Bye, Ma," Ficil mengecup batu nisan Mamanya, lalu meninggalkan tempat tersebut dengan langkah yang berat.

Tak jauh dari tempat mobil Ficil berada, seseorang melihatnya secara tak sengaja dan memantau pergerakan gadis tersebut.

Kenapa dia ke sini?

***

MistakesWhere stories live. Discover now