Alexa yang dipandangi seperti itupun ikut bergeser, mempersilahkan Vina untuk lewat dan menyapu bagian belakang kelas.

Seakan teringat sesuatu, Alexa berniat untuk pamit ke cowok di hadapannya. "Han, gue duluan, deh."

"Eh?" Reyhan menatap Alexa bingung. Kemudian segera menyampirkan tas yang sebelumnya ia lepas ke bahunya. "Bareng, deh, yuk?"

Cepat-cepat Alexa menggeleng. "Engga usah, gue sendiri aja."

"Loh, kenapa?"

"Gue ga mau ada gosip baru."

"Oh," Reyhan mengangguk paham. "Ya udah, hati-hati. Kabarin gue kalo udah sampe rumah."

Sejenak Alexa berekspresi bingung, tapi karena terburu-buru--tak mau membuat seseorang menunggu--ia pun mengangguk dan segera keluar kelas.

Diam-diam Alexa kembali mencerna maksud dari perkataan Reyhan di kelas tadi.

Kabarin gue kalo udah sampe rumah.

Kenapa ia harus mengabari Reyhan? Apa pedulinya, memang?

Ah, sudahlah. Alexa tak mau memikirkan.

🌠

"Lo abis ngapain?"

Alexa menghela napasnya yang tersenggal. Ia bahkan tidak menyadari kalau sepanjang perjalanannya tadi ia berlari. Hanya karena tidak ingin membuat cowok di depannya ini menunggu terlalu lama. Ah, perjuangannya patut dihargai. "Gue, gue abis lari."

Fallen semakin mengerutkan keningnya. "Ngapain lari-lari? Ada yang ngejar?"

"Engga."

"Terus?"

Alexa berkacak pinggang. Apa perlu hal itu dibahas? Rasanya tidak penting, deh. Tapi kenapa Fallen malah kepingin tahu? Bukankah seharusnya mereka buru-buru sebelum ada siswa atau siswi lain yang melihat?

"Ga usah dibahas, Fal."

Fallen menggaruk tengkuknya. Ia merasa sangat bodoh di depan Alexa. Seingat Fallen, ia sangat pandai menjaga image-nya di depan para cewek cantik, tapi kenapa dengan Alexa ia tidak bisa? Yang ada, Fallen malah mempermalukan diri sendiri. "Ya udah, mana kunci lo?"

Alexa merogoh kantung jaketnya, mengambil kunci, dan melemparkannya ke Fallen.

Fallen yang tidak siap dengan lemparan mendadak itupun lengah. Dengan sangat cantik, kunci beserta gantungan Doraemon itu terbang dan menghantam tepat tulang hidung Fallen.

tuk.

"ANJRIT," Fallen mengumpat. Lagi-lagi hidungnya yang kena.

Alexa panik, ia segera menghampiri Fallen yang sedang meringis sambil memegangi hidungnya. "Eh, sori-sori, gue ga sengaja."

"Aduh," Fallen masih meringis. Hidungnya berubah warna menjadi kemerahan. "Itu Doraemonnya terbuat dari apa sih, anying, sakit banget ga boong."

Alexa menyentuh tangan Fallen yang menutupi hidung cowok itu, berniat untuk menyingkirkannya agar ia bisa melihat kondisi hidung Fallen. "Hidung lo merah, Fal."

"Ya iya lah, kalo item mah si Brian."

Alexa tertawa. Sejenak membuat Fallen terhenyak. Ia tak pernah mendengar Alexa tertawa seperti ini sebelumnya. Kali ini suara tawa Alexa terdengar lebih lepas, tanpa paksaan seperti biasa.

"Lo, lo kok ketawa?" tanya Fallen kemudian.

Alexa masih saja tertawa, ia juga tidak tau kenapa ia bisa tertawa. Rasanya seperti yang pertama kali, setelah masa kelamnya kemarin-kemarin. "Gue juga ga tau ngetawain apa," ucap Alexa, setelah berhasil meredakan tawanya.

Jawaban dari Alexa semakin membuat Fallen bingung.

Melihat ekspresi Fallen, Alexa seperti sadar. "Bingung, ya?"

Tanpa ragu Fallen mengangguk.

"Intinya gue ketawa gara-gara lo."

"Gara-gara gue?" Fallen tak bisa menyembunyikan senyumannya. Jujur saja ia sudah sangat GE-ER.

"Iya, lo payah banget, nangkep kunci aja ga bisa. Terus itu gantungan Doraemonnya emang dari besi. Gue juga ngetawain hidung lo yang merah. Terus juga lo malah ngatain Brian item, padahal dia ga item, tapi sawo mateng," papar Alexa. "Dan, gue baru liat sisi lain dari lo yang begitu, pas lagi kesakitan. Lucu."

Fallen mengerjapkan mata. Tak percaya kalau Alexa bisa berbicara seperti itu. Satu hal yang baru Fallen temukan dari sosok Alexa, cewek itu tipe cewek yang apa adanya.

Dan Fallen sangat suka itu. Alexa terlalu unik menurutnya. Sulit ia tebak.

"Jadi, gue harus kesakitan dulu ya, baru lo bilang lucu," kata Fallen, dengan wajah yang sok serius.

Alexa menggeleng cepat. Fallen salah paham. "Bukan gitu."

"Terus gimana?"

"Ya," Alexa berpikir lama.

"Apa hayo?"

"Tunggu, gue lagi mikir."

"Masa mikir dulu."

"Ya emang kenapa?"

"Berarti 'kan lo emang susah buat jawab."

"Ih! Ga gitu."

Kini Fallen yang gantian tertawa. Cowok itu tampak sangat girang menertawakan sisi lemah Alexa. "Gue bercanda kali, Lex."

Alexa mendengus. Harusnya ia sadar kalau sedang dibodohi. "Jangan ketawa, lo!"

"Wuih, galak."

"Ga jelas."

"Ngambek, Lex?"

"Engga."

Lagi, Fallen kembali tertawa. "Gue bercanda Alexa, lo tenang aja. Kalo cuma kesakitan kayak tadi mah kecil, gue bisa ngelakuin itu tiap hari supaya lo bisa bilang gue lucu terus," ucap Fallen sambil tersenyum lebar. "Kalo itu bisa buat lo ketawa kayak tadi, apapun bakal gue lakuin."

Alexa diam. Merasakan jantungnya yang mulai berdetak liar. Ia menatap cowok di depannya, tanpa sadar ikut tersenyum.

Fallen tak bisa memungkiri bahwa dirinya senang melihat Alexa tersenyum seperti itu. Apalagi tersenyum kepadanya. Tapi ia tak bisa berlama-lama karena takut akan kelewat batas dan memeluk erat Alexa. Fallenpun mengambil kunci mobil yang tergeletak di bawah lalu membuka pintu mobil.

"Berangkat, ayok," katanya sambil berlalu.

***

A.N: harusnya updatenya ga sekarang. Tapi tanganku gatel kepengen update. Huh.

Gimana sejauh ini? Membosankan ya? Wkwk.

-luv u


180°Where stories live. Discover now