TIGAPULUHEMPAT - RIHKA

139 15 2
                                    

"Okay, udah gitu aja. Jaga kesehatan sama jangan lupa apa aja yang harus dibawa." kata Kenny menutup rapat.

Besok mungkin akan menjadi hari yang menyenangkan bagi anak-anak di angkatanku. Besok bakal diadain study tour selama 6 hari.

Tahun ini aku ditunjuk sebagai salah satu panitia. Bagian kesehatan, sih, jadi harus bawa kotak P3K terus.

"Ta, ke perpus, yuk." ajak Andira salah satu teman sekelasku.

"Emm, sorry, Ra, kayaknya gue harus langsung pulang. Mo ngerjain tugas seni rupa." kataku sambil menepuk sketch book-ku.

"Uwalah, mo pergi ada aja halangan. Gue duluan, Ta!"

"Yu!"

Aku segera membereskan alat tulis dan bukuku.

"Halo, Brin? Iya, ini baru beres. Aku jemput, ya!"

Darrel satu kepanitiaan denganku. Haha. Satu kepanitiaan dengan mantan.

Darrel berjalan ke luar ruangan, sesuatu terjatuh. Sepertinya buku.

O, ya, buku. Ada tulisan "MILIK DARREL LIJAYA" di sampulnya.

Buku ini harus aku kembalikan.

/author: kalo hati kembali gak, Ta?/

Aku berjalan menyelusuri lorong kelas lalu berbelok menuju tangga--.

Aku berpapasan dengan Darrel.

"Em, Rel, nih, buku lu." aku menyodorkan bukunya pada Darrel.

Ia segera mengambilnya dengan datar. Ia berbalik hendak pergi. Aku mencegat tangannya.

"Apa lagi?" tanya Darrel.

Ngomong. Gak. Ngomong. Gak. Ngomong. Gak. NGOMONG!

"Kenapa lu ga percaya sama Fio?" tanyaku to the point.

"Gue gak percaya omong kosong."

"Rel, kita, tuh, sahabat lu. Kita ga mau liat orang lain mainin perasaan lu."

"Ga ada gunanya lu ngomong gitu. Makasih udah buang waktu gue."

Darrel langsung pergi.


"Kamu mungkin boleh benci mantanmu, namun apa harus juga kamu membenci sahabatmu?"


^^^

Aku memutuskan untuk mampir dulu ke toko alat tulis di seberang sekolahku, berharap ada yang menjual cat poster warna perak.

"Ibu carikan ke gudang dulu, ya."

"Oke, Bu. Saya tunggu, ya."

Aku segera mencari tempat duduk. Toko alat tulis ini memang serba guna. Selain sebagai toko, di depannya ada beberapa penjual makanan. Sementara, di lantai atas digunakan untuk kursus bahasa inggris.

Pintu masuk terbuka. Kulihat Sabrina cs memasukki toko. Aku berpura-pura membaca buku untuk menghindari kontak dengannya. Sepertinya ia juga tidak menyadari kehadiranku di situ.

"Wah, jangan-jangan Darrel bakal nembak lu di pantai pas kita karyawisata, Brin!" kata Andita bersemangat.

"O, iya, bener, tuh." tambah Evelyn.

"Yah, gue, sih, gampang aja tinggal tolak. Lagian juga, kalian tau, kan, Aldi cogans SMA Utama lagi PDKT-in gue. Gak mungkin, kan, gue sia-siain?" kata Sabrin sambil tertawa liciknya.

"Aldi? Anak basket itu? Ya Allah, ciptaan Tuhan itu <3." ucap Dita.

"Daripada gue sama Darrel anak gendut kutu buku itu..."

"GAK LEVEL!" ucap Sabrin, Dita, dan Evelyn bersamaan.

Entah apa yang mendorongku. Perasaanku sungguh panas mendengarnya. Segera aku hampiri Sabrin ke mejanya.

"Hai, Nata. Ada masalah?" tanya Sabrin dengan wajah polosnya.

"Lu mau mainin perasaan Darrel, kan?! LU GA BENER-BENER SUKA SAMA DIA, KAN?"

"Bener banget. Pinter, yah, ternyata Natalia Tanusaputra."

PLAK!

Satu tamparan mendarat mulus di pipi Sabrin.

Ya, aku pelakunya.

"SABRIN!"

Pintu toko terbuka lagi dan kali ini yang masuk adalah Darrel.

"DARRY! NATA NAMPAR AKUUU!!!" Sabrin menunjuk-nunjuk ke arahku sambil memegang pipinya yang kemerahan.

"KETERLALUAN LU, TA!"

"Keterlaluan lu bilang? SABRIN GAK CINTA SAMA LU DAN BAKAL NINGGALIN LU! LU GA BILANG ITU KETERLALUAN?"

PLAK!

Darrel menamparku. Entah mengapa tak terasa.

"Gue permisi." aku mengambil tasku dan segera meninggalkan toko.

Jangan nangis lagi, Ta. Udah terlalu banyak air mata yang lu buang sia-sia.

Ga ada kata sahabat bahkan temen atau mantan. Gue nyesel kenal lu. Gue ga rela perasaan gue jadi korban lagi. 




NADA NADIku 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang