EMPAT - ISKELOKER

344 65 14
                                    


"Tuh, Darrelnya udah nungguin di depan. Ambil tas kamu, jangan sampe ada ketinggalan," kata mamaku sambil membantu Kak Nesya menguncir rambutnya. Maklumlah, kakakku harus tampil cantik setiap saat.

Aku segera mengambil ranselku dan sebuah tas jinjing. Hari ini sekolah kami akan mengadakan kegiatan rekoleksi di Wisma Cemara. Acaranya, sih, kaya ilmu hidup gitu, lah.

Aku naik ke sepeda Darrel tanpa berkata sesuatu. Darrel juga tidak menyapaku seperti biasanya. Mungkin karena yang kemarin? Sepertinya ia memikirkan sesuatu hal. Entah apa.

Aku ingin bertanya padanya, namun mengapa bibir ini tertahan? Tertahan seribu tanda tanya yang tersirat?

Darrel sudah mengayuh sepedanya, hampir sampai ke sekolah, namun tiba-tiba dia putar balik, tepatnya ke arah depan sekolah. Lantas aku bertanya. Namun ia tidak menanggapi, seakan suaraku hanya sebuah decitan rem sepeda yang tak perlu ia hiraukan.

Ketika menurutnya sudah "sampai", ia memberhentikan sepedanya. Aku turun, namun sedetik kemudian dia menggandengku, menarikku ke arah satu kios makanan paling laku di depan sekolahku. Ia melepas gandengannya, lalu segera pergi ke arah dalam kios itu.

Entah mengapa aku tidak mengikutinya, walaupun tanda tanya besar seakan telah memberatkan tengkukku. Hmmmmm... Aroma lumpia basah yang sarat akan bumbu dan rempah sangat menggoda. Tak tau harus berbuat apa, sementara waktu kumpul di sekolah masih sekitar 20 menit lagi, aku memesan 1 porsi lumpia basah.

Selagi aku melihat pesananku dibuat dengan seksama, tiba-tiba mataku ditutup oleh sepasang tangan dari belakang.

"Oiii! Siapa iniii?"

"Wait and see, Ta!"

"Fi... Fio? Ini Fio?"

Sepasang tangan itu terlepas dari mataku.

Dari matamu...
Matamu...
Ku mulai...
Jatuh cinta...

Kumelihat...
Melihat...
Ada bayangnya...

Dari mata, kau buatku jatuh, jatuh terus, jatuh ke hati...

"HAPPY 7TH MONTHSARY TAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!"

"A... Ehh... Month... Sary?"

"Lupa, ya? Gini, ya, ternyata dampak didiemin Darrel Lijaya semaleman..."

"AJDBXJDKSBSKSKSK! RELLL!!! GUE KIRA LU MARAAAHHH SAMA GUEEE... GUEE KIRAAA GUE ADA SALAHHH APAAA..... ASTAJIMMM RELLLLLL!!!"

Aku memukul-mukul lengan atas Darrel bagaikan petinju sedang berlatih dengan samsaknya. Percayalah, bantalan lemak yang ia miliki akan menjaganya agar tidak terluka.

"Iya, sorry, deh, Ta, jadinya salah paham. Udah, yuk, kita ke sekolah udah waktunya ngumpul."

"Ga mau, ah, masih ngambek."

Darrel tiba-tiba menggendongku di pundaknya. Emang tiba-tibalah ini anak.

Setelah sekitar 2 jam menempuh perjalanan, kami sampai di Wisma Cemara. Wismanya sederhana, dikelilingi hamparan kebun teh sejauh mata memandang.

		Aku, Meli, dan Fio langsung menuju kamar kami di lantai 2

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku, Meli, dan Fio langsung menuju kamar kami di lantai 2.

"Eh, kata gebetan gue di SMP Gemilang, wisma ini ada penunggunya..."

"Apasih, Mel.... Bikin merinding aja..."

"Ga tau, tuh, si Meli. Udahlah jangan mikir aneh-aneh!"

Segera aku membuka jendela kamar dan memandang keluar. Udaranya sangat sejuk!

Lalu aku melihat ke lantai bawah, ada seseorang, mungkin bapa-bapa, memakai pakaian serba hitam, sambil membawa bungkusan kecil berwarna merah. Mungkin penjaga wisma ini?

"Ta, aku tidur di bawah, ya..."

Aku berpaling ke Fio lalu mengangguk. Sedetik kemudian aku kembali menatap ke luar jendela. Tidak kudapati bapa-bapa itu. Dia menghilang begitu saja. Mungkin dia sudah pergi?

Aku segera melupakan hal itu, karena kami segera dipanggil untuk berkumpul di lapangan.

NADA NADIku 2Where stories live. Discover now