SEBELAS - AGRID IS

215 35 4
                                    


"TAAA!!! KAKINYA DAH MENDINGAN??? MASIH SAKIT GAK??? LU NAEK MOBIL AJA MENDINGAN, NANTI KALO NAEK SEPEDA KENAPA-KENAPA LAGI GIMANA???"

"Idih bawel amat kayak ibu-ibu. Dah gapapa kok, Rel... Kan, udah istirahat 5 hari..."

"Bagus lah kalo kayak gitu. Lagian lu, sih, macem-macem segala... Membuat Darrel jadi cemas..."

"Udah, gak usah cemas-cemasan. Ayo berangkat, Rel, takut telat."

Gini, ya, rasanya Senin abis 4 hari libur alias long-weekend. Agak males-males gimana gitu.

"Eh, Ta... Gue mau ke Pa Ary dulu, ya..."

"Pasti tambahan Fisika, ya? Antusias banget, sih..."

"O, iya, dong..."

"Gue mau ngasihin tasnya Pa Dirga dulu, ya..."

"Yang waktu itu ketinggalan ya? Ya udah, ati-ati jalannya, awas, ya, jatoh lagi..." kata Darrel sambil menempelkan jari telunjuknya di pipiku.

"Siap Bunda Darrel!" aku memberi hormat pada Darrel layaknya seorang prajurit pada komandannya.

Aku mencari Pak Dirga ke ruang guru, tapi tidak ada. Aku melihat di jadwal pelajaran, jam ini juga Pak Dirga sedang tidak mengajar. Lantas dia di mana?

Aku sudah berkeliling di koridor lantai 2 dan 3, tetap tidak kutemukan. Aku memutuskan untuk turun dan berniat menitipkannya saja di ruang guru. Tiba-tiba aku menemuinya habis keluar dari toilet dan sepertinya sedang mencoba menghubungi seseorang.

"Ayo, dong, please... angkattt..." Pak Dirga mengacak-ngacak rambutnya frustasi.

"Ehehem..."

"Eh, Nat, ada perlu apa?"

Pak Dirga terlihat langsung merapikan rambutnya.

"Nih, tas Bapa, ketinggalan di rumah saya..."

"Astagaa... Saya cari ke mana-mana tas ini... Thanks, ya..."

"O, iya, sama ini... Ada donat... Dari Papa saya, buat Bapa katanya..."

"Wih... Pas bener... Saya mau jenguk Oliv hari ini..."

"Ka Oliv emang masih sakit?"

"Hah? Masih sakit? Kamu, kok, tau dia lagi sakit?"

Mampus gue keceplosan.

"Kalo jenguk pasti orangnya sakit, kan?"

Tringgg... Tring... Tring...

Ponsel Pak Dirga berbunyi.

Halo? Oliv?

Nak Dirga, tolong kamu ke rumah sakit sekarang.

Om Hartmann? Ada apa?

Oliv... Oliv butuh kamu.

Tut tut tut

"O... Oliv?!"

Pak Dirga langsung berlari menuruni tangga. Emang kenapa, sih, Ka Oliv?

Ya, lagipula itu bukan urusanku. Aku langsung menuju ke depan lab Fisika untuk menemui Darrel.

"Ta, udah ketemu Pa Dirga?"

"Udah, udah dikasihin juga tasnya..."

"O, baguslah, soalnya tadi dia lari-lari gitu, kaya buru-buru... Kaya dikejar rentenir..."

"Pemikiran kita sama, Rel!"

Aku dan Darrel tos tangan dengan bersemangat. Mungkin inilah mengapa kami dibilang pasangan autis.

"Kamu pikir aja sendiri!"

"Maaf, dong, Fi... Aku ga bermaksud buat..."

"Aku udah peduli, ya, sama kamu, kamu, tuh, peduli sama diri sendiri aja ga bisa..."

"Gile gile... Lagi berantem, tuh, Rel..."

"Udah kaya ftv, Ta... Wakakak..."

Aku melihat Fio duduk di salah satu bangku taman, melipat kedua tangannya, dan memanyunkan bibirnya. Fio walaupun begitu masih cantik aja, yak, heran.

"Eh, Steff, kenapa, nih?"

"Ga tau, tuh... Rel, temenin gue ke kantin, yuk, lah..."

Darrel menaikkan bahunya, lalu mengikuti Steffan ke kantin.

"Mau cerita, Fi?"

"Gue mau putus aja sama Steffan..."

"EBUSET KENAPA?"

"Cowok, tuh,emang gini kali, ya. Di awal aja ngejar-ngejar. Dunia serasa milik berdua, hampir tiap detik nge-chat. Eh, sekarang, chat jarang dibales, ditinggal main DOTA aja seringnya... Males gue, Ta..."

"Kalo mo putus, sih... Terserah lu sama Steffan ya, Fi... Tapi saran gue... Lu omongin dulu berdua, gue yakin Steffan mau berubah, kok..."

Fio menghembuskan napas panjang.

"Thanks, ya, Ta... Gue beruntung banget punya sahabat kaya lu..."

Kami berdua berpelukan... Seperti teletubies... Haha...


NADA NADIku 2Where stories live. Discover now