Lima belas

408 29 3
                                    

"Maksud lo?" (Namakamu) sungguh tidak mengerti apa maksud Iqbaal.

Iqbaal hanya mengangkat bahunya tanpa menjelaskannya kembali. (Namakamu) menghela nafas kesal, benci? siapa sebenarnya orang yang Iqbaal maksud akan membenci (Namakamu)? argh.. (Namakamu) semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Iqbaal, ucapan misterius Iqbaal itupun berhasil membuat ekspresi (Namakamu) mendadak kusut seakan tak pernah merasakan kebahagiaan sebelumnya. Sebenarnya apa yang dimaksud Iqbaal?

~o0o~

(Namakamu) membungkukkan tubuhnya melepas high hells yang bertumit 2 centi. (Namakamu) merebahkan tubuhnya di atas kasur seraya memijit sudut pelipisnya. malam yang melelahkan.

Sesekali (Namakamu) menghela nafas berat ketika mengingat ucapan Iqbaal tadi. Sepulang kencan (Namakamu) benar- benar lupa bahwa Ia seharusnya berbahagia karena telah memiliki kekasih baru, tapi (Namakamu) justru memikirkan ucapan laki- laki lain.

'Tapi gue yakin setelah cincin itu ada pada jari lo, pada saat itu pula ada seseorang yang benci sama lo'

Kalimat itu yang membuat (Namakamu) melupakan kebahagiaan yang seharusnya dirasakan. Mengapa Iqbaal jadi se-menyebalkan ini.

"jangan- jangan dia suka gue" (Namakamu) bergumam, bertanya pada langit kamar yang berada lurus diatas pandanganya.

(Namakamu) memicingkan matanya sembari memikirkan apa benar yang ia ucapkan bahwa Iqbaal menyukainya. (Namakamu) menggigit bibir bawahnya seraya mengerang kebingungan.

(Namakamu) bangkit dari rebahannya, kini ia duduk di sisi kasur, bola matanya membawa kepalanya berputar menuju kalender, (Namakamu) mengayunkan langkahnya menuju kalender yang tertempel di dinding.

(Namakamu) menatap salah satu tanggal yang ia lingkari dengan simbol love. 29 April, hari dimana ia lahir, hari dimana ia memiliki kekasih pertama, hari dimana ia berkhianat memukul Rike—meski itu tak sengaja—, dan bahkan hari dimana ia pertama kali dipukul hingga meninggalkan bekas luka. (Namakamu) menghirup nafas beriringan dengan air mata yang mengalir dari sudut pelipisnya, sungguh banyak cerita yang telah ia lalui di hari ini.

(Namakamu) menatap nanar cincin yang melingkar di jari manisnya, setiap menatap cincin itu (Namakamu) mengingat sosok Aldi, ingat akan perjuangan Aldi untuk mendapatkan hatinya, ingat ketika ia berkali- kali mengatakan penolakannya pada Aldi. Aldi begitu tulus.. sedangkan (Namakamu) hanya bisa mencintainya, tidak lebih dari sekedar cinta. (Namakamu) hanya mencintai pengorbanan Aldi, usaha Aldi, dan ketulusannya. Jauh dari kata sayang yang seharusnya ada bersamaan dengan rasa cinta.

*

Krekk! (Namakamu) memutar knop pintu kamar, sedikit berbeda dengan sebelumnya! karena kini kamar yang ia buka bukanlah kamarnya, melainkan kamar orang yang telah membuatnya tergila- gila selama beberapa tahun lamanya— Iqbaal.

(Namakamu) menyembulkan kepalanya dari balik pintu, memutar kenanan dan kiri untuk menemukan sosok Iqbaal namun ia tak menemukan keberadaan Iqbaal. Kemana dia? batinnya seraya mengayunkan kakinya memasuki kamar Iqbaal. bukan maksud lancang, (Namakamu) hanya ingin merasakan suasana kamar Iqbaal, mungkin ia tidak akan pernah bisa merasakannya lagi selain hari ini. Besok (Namakamu) harus pulang, pergi lebih tepatnya, ia harus pergi meninggalkan semua yang ada di rumah ini. Tunggu! apakah (Namakamu) sudah memikirkan ini secara matang, apakah ia tidak ingin meralat ucapannya,? bagaimana mungkin ia tinggal seorang diri di rumahnya? ah.. membingungkan!

Mata (Namakamu) terbelalak ketika mendengar suara gesekan pintu yang sepertinya mendapat dorongan dari seseorang, kontan (Namakamu) menghentikan langkah kecil yang ia buat sembari memutar tubuhnya menghadap pintu. Iqbaal. (Namakamu) mengutuk diri ketika Iqbaal menatap dirinya dengan tatapan tajam, "Maaf!" Ucap (Namakamu) menunduk.

IDOL KISSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang