Tujuh

451 29 0
                                    

Salsha mengalihkan pandangannya kearah meja belajarnya seraya meraih serangkai bunga yang terletak di meja belajarnya, "Meski bunga ini gak gue dapatkan secara langsung dari orangnya, yang penting gue udah punya bunga yang sebelumnya merupakam miliknya juga, "Ya Tuhan... jagalah selalu si pemilik bunga ini" Gumamnya seraya memeluk erat bunga yang Ia pegang.

Bunga itu milik Aldi. ya... Salsha telah mengambilnya di dalam tong sampah tadi, Ia menyimpannya di meja belajarnya. Sebenarnya di balik ketertutupan Salsha dalam hal masalah Asmaranya gadis itu telah menyukai seorang pria. Aldi. Ya... pria yang Ia sukai adalah Aldi. Sebenarnya Ia sangat cemburu saat mengetahui bahwa Aldi menyukai sahabatnya sendiri, yaitu (Namakamu). Akan tetapi Salsha tidak ingin menampakkan kecemburuannya di hadapan (Namakamu) ataupun Aldi, Ia lebih memilih memendam perasaanya dan menunggu waktu yang akan mengubah segalanya, meski itu masih tidak pasti.

~o0o~

'Krek...' (Namakamu) membuka pintu kamarnya seraya melangkahkan kakinya malas. Melucuti seragam sekolahnya untuk segera diganti dengan baju santai.

'Brush...' (Namakamu) menghempaskan tubuhnya ke atas kasur yang masih terasa asing di tubuhnya. Sorot matanya berkeliaran menatap langit- langit kamar. Tatapannya seakan bercerita pada langit- langit kamar tentang kejadian yang sangat memilukan di sekolah tadi. Terkadang (Namakamu) mengambil nafas dalam- dalam dan dihempaskan begitu saja ketika bayangannya kembali tergiang- giang oleh peristiwa tadi. Peristiwa yang menyesakkan. Tanpa gadis itu sadari air yang sedari tadi sedang asyik bermain di bola matanya, menelusur melalui pipi tirusnya. Menangis seakan telah menjadi santapan utama bagi (Namakamu) --Sejak bertemu Iqbaal--

"(Namakamu)?" Suara dari wanita paruh baya itu berhasil membuat lamunan (Namakamu) pecah.

(Namakamu) menyeka air matanya secara kasar ketika melihat sosok Rike, bunda Iqbaal, "Iya tan?" (Namakamu) mengangkat tubuhnya seraya duduk di salah satu sisi kasurnya.

"Kamu kenapa?"

"Ngak papa kok tan, tante?--" (Namakamu) menggantungkan kalimatnya seraya membungkam mulutnya.

"Kenapa Nak?"

Mata (Namakamu) membulat ketika mendapati sosok Iqbaal sedang berjalan di belakang Rike. (Namakamu) hanya menggeleng seakan berkata 'aku baik- baik saja'

"hmm... gimana tinggal di sini nyaman gak?" Rike melangkah menghampiri (Namakamu).

"Nyaman kok tan" Jawabnya, sorot matanya memandangi setiap sudut kamar dengan tatapan menilai.

"Syukurlah, kenapa tadi pulangnya gak bareng Iqbaal saja?"

'Deg'

Organ dalam tubuh (Namakamu) seakan berhenti beberapa detik ketika mendengar nama Iqbaal. Pulang bersama? mana mungkin seorang Iqbaal rela mengajak (Namakamu) untuk pulang bersama, sedangkan baru saja terjadi pertikaian dingin di antara mereka berdua. Mustahil.

"Mustahil tan!" Ucap (Namakamu) polos, lagi dan lagi gadis itu bersikap polos dan jujur.

Rike menautkan alisnya seraya berkata, "Kenapa? bukannya Iqbaal membawa sepeda motor kesekolah? dan setau tante boncengan Iqbaal selalu kosong" Katanya, sambil menatap heran muka (Namakamu).

"Ya... begitulah tan, Iqbaal yang di sekolah beda banget sama yang dirumah"

"maksudnya? kok bisa?" Tanya Rike, wanita itu masih tidak mengerti akan jalan fikiran (Namakamu).

"Entahlah tan, Iqbaal kalo di sekolah jarang bahkan gak pernah ngomong sama cewek apalagi sama aku. huhh" Jelas (Namakamu) seraya menghela nafas di akhir kalimatnya.

Rike hanya mengerutkan keningnya seakan tak percaya dengan apa yang dibicarakan oleh (Namakamu).

"Dan satu lagi tan, kenapa sih Iqbaal sangat tidak suka surat menyurat?" Lanjut (Namakamu), (masih) dengan wajah polosnya.

IDOL KISSWhere stories live. Discover now