Delapan Belas

Start bij het begin
                                    

"Stay away from her. I swear, if you touch her, you'll died! If you hurt her, you'll died, and if i meet you in next time,--" Fallen memandang bengis kelima pria yang sudah semaput itu. "--you died."

Pria-pria itu tampak tak berani menjawab. Dengan sisa tenaga, mereka kabur sejauh-jauhnya.

"YA, PILIHAN BAGUS! KABUR SANA PECUNDANG! GAK TAU YA KALO GUE BAD BOY TERPANDANG DI BIS!" Fallen meneriaki mereka dalam bahasa Indonesia. Ya, Fallen memang suka kelepasan kalau sedang kesal, bahasa Indonesia menurutnya adalah bahasa yang paling enak dipakai untuk memaki.

Beca tercengang. Ia kenal dengan laki-laki yang menyelamatkannya itu, dia adalah Fallen, kakak kelasnya yang paling digilai oleh para kaum hawa. Ah, mimpi apa dia semalam sampai bisa diselamatkan oleh laki-laki itu.

Fallen memandang Beca lama. "Are you okay?" tanyanya sambil menghampiri Beca.

Beca mengangguk. "Terima kasih."

Fallen mengernyitkan dahi. "Dari Indonesia juga?"

Beca mengangguk lagi. "Papaku Amerika, mama Indonesia."

Fallen mengulurkan tangannya, berniat membantu Beca berdiri. "Nama lo siapa?"

Beca meraih uluran tangan tersebut. "Rebeca, call me Beca."

"Oh, nama gue--"

"Aku udah tau, Fallen 'kan?"

Fallen tersenyum, "Gue populer banget kayaknya," ucapnya bercanda. "Lo anak Bis juga?"

Beca mengangguk.

Ya, kira-kira seperti itulah pertemuan mereka. Disitu pula lah tumbuh perasaan dari dalam diri Fallen, ia ingin menjaga Beca semampu yang ia bisa, melindungi gadis mungilnya itu.

***

"Lex, gue mau berenang." Kirana menatap Alexa penuh harap. Dia memang sudah kebelet sekali untuk bermain air.

"Kenapa ngeliatin gue-nya begitu? Berenang tinggal berenang, pake izin segala." jawab Alexa acuh tak acuh, ia masih sibuk memakan es krim duriannya sambil memandangi lautan.

"Ish, lo gak mau temenin gue?"

"Kayak anak kecil aja. Gue gak bawa baju ganti, Na."

Kirana mencebik. "Lagian tadi disuruh bawa baju lo gak mau. Gue 'kan pengen berenang."

Alexa menghela napasnya, ribet ya menghadapi Kirana. "Lo kalo mau, tinggal nyemplung aja sana. Gue awasin dari sini."

"Ish." Kirana kembali menyandarkan kepalanya ke kursi pantai yang panjang. "Males ah sendirian, jomblo amat gue."

Alexa tertawa. "Tadi kenapa gak ajak Rafa?"

Kirana berpikir sejenak, "Dia kan udah ada acara. Ya kali gue maksa."

Alexa mengangkat bahu, terserah lah.

"Lex, lo gak risih?"

"Risih?"

"Iya, Fallen dari tadi liat-liat ke sini mulu."

Alexa mengalihkan pandangannya ke arah Fallen dan teman-temannya. Mereka tampak sedang berjemur sambil sesekali bercanda. Tapi tidak semua, Fallen tidak ikut berjemur, ia hanya duduk menghadap dirinya. Bukan kah terlihat aneh? Fallen biasanya selalu ikut bergabung dalam kehebohan teman-temannya, tapi kenapa sekarang Fallen terlihat menyendiri?

Alexa kembali memalingkan wajahnya. "Bodo amat, ah."

Kirana mendengus, "Ye, diliatin cogan kok gak salting."

"Udah biasa, sori."

Kirana menyubit gemas lengan Alexa. "Dasar!"

"Ih, apa sih, nyubit-nyubit."

"Gue 'kan ketularan lo."

Bodo amat lah, Alexa malas berdebat dengan Kirana. "Katanya mau berenang? Sana gih, mengganggu ketenangan gue lo."

Kirana memanyunkan bibirnya. "Ih, ngusir."

"Gak ngusir,"

"Terus tadi apa?"

"Kode doang."

"Cie, sering kode-kodean ya?"

Alexa bergidik ngeri mendengar suara godaan Kirana. "Gak jelas."

***

Hari sudah menjelang malam, langit yang tadinya terang benderang kini menjelma menjadi kelabu. Warna kejinggaan hasil tenggelamnya matahari memberikan efek cantik untuk langit. Ini adalah momen yang sangat ditunggu-tunggu oleh Alexa.

Sunset.

"Anjir Lex, keren banget." Kirana berseru disebelah Alexa. Mereka berdua kini sedang kembali duduk di hamparan pasir pantai.

"Gila, pertama kali gue liat beginian." Andre geleng-geleng kepala, menunjukkan jelas rasa kekagumannya. Oh iya, omong-omong Alexa dan Kirana tidak hanya berdua, Fallen dan kawan-kawannya juga ikut memeriahi.

"Makanya jangan terlalu sibuk urusin kepentingan dunia," Revan menyikut Andre yang berada di sebelah kirinya. "sekali-kali luangin waktu buat refresh pikiran, jiwa, sama raga lo. Contohnya di tempat begini, jangan di pub melulu. Di sini lo bisa hirup udara bebas tanpa ada bau alkohol menyengat, bisa lihat cahaya asli dari matahari, bukan dari lampu disko yang bikin kepala mumet." ujarnya panjang kali lebar.

Andre melongo. "Gila, Revan. Makin lama makin bener aja lo!" tukasnya.

"Bener tuh kata Revan." Kirana ikut serta. "Buat anak-anak kayak lo pada, sering-sering deh ke tempat begini-- maksud gue, alam terbuka." sarannya.

Jordan mengernyit bingung. "Kenapa?"

"Harus ya?" Brian juga ikut menanggapi.

Kirana menghela napasnya. "Masalahnya nih ya, kalo kita ngabisin waktu hidup cuma buat hura-hura doang, kapan bisa bergunanya? Tujuan hidup tuh buat bisa berguna, baik buat diri sendiri, maupun orang lain. Kalo hidup lo gak guna, ngapain hidup? Ngabis-ngabisin pasokan udara bersih aja."

Alexa tertawa masam. Merasa tersindir oleh ucapan Kirana barusan. "Sadis lo."

Andre ikut tertawa. "Kayaknya Kirana sama Revan cocok deh kalo kita jodohin."

"Bener tuh, Jordan setuju."

"Iya, Ian juga setuju!"

"Apa sih."

"Cie, tuh kan barengan."

"Gak jelas lo."

"Anjir, barengan lagi."

"Eh, udah-udah. Kasian temen gue." Alexa membela, walau sebenarnya dia ikut tertawa juga.

"Alexa diem aja deh, Fallen aja kalem tuh."

Fallen yang merasa namanya disebut pun melirik Jordan sekilas, lalu berdeham. "Pulang yuk, udah malem."

***

Revisi.

180°Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu