Chapter XX

672 59 2
                                    

Setelah mereka semua berhasil keluar dari bangunan penjara, Andri menyadari bahwa situasi sudah cukup gawat. Topan sudah sangat dekat dengan mereka, hujan turun deras, terasa bagai jarum-jarum beku yang menusuk. Angin bertiup sedemikian kencangnya hingga seluruh tajuk pohon di hutan, dari semai hingga pohon-pohon besarnya, mengayun dan bergoyang. Suara-suara tiruan binatang liar telah tiada, digantikan dengan alarm yang meraung-raung di sekujur pulau. Di sana-sini, lampu-lampu muncul dari dalam tanah, cahayanya yang terang berputar-putar menyinari bagian dalam hutan yang gelap.

“Seluruh kesatuan penjaga pulau, polisi, dan militer wilayah sedang bergerak ke sini. Kalian harus cepat pergi,” kata si robot penjaga.

“Tak perlu diberitahu lagi. Ayo, ayo, ayo semuanya! Kita langsung menuju pantai Barat Daya!” seru Rho.

“Ke arah mana, Andri?” tanya android yang bertubuh besar.

“Keluar dari kubah ini terus lurus sampai bertemu sepasang cemara raksasa. Setelah itu, langsung belok ke kiri, perahu berjarak kurang lebih satu kilometer dari cemara tersebut!” Andri berteriak, menjawab.

Mereka mulai berlari, menerobos gerbang kubah, keluar dari permukaan pohon tipuan dan langsung melaju lurus di dalam hutan. Seluruh android berlari dengan kecepatan yang menakjubkan, melompati dan melangkahi banir-banir serta batang-batang pohon rebah yang berukuran besar dengan sangat mudah. Mereka melompat-lompat, dengan si android bertubuh besar memimpin di paling depan, membuka jalan untuk mereka sekaligus menghancurkan batang-batang yang terlalu besar untuk dilompati dengan satu-dua pukulannya yang sangat kuat. Segera, Andri dan Diki tertinggal di belakang.

“Mari saya bantu,” kata seseorang di belakang mereka. Kemudian, mendadak mereka terangkat dari tanah.

Andri menoleh dan melihat siapa yang mengangkat mereka berdua. Ternyata, robot penjaga besar yang menjebol kipas juga ikut berlari bersama mereka. Dia menggendong Andri dan Diki di kedua tangannya dengan mudah sembari terus berlari dengan keluwesan yang luar biasa untuk ukuran tubuhnya. Mereka melompati banir, kayu, dan dengan cepat kembali berada tepat di belakang para android.

Sejenak, perjalanan mereka lancar. Namun, mendadak terdengar suara-suara gonggongan anjing yang sangat keras, begitu kerasnya hingga memenuhi hutan, mengalahkan suara sirine yang masih meraung-raung.

Kaget, Andri dan Diki menoleh ke sebelah kanan mereka, ke sumber suara gonggongan tersebut. Mereka menemukan si empunya suara dengan cepat: beberapa belas meter di sisi kanan mereka, tampak enam sosok berkaki empat berlari kencang melintasi hutan di balik bayang-bayang pepohonan, menyamai kecepatan lari mereka. Keenam sosok tersebut makin lama makin dekat, gonggongan mereka semakin keras.

“I-itu anjing liar?” tanya Diki keras-keras.

“Bukan. Itu para robot pemburu,” jawab robot yang menggendong mereka.

Beberapa detik kemudian, para robot pemburu tersebut sudah begitu dekat dengan mereka hingga mereka bisa melihatnya dengan jelas. Mereka berukuran besar, mungkin seukuran kuda yang biasa digunakan untuk menarik kereta-kereta di jalanan kota. Mereka memiliki empat kaki yang kokoh, tubuh abu-abu, serta mulut yang bertaring. Satu bola merah yang menyala-nyala tertanam di bagian depan moncong kepala mereka, kemungkinan berfungsi sebagai mata. Mereka tampak sangat buas; menggonggong, menggeram, dan meraung, memamerkan taring mereka yang panjang.

“M-mereka robot,” kata Diki. “K-kalau begitu, mereka takkan melukai manusia, ‘kan?”

“Ya. Mereka hanya akan melukai para android,” jawab si robot besar.

Benar saja, keenam robot pemburu tersebut tidak memedulikan si robot besar, Andri, dan Diki. Para pemburu mengejar para android yang masih beberapa meter di depan mereka, tampak siap untuk menggigit dan mencabik.

BotsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang