Chapter VIII

987 81 4
                                    

Sepanjang koridor yang menuju kantin, seluruh lampu menyala. Kantin ternyata sudah berisi beberapa orang, Andri mengenali Bu Rosidah dan Dr. Amri yang duduk di meja di tengah ruangan. Ada dua orang anak kelas sembilan yang duduk di dekat konter, sedang membaca dari Tablet mereka. Beberapa penjaga sekolah juga ada, termasuk Rho, yang menatapnya tajam begitu mereka masuk. Andri mencoba mengabaikannya seperti biasa.

“Diki!”

Mereka berdua menoleh. Duduk di salah satu meja adalah dua orang murid kelas mereka, yaitu Novi dan seorang cowok yang namanya tidak Andri ingat. Novi melambai pada Diki. Diki melambai balik padanya, lalu mengajak Andri menuju meja tersebut.

“Novi,” sapa Diki. “Dewa.”

“Yup,” jawab Dewa, meninju lengan Diki. “Kalian juga dibangunkan robot?”

“Tidak. Si Andri dibangunkan weker yang salah setel,” kata Diki.

“Ouch. Itu menyebalkan,” keluh Dewa.

“Memang,” jawab Andri.

Menatapnya, Dewa nyengir lebar, lalu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Andri. Dia berkata, “Aku Dewa, kita sekelas sejak seminggu lalu. Namamu Andri ‘kan? Kita belum berkenalan, tapi aku sudah mencaritahu mengenaimu.”

“Benarkah?” tanya Andri, mengangkat kedua alisnya. “Kenapa kamu –”

“Karena kita jarang kedatangan murid dari pulau lain,” jawab Dewa, masih nyengir, menyenggol Novi. “Dia sudah cerita mengenai kamu juga.”

“Ya, tentang bagaimana dia tidak tahu banyak mengenai konflik di Padang, padahal dia tinggal di sana sebelumnya,” jawab Novi.

“Uh-huh,” gumam Andri, mengangguk.

“Harusnya kamu bisa lebih penasaran, lebih mencaritahu tentang hal-hal yang berkaitan dengan tempatmu tinggal, ‘kan? Banyak kok sumber buat nyaritahu,” kata Novi, menyeruput minumannya dan menatap Andri.

Andri mengangguk singkat, menatap Novi balik. Mereka berpandangan, dan suasana tidak enak melingkupi meja.

“Anda ingin memesan sesuatu?” tanya sebuah robot pelayan, menghampiri meja mereka dan memecah keheningan.

“Ah, ya,” jawab Diki, lega. “Jus jeruk dan daging panggang. Kau mau pesan sesuatu, Dri?”

“Teh panas,” jawabnya. Robot tersebut mengangguk, lalu berjalan kembali ke konter.

“Jadi.” Dewa berkata, menarik kursinya ke meja, mendekat ke Diki dan Andri, “Kalian baca berita pagi ini? Tentang penangkapan Android di Bandung?”

“Yap,” jawab Andri dan Diki bersamaan.

Mereka menoleh, berpandangan terhadap satu sama lain. Diki melanjutkan, “Aku membacanya di PDA-ku pagi ini.”

“Aku menontonnya di TV di bundaran kota,” jawab Andri.

Dewa mengangguk-angguk bersemangat. “Aku dan Novi baru menontonnya beberapa menit lalu di tablet kami. Ini.” Dia mengangkat Tabletnya, menunjukkan pada Andri dan Diki berita yang sedang ditampilkan di feed akunnya. Ada banyak sekali artikel, video, tulisan, dan foto-foto serta wawancara mengenai penangkapan tersebut. “Aku sudah mengunduh semuanya beberapa detik setelah berita tersebut muncul.”

“Benarkah? Kok tidak memberitahuku?” tanya Diki, menarik kursinya mendekat.

“Kamu tidak bertanya,” jawab Dewa dengan tegas. Dia menoleh pada Andri, nyengir lagi, dan berkata, “Kami bertiga, bisa dibilang, senang memburu berita-berita terbaru dari belahan-belahan dunia mana pun. Kami menyimpannya dalam tablet untuk kemudian dibaca-baca lagi dan didiskusikan.”

BotsWhere stories live. Discover now