Bab 20

8.5K 497 19
                                    


Faith menghentikan jeep-nya di halaman rumah beberapa jam kemudian. Ia berusaha mengatur napasnya sembari menyandarkan kening pada setir. Jari-jemarinya mencengkram setir kuat-kuat dan Faith merasakan tenggorokannya tercekat.

Butuh waktu beberapa menit bagi Faith untuk mengendalikan pikirannya. Ia tidak pernah merasa tenang ketika semua pemikiran buruk akan kejadian yang harus dilewati Ian kala itu, menyerbu otaknya.

Dalam keheningan, Faith mencoba mengangkat wajahnya. Ia masih terus berpikir tentang fakta yang terkuak. Mrs. Brooklyn mengatakan bahwa Ian menjadi bagian dari pelajar yang terpilih dan itu sudah berarti bahwa Ian telah melewati masa sulit yang mengerikan.

Siapa yang berharap akan menjadi budak seks demi keuntungan orang? Siapa yang mau jadi pelayan? Mendengarnya saja membuat Faith merasa muak. Namun, apa yang dialami Ian kali itu, penyiksaannya, tidak sanggup ia bayangkan tanpa menjadi lebih buruk lagi.

Faith merasa kedua tangannya bergetar dan ia butuh waktu untuk menjernihkan pikiran. Jadi, ia putuskan untuk turun dan beranjak masuk. Langkahnya baru sampai di halaman ketika Faith menatap sebuah kotak berukuran sedang yang ditinggalkan seseorang di depan pintu rumah.

Faith menatap sekitar, mencoba mencari seseorang yang berkeliaran disana, namun ketika ia tidak mendapati siapapun, ia segera meraih kotak itu dan membuka bungkusnya.
Di dalam kotak terdapat secarik kertas dan sebuah kotak kecil lainnya. Faith meraihnya, meletakkan kotak yang lebih besar di atas meja dan mulai membaca isi pesannya.

Aku berpikir mungkin aku dapat memberi hadiah kecil untuk ulang tahunmu. Aku harap kau menyukainya.
Smaragdine?

Ian

Faith beralih pada kotak kecil dalam genggamannya. Ia membuka penutup kotak itu dan terpukau ketika melihat sebuah kalung perak dengan batu permata berwarna hitam yang indah. Sambil tersenyum, Faith berusaha mengendalikan emosinya. Niat untuk berbaring dan menenangkan diri segera sirna begitu ia memutuskan untuk kembali ke dalam jeep dan mulai mengendarai jeep-nya menjauh dari rumah.

Jeep-nya tiba di halaman parkir sebuah klinik ketika hari menjelang malam. Dari sudut pandangnya, Faith melihat SUV milik Ian di sudut sana dan segera memutuskan bahwa ia mengunjungi tempat yang benar. Turun dari mobil, Faith beranjak masuk ke dalam dan disambut oleh petugas resepsionis wanita yang bertugas.

"Permisi ma'am, ada yang bisa ku bantu?"

"Aku ingin bertemu dengan Ian."

Petugas itu mengerutkan dahinya. "Maaf?"

Faith memejamkan mata dan membenahi ucapannya. "Mr. Landon. Dokter ahli bedah yang berkerja disini."

"Maaf, tapi Dokter sedang sibuk. Ada pasien yang harus ditanganinya di ruang operasi dan beberapa pasien lagi. Dia sedang tidak bisa diganggu. Kau bisa meninggalkan pesan."

"Aku akan menunggu kalau begitu."

Petugas itu menatap Faith dengan serius. "Operasinya akan selesai beberapa jam lagi."

"Aku akan tetap menunggu. Katakan saja padanya Faith ingin bertemu ketika dia sudah selesai dengan pekerjaannya."

Petugas itu mengangguk kemudian mengangkat gagang telepon, menghubungi seseorang kemudian menutupnya kembali. Petugas itu kemudian mempersilakan Faith masuk ke ruang tunggu.

Langit di luar sana telah gelap, beberapa pasien yang datang mulai berkurang dan arlojinya mengatakan bahwa sudah dua jam Faith hanya duduk berdiam diri di ruang tunggu. Disela itu Faith mencoba menjernihkan otaknya, di tangannya ia sudah menggengam kotak dan hadiah pemberian Ian. Mata Faith menatap lurus ke arah lantai dan pikirannya kosong.

LANDON (seri-1) No Rose Without a ThornWhere stories live. Discover now