Bab 18

7.4K 451 10
                                    


Malam ketika Faith tiba di rumah, sebuah karangan mawar yang tergeletak di atas ranjangnya membuat ia terperanjat di tempat. Faith bergerak untuk meraih karangan yang tersusun indah dengan wangi yang khas itu kemudian meraih secarik kertas putih yang dilipat rapi di dalamnya. Sebelum membuka isi pesannya, Faith sempat menduga dan dugaannya segera terbukti begitu ia mendapat isi pesan yang tak jauh berbeda dari sebelumnya. Tulisan tangannya khas.

Ku mohon, beri aku kesempatan. Maafkan aku..
Putih?

Ian

Tersenyum Faith melipat kembali kertas itu dan meletakkannya di atas meja rias. Ia beranjak untuk meletakkan karangan mawar pada vas yang telah diberi air segar di ruang utama.

Faith sedang duduk memerhatikan karangan itu di ruang utama tanpa melakukan apapun ketika Ian datang dengan kemeja putih dan mantel hitamnya. Lelaki itu menatap Faith sejenak sebelum beralih pada sekumpulan mawar di dalam vas.

Pemandangan itu membuat Ian berpikir bahwa Faith mungkin telah luluh dan bersedia memaafkannya. Namun, semua prasangkanya sirna ketika Ian memutuskan untuk duduk di sofa seberang dan diwaktu yang bersamaan, Faith berdiri, berisiap untuk kembali ke ruangannya.

Faith belum sempat melangkah ketika Ian menahan pergelangan tangannya di tempat dan memaksa ia untuk kembali pada sofanya. Mendebat Ian hanya akan jadi usaha tang sia-sia, itulah mengapa Faith mengembuskan napas dan dengan pasrah kembali ke tempat semula.

"Kau masih marah padaku?" tanya Ian sembari menjauhkan tangannya dari Faith.

Wanita itu menghela napas sejenak. "Aku tidak ingat aku pernah mengatakannya."

"Kalau begitu bisakan setidaknya kau bersikap seperti biasa dan tidak perlu menjauhiku seperti orang asing yang baru bertemu?"

Faith menatap Ian lamat-lamat, memerhatikan bagaimana cara kelopak mata itu mengatup dan terbuka, melihat sekelibat perasaan asing disana dan segera menemukan suaranya dalam hitungan detik.

"Kalau begitu bisakah kau sedikit bersikap terbuka padaku dan bukannya menyembunyikan sesuatu dariku seolah aku ini orang asing yang pernah kau jumpai dalam hidupmu?"

Ian berdecak, merasa putus asa dalam prosesnya. "Aku sudah bilang kalau aku tidak akan mengatakannya padamu dan itu berarti tidak."

Kernyitan di dahi Faith bertambah dalam. "Kenapa Ian? Kau pasti punya alasan untuk itu."

"Tentu saja dan kau tidak perlu tahu alasannya. Semua itu tidak ada kaitannya denganmu."

"Apa aku hanya harus tahu semua hal yang berkaitan denganku? Kenapa kau tidak mengizinkanku untuk mengetahui sedikit tentang dirimu?"

Pikiran Ian mulai kacau dan suasana hatinya tak keruan. "Tidak bisa."

"Tapi kenapa?"

"Pokoknya tidak bisa. Apa kau tidak mengerti juga? Aku berani bersumpah Faith, hal ini tidak terkait dengan apapun."

Faith menghela nafas sejenak. Mata almond-nya menatap lurus ke arah Ian dan ia mengangguk dengan pilu.

"Baiklah. Aku mengerti. Kau membuat semuanya semakin jelas."

Ada kenyataan pahit yang meski ditelan Faith secara mentah-mentah: bahwa Ian tidak berani untuk bersikap terbuka padanya dan itu sudah menjelaskan semuanya secara konkret. Ian tidak berniat untuk membuka kesempatan dalam pernikahan mereka. Bagi Ian, semuanya ini hanya sandiwara dan atas dasar pemikiran itu, hati Faith mencelos.

Tidak mau membuat dirinya terlihat bodoh, Faith beranjak dari tempatnya dan kali ini, Ian benar-benar tidak menghentikannnya. Bahkan ketika Faith memutar kenop dan menghilang di balik pintu kamarnya.

LANDON (seri-1) No Rose Without a ThornUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum