Bab 13

7.8K 455 24
                                    


Paginya, Faith bangun beberapa menit lebih cepat dari Ian. Setelah berendam, Faith merasa lebih baik sekaligus lebih segar. Ia mengenakan setelan sederhana berwarna khaki dan celana denim hitam. Sekujur tubuhnya tampak kosong tanpa aksesoris. Meski hanya memoleskan sedikit alat kosmetik di wajahnya, Faith masih tampak menarik dengan rambut ikal panjang yang tergerai di belakang bahunya.

Faith tengah berkutat dengan alat adonan dan oven ketika Ian menuju konter di dapur. Ian berdiri membatu di lorong pembatas begitu melihat istrinya berkutat dengan buku resep dan adonan. Rambut cokelat Faith digelung ke atas, tubuhnya ditutupi celemek berwarna putih polos dan beberapa adonan menodai wajah putih bersihnya.

Bunyi oven mengalihkan perhatian Ian yang dengan segera beranjak untuk bergabung. Ian menarik sebuah kursi dan dalam prosesnya mampu mengalihkan perhatian Faith. Begitu ia sudah mengambil posisi duduk, Ian bertemu tatap dengan Faith. Faith tersenyum lebar, Ian mengangkat kedua alisnya.

"Selamat pagi, Faith!"

"Kau sudah bangun rupanya," kata Faith, jelas mengabaikan sapaan Ian. Faith meletakkan buku resepnya, menarik satu kursi lain dan berhadap-hadapan dengan Ian. Dengan wajah bersemu, Faith bicara, "pagi ini kau tidak perlu menyiapkan sarapan lagi."

Ian meragukannya. Aroma lezat dari adonan di pematang mulai tercium. "Kue tar?"

Faith mengangguk dengan antusias. "Spesial untukmu. Sejauh ini aku hanya mengonsumsinya, sekarang aku sudah belajar untuk memproduksi kue buatanku sendiri."

"Aku harap kau tidak meletakkan terlalu banyak gula dalam adonannya," goda Ian dan Faith tertawa.

"Aku tidak bisa jamin."

"Aku pikir aku akan tetap mencobanya," aroma lain menyeruak masuk ke dalam indra penciuman mereka. Ian tertegun, kelihatan menimbang sebentar sebelum angkat bicara, "berapa lama waktu yang kau ambil untuk meletakkan adonannya ke dalam pemanggang?"

"Tiga puluh.. Oh, mungkin empat puluh."

Mata Ian membeliak penuh. "Mungkin rasanya akan sedikit berbeda."

Begitu menyadarinya Faith segera menghambur menuju alat prmanggangan, mematikan mesinnya dan meringis begitu mengeluarkan kue tar berwarna kecokelatan. Ia membawanya ke hadapan Ian, duduk dengan wajah masam.

Mereka tidak bicara dan sejauh itu juga Ian hanya diam memerhatikan kue buatan Faith. Menatap Faith kemudian Ian meraih cream dalam plastik yang sudah disiapkan, semangkuk kismis dan cokelat cair. Tindakannya lantas mendapat perhatian penuh dari Faith.

"Kita hanya perlu menambahkan sedikit sentuhan untuk kelezatannya," kata Ian sembari memoleskan cream vanilla ditambah dengan coklat dan kismis.

Faith tersenyum, merasa terenyuh ketika dengan sabar Ian memotong bagian kue dan melahapnya sampai habis. Ian tidak bicara, setidaknya sampai potongan kuenya masuk ke kerongkongan. Lelaki itu tidak mengunjukkan kesulitan ketika menelan habis jatahnya sebelum menyuguhkan senyum manis di hadapan Faith.

"Siapa bilang bebas gula itu menyenangkan? Kuemu lebih dari yang kuharapkan."

Bahkan, ketika Faith melihat bagaimana bentuk dan warna kuenya, ia sangat merasa terusik. Ian mengambil satu potongan lagi, melahapnya dengan ringan sebelum pintu kamar terbuka dan Hope bergabung dengan mereka.

Hope kelihatan kacau dengan rambut berantakan dan riasan wajah bekas semalam. Wanita itu datang dengan pakaian minim yang melekat erat hingga membentuk posturnya yang langsing. Kemudian celana setinggi paha yang dikenakannya semakin membuat Ian merasa risih begitu mendapati Hope duduk bersebelahan dengannya di konter. Faith juga tampak membisu. Bahkan ketika Hope menyapa, Faith hanya memberi anggukan kecil.

LANDON (seri-1) No Rose Without a ThornWhere stories live. Discover now