Bab 11

7.4K 459 26
                                    

Begitu tiba di dalam kamar, Faith menyandarkan tubuhnya ke tepian pintu, ia menarik nafas dan mengembuskannya dengan tujuan mengendalikan diri dan pikirannya dari Ian.

Atas apa yang baru saja terjadi, Faith merasa sulit untuk memercayainya. Bagaimana mungkin Faith bisa melakukan tindakan itu? Apa yang membuatnya berpikir sedemikian rupa hingga tidak kuasa mengendalikan berahinya? Otaknya pasti sedang kalut.

Tapi Faith melihat Ian sebagai undangan yang menggoda. Faith tidak pernah bisa berada di dekat Ian tanpa bertindak bodoh. Ian membuatnya hilang kesadaran, membuatnya semakin membenci sandiwara mereka dan disatu waktu membuatnya merasa jadi wanita yang diinginkan.

Faith masih merasakan aroma Ian di bibirnya, masih sanggup mengingat betapa Ian menginginkannya sebesar ia menginginkan lelaki itu. Dan apa yang dilakukan mereka seolah bukan sekadar gairah semata. Ada sesuatu yang tersirat dari itu, entah apa.

Memikirkannya membuat Faith semakin kacau. Ia segera memutuskan untuk membasuh diri. Setidaknya ia harus menghapus wangi Ian yang menempel di tubuhnya, bukan karena Faith tidak menyukai aroma itu - Tuhan tahu Faith sangat menyukainya - hanya Faith merasa perlu menyingkirkan Ian yang tidak pernah berhenti menjarah pikirannya.

Dua puluh menit kemudian Faith keluar dari bilik yang membatasi kamar mandi dan ruang tidur. Ia memilin kaus berwarna biru gelap dan jeans dengan warna senada. Faith belum sempat menata rambunya yang basah ketika suara ketukan yang keras terdengar dari ruang depan.
Terkejut, Faith segera keluar untuk memastikan keadaan. Ia baru sampai di anak tangga terakhir ketika terdengar suara feminin seseorang di luar.

"Kit! Kit! Sialan, Kit, buka pintunya! Kalau kau berpikir kau bisa menempatkan aku di rumah penuh serangga itu, sebaiknya kau membayar lima kali lipat! Kit! Buka pintunya, berengsek!"

Seruan itu diiringi oleh ketukan yang kasar. Segera setelah Faith mengintip melalui jendela, Faith tahu bahwa wanita itu Monica. Sebelum ketukan dan umpatan selanjutnya terhantur, Faith menggeser sekat pintu dan membuka pintu di hadapan Hope.

Hope baru akan berusaha angkat bicara, menyumpah dan melakukan apapun yang harus dilakukannya pada Ian, tapi begitu melihat Faith, Hope tersenyum lebar.

"Oh.. Hallo!"

Faith mengangguk, dahinya mengernyit dan ia belum berhasil menyingkirkan prasangkanya akan umpatan kasar wanita itu sebelum Faith membuka pintu.

"Bisa kau katakan dimana Kit? Aku punya urusan darurat dengannya."

Kerutan di dahi Faith bertambah dalam. "Kit?"

Hope tersadar akan panggilannya, menyeringai untuk menutupi rasa gugupnya. "Suamimu, Kit. Pria sialan yang sengaja meletakkan aku di rumah penuh serangga."

Faith merasa tidak mampu memahami ungkapan Hope sedikitpun, namun dari apa yang bisa ia tangkap, ia tahu bahwa Hope sedang membicarakan Ian.

"Aku sangat yakin dia pergi meninggalkan rumah ini beberapa menit yang lalu untuk membeli persediaan."

"Berengsek," Hope mengumpat lagi, berdecak dalam prosesnya sebelum menyeruak masuk ke dalam ruang depan, melewati Faith. Wanita itu terus bergumam, terus melangkah menuju konter dan membuka lemari pendingin begitu menemukannya.

"Kit pasti sudah gila. Menurutmu kenapa aku harus tinggal di rumah tua penuh serangga itu sementara dia tinggal dalam istana klasik bebas serangga," Hope mendengus begitu memeriksa seisi lemari pendingin. "Dia bahkan tidak menyediakan bir."

"Ian tidak minum alkohol."

Hope mengernyit, kemudian mengangkat kedua bahu dengan tidak acuh. Ia meraih sepiring buah-buahan dan beranjak ke meja. "Setidaknya buah menjadi pilihan yang lebih baik ketika kau khawatir untuk mati kelaparan."

LANDON (seri-1) No Rose Without a ThornWhere stories live. Discover now