Bab 4

9.6K 526 21
                                    


Lima puluh menit kemudian, Faith sudah berdiri di depan cermin dengan jubah mandi dan sibuk memilah kaos. Setiap malam, ia selalu menggunakan tank top berbahan kain tipis dan celana pendek, tapi kemudian Faith mengingat Ian dan status barunya. Jadi ia melepas kembali pakaian minimya dan mengenakan piyama yang jauh lebih sopan.

Siapa bilang hidup berumah tangga itu menyenangkan? Faith lebih suka saat ia menikmati masa lajangnya yang bebas. Sekarang ia harus menghawatirkan banyak hal. Ia harus bangun lebih pagi dan tidur lebih awal. Ia tidak bisa keluar tanpa izin dan semua kegiatannya akan diamati. Tapi Ian bukan tipe suami seperti itu. Ian jauh lebih santai dan bersahabat. Memikirkan itu membuat kegelisahan Faith mereda. Takut jika Ian menunggu terlalu lama, Faith segera turun ke dapur.

Ian belum menunjukkan di mana dapurnya, namun aroma taco dan daging asap berhasil membawa Faith ke tempat yang benar. Bagian dapur, sama seperti ruangan lainnya, tampak indah dan tertata. Di sudutnya terdapat sebuah lemari pendingin dan patung kucing yang manis. Beberapa pajangan dinding klasik memperindah suasana. Mejanya terbuat dari kayu ek. Di sisi lain, yang membuat Faith semakin tertarik, terdapat sebuah ukiran kayu yang indah. Ukirannya membentuk sebuah tulisan berbahasa Spanyol. Faith berharap ia bisa mengetahui artinya.

Ian menyambut Faith dengan senyuman. Lelaki itu meletakkan makanan siap sajinya di konter dan memberi isyarat pada Faith untuk mendekat.

Faith memerhatikan Ian dengan saksama. Lelaki itu tampak lebih bersih dengan janggut yang tercukur habis. Kaosnya berwarna biru gelap yang hampir senada dengan kulit kecokelatannya. Otot-otot Ian jauh lebih kentara dengan kaos yang mengepas badan. Ian masih mengenakan jins hitamnya, namun tampak lebih santai tanpa ikat pinggang.

Begitu Faith menempati kursi di konter, Ian segera mematikan mesin pemanas kopi dan meraih dua cangkir kopi yang baru terisi. Ia meletakkan yang satu di depan Faith kemudian meneguk yang satunya lagi. Menarik sebuah kursi, Ian duduk berhadap hadapan dengan Faith.

“Makanlah!”

Ian teringat sesuatu, ia bernjak ke lemari pendingin, memeriksanya kemudian mengeluarkan beberapa buah buahan dari sana.

Faith tertegun memerhatikan makanannya di depan. Aromanya lezat dan mengundang, namun Ian membuat Faith jauh lebih tertarik ketimbang masakan itu dan perutnya yang keroncongan. Ketika Ian kembali duduk di hadapannya dengan mulut terisi penuh oleh buah-buahan, Faith baru bicara.

“Kenapa kau tidak makan masakanmu juga?"

Ian menunggu kerongkongannya mencerna makanan itu sebelum menjawab, "aku tidak mengosumsi karbohidrat pada malam hari.”

“Apa itu berpengaruh pada kesehatan?

“Ya. Beberapa orang perlu membiasakannya, terkadang pencernaan kita sulit bekerja sama." Ian melambaikan tangan pada makanan di depan Faith dan meminta wanita itu untuk segera memakannya.

Faith enggan membantah, ia menurut dan segera menghabiskan makanan itu. Lagi pula perutnya yang keroncongan sudah tidak bisa menunggu lebih lama lagi.

Ian memasak taco dan daging asapnya dengan begitu sempurna. Faith segera jatuh cinta saat pertama kali melahapnya. Ketika Faith sibuk menghabiskan makanan, Ian duduk diam dengan sebutir apel dalam genggamannya. Faith melirik Ian kemudian. Ia hampir tertawa jika melihat bagaimana sikapnya.

"Maaf, sepertinya aku akan menghabisi makanan ini sendiri. Masakanmu enak."

Ian mengerutkan kening, menunggu Faith menghabiskan makanannya sebelum berbicara. "Kalau kau memasaknya dalam suhu yang pas, hasilnya akan bagus."

"Dari mana kau belajar memasak?" Faith mengatakannya sembari meraih secangkir kopi panas yang diletakkan Ian kemudian menyesapnya perlahan.

"Buku resep masakan. Saat itu aku sedang dalam traning untuk bisnis. Aku mengunjungi beberapa kota dan menetap selama beberapa bulan. Masakan hotel dan menu spesial di restoran membuat aku bosan, jadi aku mencoba untuk memasak sendiri."

LANDON (seri-1) No Rose Without a ThornWhere stories live. Discover now