Bab 3

11.5K 638 36
                                    


Perjalanan panjang menuju bandara tidak terasa sudah usai. Ian membuka pintu untuk Faith dan membiarkan wanita itu menghambur ke bagasi lebih dulu. Ian segera menyusul untuk membantu. Membawa koper, mereka berjalan masuk ke bandara. Namun, belum sampai di dalam, sebuah mobil jeep kusam berwarna hitam yang familier menghentikan langkah Faith. Ian menoleh untuk melihat kemana arah tatapan Faith.

Seorang pria dengan setelan kaos putih yang dibalut oleh jaket berwarna cokelat kusam turun dari jeep tersebut. Tinggnya mencapai 180 sentimeter dengan kulit pucat dan rambut pirang. Mata birunya bersinar terang. Kakinya yang panjang tertutup oleh jeans usang dan sepatu bermerk. Pria itu mengenakan tas di punggungnya dan melambai pada Faith. Ketika Faith ikut melambai sambil tersenyum, Ian segera tahu bahwa pria itu tidak lain adalah Mike, kekasih Faith - istrinya.

Mike berjalan mendekat ke arah Faith, tersenyum kemudian menarik Faith ke dalam dekapan. Dari atas bahu Faith, tatapan Mike bertemu dengan Ian. Tampaknya Faith merasa terusik dengan dekapan posesif itu, karena ia segera melepas diri untuk menatap Ian. Dan seperti yang diharapkannya, Ian tidak mengunjukkan reaksi apapun. Untuk ukuran seorang dokter, lelaki itu tampak setenang air.

"Sayang," Faith menoleh pada Mike. "Selamat atas pernikahanmu. Uh.. maksudku, kalian."

Faith mendesah memberi isyarat pada Mike agar berhenti memperpanjang masalah yang tidak sedang ingin ia pikirkan.
"Mike, tolong.."

Mike mengangkat satu tangannya. "Well, aku tidak akan mengulanginya."

Beralih pada Ian, Mike menjulurkan tangan, menjabat tangan Ian. "Aku yakin Faith sudah mengatakan tentang aku padamu."

Ian menatap Faith, tidak tersenyum tapi tetap terlihat sarat emosi. "Dia mengatakan semuanya."

"Ku katakan sungguh aku terkejut tentang ide untuk merebut istri orang, tapi aku sungguh menghargainya. Percayalah, tidak ada yang lebih kuinginkan dari pada Faith."

Ian melepas jabat tangan mereka dan mengangguk setuju. "Tampaknya Faith juga begitu."

Mike melingkarkan tangannya ke seputar bahu Faith dan menarik wanita itu lebih dekat. "Kami memang pasangan serasi." Mengecup kening Faith, Mike tersenyum ketika melihat Ian berpaling dari pemandangan di depannya.

Faith berusaha menjauh dari Mike untuk mengajukan saran, "kenapa kita tidak segera masuk? Aku yakin pesawat akan lepas landas beberapa menit lagi."

Ian hanya mengangguk, membiarkan dua pasangan itu mendahuluinya sebelum mengekor di belakang.
Pesawat mereka lepas landas beberapa menit setelahnya. Faith, sudah bisa dipastikan, memilih untuk duduk di samping Mike sementara Ian harus cukup puas dengan kursinya sendiri yang jauh lebih nyaman sekaligus jauh lebih belakang dari mereka. Tentunya tatapannya tidak pernah lepas dari Faith. Bahkan ketika Faith mengaitkan jari-jemarinya pada Mike dan bersandar di bahu Mike untuk beristirahat, Ian harus menelan liur.

Mike sesekali meliriknya dengan penuh simpati, tapi Ian tidak menanggapi dengan serius. Ian terus berusaha menyibukkan dirinya dan sesekali melirik Faith untuk memastikan bahwa wanita itu baik-baik saja.

Satu jam perjalanan telah ditempuh, namun kondisi cuaca sama sekali tidak bersahabat, jadi pilot memutuskan untuk berhenti dan akan melanjutkan perjalanan nanti hingga kondisi cuaca membaik.

Para penumpang dipersilahkan untuk turun di tempat perhentian. Mereka menghambur untuk menikmati udara segar. Ian mencari Faith begitu sampai di luar. Wanita itu kelihatan pucat berdiri di samping Mike. Satu tangannya melilit di perut sementara satu yang lain menutupi hidung dan mulut. Merasa khawatir, Ian segera menghampirinya.

Mike kelihatan sibuk bicara dengan seorang penumpang ketika Ian datang. Mengabaikan Mike, Ian meraih lengan Faith dan menuntunnya menjauh.

"Apa kau baik-baik saja?"

LANDON (seri-1) No Rose Without a ThornWhere stories live. Discover now