Part 3

3.4K 170 5
                                    

"Karena ku jatuh di dua hati" -Briana.

***


Setelah mengantar Aluna untuk latihan basket—seperti biasa—Dika berjalan tergesa menuju parkiran, untuk mengambil motornya.

Buru-buru ia memakai helm dan menstater motor besarnya. Cowok itu lalu mengendarai motornya tak sabar. Tentu saja tak sabar, hari ini Dika akan pulang bareng cewek yang akhir-akhir ini ditaksirnya!

Dika tersenyum kecil di balik helm full face-nya saat mengingat bagaimana air muka cewek itu yang memerah saat ia secara terang-terangan, mengungkapkan rasa sukanya dan berniat mengajak cewek itu pulang bareng. Dan yang membuat seringaian itu tak kunjung hilang adalah saat tau respon yang cewek itu berikan, berupa anggukan dan senyum salah tingkah yang terlalu terbaca.

Dika merasakan sesuatu di hatinya. Sebuah gelenyar aneh saat mengetahui bahwa kali ini ada yang lain, jok belakang motornya yang biasa diduduki Aluna kali ini digantikan Briana. Cewek mungil yang menyita perhatiannya. Cewek mungil yang berhasil membuat Dika menengok dua kali atau bahkan berkali-kali.

"Hai Na, nunggu lama ya?"

Merasa ada yang menyapanya, Briana atau biasa dipanggil Ana oleh teman-temannya mendongak. Cewek itu tersenyum saat mendapati orang yang ditunggunya sejak tadi berdiri di hadapannya dengan satu tangan memegang helm.

"Eh, nggak papa kok."

"Maaf ya Na agak lama, soalnya gue harus mastiin kalo si Alang nggak gangguin Luna," kata cowok itu sambil menyodorkan helm di tangannya kepada Ana. Padahal Dika tidak tahu hal apa yang terjadi pada Aluna saat cowok itu pergi.

Ana berdiri dari duduknya lalu menerima helm yang Dika serahkan padanya. Dengan luwes ia memakainya.

"Iyaa, kan gue udah bilang nggak apa-apa," ujar Ana dengan tersenyum kecil. Sedangkan Dika hanya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Jadi nggak enak nih, gue yang ngajakin lo pulang bareng eh malah lo yang harus nunggu gue lama."

"Ya ampun Dika gue udah bilang kalo gue nggak apa-apa," membuat Dika nyengir sedangkan Ana kembali tertawa. Tawa Ana benar-benar memabukkan Dika, untuk sesaat cowok itu terlihat linglung tapi juga salah tingkah.

"Dika, pulang sekarang?" Tanya Ana. Dika mengerjap lalu mengangguk. Lalu mereka berjalan beriringan menuju motor milik Dika.

"Kita langsung pulang?" Tanya Dika saat Ana sudah duduk di boncengannya.

"Janji lo cuma nganter pulang aja, kalo lo lupa," Dika tertawa saat mendengar Ana mengucapkan janji yang cowok itu buat sendiri. Ia bahkan sudah hampir lupa sama janji itu, tapi malah Ana yang masih mengingatnya.

Sejenak, Ana hanyut dalam suara tawa itu. Ada gelenyar aneh di dadanya saat mendengar tawa itu.

Sebenarnya itu bukan gelenyar pertama yang Ana rasakan, saat secara terang-terangan Dika berkata bahwa cowok itu menyukainya dan berniat PDKT rasa itu telah datang. Membuat hati Ana terasa bimbang.

Seharusnya ia tak seperti ini. Seharusnya ia tak menerima ajakan pulang bareng Dika. Seharusnya hari ini ia duduk di mobil, di sebelah cowoknya. Bukan malah duduk menyamping di jok belakang motor Dika dengan tangan sibuk memegangi rok pendeknya agar tidak tersingkap.

***

Ana memasuki pekarangan rumahnya. Dan ia langsung mengenali mobil yang sekarang terparkir di halaman rumahnya. Mobil kekasihnya. Aldric.

Ana meneguk salivanya dengan susah payah. Ana tak tau apa nanti Aldric akan mempercayai kata-katanya atau mereka malah akan berujung pada pertengkaran.

"Aldric," sapa Ana pelan. Sang empunya suara mendongak dan tersenyum kalem seperti biasa.

"Hai Bri, baru sampe?" Tanya Aldric. Aldric satu-satunya yang memanggil dirinya dengan 'Bri' bukan 'Ana'. Ana lalu mengambil duduk agak berjarak dari Aldric.

"Eh, iya."

"Sama siapa? Kok tadi aku kayak denger suara motor?" Tanya Aldric--lagi. Ana meremas ujung roknya gugup. Jantungnya berdegub kencang. Sedetik kemudian Ana sudah kembali memasang wajahnya agar tidak terlihat terlalu gugup. Walau tetap saja, hatinya dihujani rasa bersalah.

"Ojek," jawab Ana pelan nyaris tak terdengar. Ana tak pernah berbohong pada kekasihnya. Tapi entah kenapa kali ini ia tak ingin berbagi cerita tentang Dika yang menyatakan perasaannya dan mengantarnya pulang pula. Walau rasanya tidak benar, tapi Ana tetap memilih bungkam. Tapi Aldric hanya mengangguk. Mempercayai kata-katanya semudah itu. Membuat kekhawatiran-kekhawatiran yang memenuhi kepala Ana hilang begitu saja.

"Lain kali pulang sama aku aja Bri, daripada ngojek," ujar Aldric. Melihat Aldric yang perhatian seperti itu membuat Ana meringis pelan. Tak urung dirinya kembali dihujani rasa bersalah. Dadanya sakit bagai dipukul palu godam. Pacar macam apa sih dirinya?

"Sori," suara Ana bergetar, cewek itu lalu menunduk sambil menggigit bibir dalamnya cemas.

"Nggak apa-apa. Kalo gitu aku pulang dulu ya," Aldric berdiri dan berjalan menghampiri Ana. Sedikit merunduk untuk mengecup puncak kepala kekasihnya itu.

"See you."

"See you too," Ana tak mengantar Aldric sampai keteras. Karena bahkan untuk berdiri pun rasanya lemas. Ia semakin mencengkeram roknya. Saat tiba-tiba sebulir air mata lolos dari matanya yang sudah berair.

***

Aldric tersenyum miris mengingat percakapannya dengan Ana barusan. Ana berbohong padanya. Ana tak mengatakan dengan siapa ia pulang hari ini.

Ya, Briana. Kekasihnya. Gadisnya. Miliknya sejak hampir 2 tahun berbohong padanya-untuk pertama kalinya. Mereka memang backstreet selama ini. Tidak ada yang tau hubungan mereka kecuali teman-teman dekat mereka berdua.

Aldric pun tidak tau alasan dibalik kenapa Ana ingin hubungan mereka tak diketahui banyak orang.

Aldric mencengkeram setir mobilnya kuat sampai membuat buku-buku kukunya memutih.

Apa kini hati Ana telah terbagi?

Aldric tidak tahu. Dan Aldric tidak pernah tau bahwa hari ini akan datang juga. Hari di mana Dika benar-benar melancarkan aksinya untuk mendekati Ana. Aldric sudah bisa melihat gelagat Dika saat Aldric secara tidak sengaja sering melihat tatapan Dika yang terus tertuju pada kekasihnya itu. Bahkan di kelas pun, semua orang selalu meledek Ana-Dika pasangan yang serasi.

Mengingat itu membuat emosi Aldric menggelegak. Tapi seperti biasa, ia tetap akan menjadi kelinci lemah yang tak bisa apa-apa selama Ana masih memegang kendalinya.

Setidaknya ia masih bisa sedikit menahan emosinya sebelum menghabisi Dika yang dengan lancang berani mendekati kekasihnya. Dan mungkin untuk kali ini ia biarkan saja semua berjalan seperti apa adanya.

***

Alurnya kecepatan nggak sih menurut kalian? Terus aku masih nyari visual yang pas buat Aldric, ada saran?
Thanks yang udah mau bacaaaa. Jangan lupa voment;)

Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang