Part 1

5.7K 233 6
                                    

"Jatuh di tanah itu udah biasa, tapi jatuh di hatinya itu yang salah" -Aluna.

***

Bel pulang SMA Bangsa sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Beberapa anak buru-buru keluar kelas, ada juga yang memilih untuk tetap tinggal. Hari ini jadwal kegiatan ekstrakurikuler dimulai pukul 4 sore. Anak-anak lain memutuskan untuk memanfaatkan jam kosong antara jam 3-4 untuk tidur, mengistirahatkan badan, makan atau sudah mulai bersiap-siap untuk berganti pakaian.

Sama seperti yang dilakukan sepasang sejoli ini. Mereka--Dika dan Aluna--berjalan bersisian menuju lapangan basket. Dengan tangan kiri memegang tas dan tangan kanan merangkul pundak Aluna, mereka terus berjalan. Mengundang banyak tatapan siswa lain yang berada di luar kelas untuk menengok ke arah mereka barang sekali. Lalu mereka akan melemparkan gumaman dan bisikan berupa pujian ataupun cacian.

Tapi Aluna dan Dika tetap berjalan. Tidak mempedulikan tatapan anak-anak lain yang memandang mereka ingin tahu. Atau sekedar iri. Yang laki-laki berharap bisa menggantikan posisi Dika di samping Aluna begitu pula yang cewek berharap bisa menggantikan posisi Aluna di samping Dika. Tapi Dika dan Aluna benar-benar menutup mata. Rasanya hal-hal seperti itu tidak terlalu penting bagi Dika dan Aluna karena sudah terbiasa.

Siapa yang tak kenal mereka? Dika si kapten futsal yang memiliki wajah tampan. Dan Aluna si kapten basket putri yang mempunyai rambut coklat panjang bergelombang.

Turnamen basket tahunan akan diadakan 2 bulan lagi. Membuat Aluna mau tak mau harus berlatih lebih keras dari biasanya. Apalagi ini adalah tahun terakhirnya sebagai kapten karena sudah dikelas senior.

"Gue anter lo sampe sini aja ya," ujar Dika, mereka berhenti di samping lapangan basket.

"Hm. Lo nggak ada latian?" tanya Aluna yang dibalas Dika dengan gelengan. "Gue Rabu latian, sekarang lo aja. Latian yang bener."

Aluna mendesis saat Dika mengusap rambut belakangnya pelan.

"Ohya. Gue juga nggak janji nanti bisa jemput lo, soalnya--"

"Iya iya, gue ngerti. Lo nggak usah ngomong juga gue udah ngerti," Aluna memutar kedua bola matanya. Membuat Dika memberikan cengiran ala kuda khasnya. Sebelum tatapan cowok itu tiba-tiba berubah dingin.

"Tapi lo janji jangan pulang sama si Alang lagi!"

"Tapiii--"

"Lo tau gue nggak nerima penolakan?" Tanya Dika membuat Aluna mendengus keras. Dasar cowok!

"Pulang aja sana lo!" Usir Aluna.

"Ya ini juga mau pulang!"

"Ya udah sana buruan!"

"Bawel!" kali ini Dika mengacak-acak rambut Aluna sambil diiringi tawa saat melihat cewek itu mencebikan bibirnya. Merajuk.

Lalu sebelum Aluna sempat membalasnya, Dika buru-buru berlari menjauhi cewek itu.

Aluna masih bisa mendengar suara tawa Dika yang sudah berlari menjauhinya. Tawa yang begitu merdu. Tawa yang dengan mudah membuat bibirnya kembali tersenyum. Rasanya Aluna ingin sekali merekam suara tawa itu di otaknya dan disimpan dalam hatinya. Agar apabila ia rindu, ia hanya cukup mendengar ulangan rekaman tawa merdu milik Dika.

Dika. Kalau kalian menebak mereka, Aluna dan Dika berpacaran berarti kalian salah. Mereka bersahabat sejak kecil. Sejak Dika bahkan tidak lebih tinggi dari Aluna. Sejak Aluna masih belum mengalami masa menstruasinya. Bahkan sebelum Dika dan Aluna sempat merencanakan semuanya.

Semua anak-anak SMA Bangsa tau. Di mana ada Dika di sana ada Aluna dan di mana ada Aluna di sana sudah pasti ada Dika. Hukumnya wajib, mutlak dan fardu 'ain. Karena rasanya akan terasa sangat aneh saat tidak menemukan mereka bersama.

Aluna masih memandangi punggung Dika yang semakin menjauh sebelum merasakan pundaknya berat sebelah. Aluna menengok dan menemukan cowok yang paling tidak ingin dilihatnya, berdiri dengan tangan merangkul pundaknya. Alang.

"Singkirin tangan lo."

***

Haiii this is my first story at Wattpad! Jangan lupa Vote+Coment yaaa;) itu yang dimulmed Dika by the way

Jatuh HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang