"Mph! Hawas hjaa! Gue hadiin hosip hanti!" (Mph! Awas aja! Gue jadiin gosip nanti!) Cantika berusaha menyingkirkan tangan kotor itu. "Cuh!" Ludah dia keluarkan, membuat tangan itu reflek menjauh.

"Ewwww! Sialan lo!" Gaby langsung mengelap tangannya ke baju Cantika.

Bak Tom and Jerry, keduanya terus gaduh tanpa berniat berhenti. Hingga membuat Megan memilih menyumpal telinganya dengan Earphone. Melihatnya saja ia sudah lelah, ia tak berniat ikut campur.

••••

"Ga, Gagak, ada cowo lo, tuh." Cantika menyenggol pinggul Gaby, sembari menatap Rafa yang tengah duduk bersama Alfie serta Ken. Ia pun beralih menatap Gaby dengan alis dinaik turunkan. "Mau gabung sama mereka, gak? Siapa tau lo kangen."

"Idih! Lo aja sana!"

"Ayuk atuh! Jangan malu-malu sama calon suami." Cantika menarik paksa Gaby menuju tempat duduk Rafa.

"Heh! Mulutnya yang sopan!" Gaby melepaskan paksa gandengan tangan dari Cantika. Lama-lama ia darah tinggi menghadapi bocah puber menjengkelkan ini. Gaby pun memilih menggandeng tangan Megan lantas menarik nya pergi. "Mending kita ke tempat lain aja gak sih, Gan?" ujar Gaby, seolah tak mengajak Cantika.

Tak marah, Cantika malah bengong. Pandanganya terkunci pada sosok berambut Blonde yang mendekat ke tempat duduk Rafa. "Itu Leister?" Cantika mengecek matanya. "Gak salah liat gue, 'kan?" gumamnya.

"Boleh gabung?" Leister, satu-satunya lelaki dengan rambut pirang alami yang ada di sekolahan ini. Sekolah besar ini memang dihuni oleh beberapa murid darah campuran, hanya saja mungkin baru satu murid yang memiliki penampilan mencolok seperti Leister.

Meneguk ludahnya kasar, Alfie tak tahu apa yang telah teman-temannya perbuat hingga mendatangkan seorang Leister yang jarang muncul ke permukaan itu. Setahu Alfie, sosok Leister tak pernah yang namanya menginjakan kaki di kantin, karena sosok itu bisa memerintah siapapun untuk membelikannya makanan.

Wajah Rafa datar, bukannya tak terkejut, tetapi setengah jiwanya masih tertinggal di tempat kemarin. Ia masih memikirkan desa tak berpenghuni itu, dan ... Gaby. "Boleh," jawab Rafa.

Senyum mengembang di bibir Leister, matanya tertuju pada Rafa. Ia pun mendudukan diri sebelum menghela nafas sabar. Apakah Rafa sudah lupa pada dirinya atau memang bocah itu tak merasa berdosa. Padahal ludah kemarin yang menodai rambutnya benar-benar membuatnya ingin membunuh Rafa. Dan sekarang, lihatlah, betapa santainya Rafa di sampingnya.

Slurp~

Suara itu terdengar keras saat Rafa menyeruput kuah baksonya.

"Lo pindahan dari SMK Bina Satu, yah?"

Rafa menahan nafasnya, ia mengambil tisu lantas menghadap ke arah lain. "Uhuk! Uhuk!" Terkejut membuat kuah pedas itu salah jalur di tenggorokan. Rafa memukul-mukul dadanya dan terbatuk keras, dia pun mengambil minumannya dan menyeruputnya cepat.

Sejenak, Leister memilih diam, menunggu Rafa selesai terbatuk. Matanya tak lepas dari ekspresi bocah tu yang nampak terkejut.

Alfie membantu Rafa menenangkan diri, dengan menyodorkan tisu lagi. Sementara Ken, dia menatap diam Leister, dalam kepalanya begitu banyak pertanyaan yang rasanya ingin dilontarkan.

Ada hubungan apa Leister dengan Rafa? Dengan begitu jelas Ken menyaksikan Leister yang sedari tadi menatapi Rafa.

"Gue mau ke toilet dulu." Rafa berdiri, sembari mengusap-usap pakaiannya yang terkena kuah di mangkuk karena ia menjatuhkan sendoknya asal hingga kuah terciprat ke pakaiannya. Dengan cepat Rafa meninggalkan tempat itu.

"Pinter," gumam Leister. Rasa kesal tergambar jelas di wajahnya, gerakannya kasar saat mengangkat makanan dan minumannya untuk dibawa pergi. Leister pergi meninggalkan meja itu, bahkan meninggalkan kantin.

Ken dan Alfie saling tatap, diam, tak ada yang bisa mereka lakukan selain menyaksikan kejadian tadi dengan penuh keheranan.

••••

Meraup wajahnya kasar, Rafa duduk di atas WC yang tertutup. Dia tengah panik sekaligus kebingungan. "Siapa yang ngasih tau dia? Gak, seharusnya gak ada yang tau gue siapa." Rafa menyisir rambutnya dengan jemari yang menegang. Jika ada yang tahu tentang dirinya, bisa-bisa mereka juga tahu jika dirinya adalah kakak dari gadis yang bunuh diri itu. Sialnya lagi jika mereka tahu riwayatnya di sekolahan itu, bisa-bisa dirinya menghadap ke kepala sekolah.

~To Be Continued~

Du hast das Ende der veröffentlichten Teile erreicht.

⏰ Letzte Aktualisierung: 2 days ago ⏰

Füge diese Geschichte zu deiner Bibliothek hinzu, um über neue Kapitel informiert zu werden!

CATCH SESSIONWo Geschichten leben. Entdecke jetzt